Sebagai perempuan modern, GKR Bendara juga menuntut ilmu tinggi-tinggi. Usai SMA, yang waktu itu sudah cerewet, beliau diberi pilihan oleh keraton; Singapura, Australia atau Swiss. Akhirnya, ia memilih yang jauh di Swiss, supaya mandiri. Di jurusan perhotelan, ia intensif mulai pukul 07.00-12.00 selama 6 bulan magang dan dihonor (1/2 gaji UMR). Empat tahun kuliah, GKR Bendara kembali ke Indonesia. Sayang ia tak tertarik dunia perhotelan. Waktu itu skripsinya tentang transjakarta, nih. Bagaimana supaya itu menjadi transportasi yang mumpuni demi pariwisata lokal, adalah salah satu pemikirannya. Semoga terwujud, supaya acara jalan-jalan kita mulus.
Kemudian, atas ngersa Dalem, GKR Bendara menjadi wakil Kawedanan Hageng Punakawan Nitya Budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Antara lain tugasnya meliputi perpustakaan, aset RT dan kesenian. Itulah yang mendorongnya untuk belajar Heritage and cultural tourism S2 Universitas Edinburgh di Swedia. GKR Bendara merasa banyak belajar dari dunia luar. Belajar bahasa Inggrisnya di Singapura. Belajar Bahasa Jerman di Swiss dan mengasah bahasa Inggris di Swedia. Dipikir-pikir, Swedia itu mirip Jogja. Swedia dilindungi UNESCO, harus dijaga. Begitu pula Jogjakarta. Mulai 2014, keraton mulai merombak secara keseluruhan, menyuguhkan budaya dengan bentuk baru. Pandangannya, tourism is boderless and culture is timeless. Keraton merekrut besar-besaran abdi dalem. Abdi dalem itu ada dua. Pertama, caos. Mereka ini ke keraton seminggu sekali. Yang generasi tua paling kuat karena hujan saja tetap melaksanakan tugas. Kedua, tepas. Mereka ngantor 3 bulan satu kali. Ada Dyah dan Nawang yang menjadi asisten GKR Bendara. Mereka ini didanai Ngersa Dalem dan dana keistimewaan. Abdi dalem yang berusia di bawah 60 tahun di tempat-tempat yang lain. Yang milineal membantu GKR Bendara. Mereka ini muda-muda seperti sinden, penari, pengrawit dan lainnya. Kalian mau jadi abdi dalam, ayo melamar!
Keratonpun berusaha ramah disabel. Sebuah tantangan di masa depan supaya Wahanarata bisa dilalui kursi roda di pagelaran. Kedaton itu kan halamannya berpasir jadi kadang sulit untuk kursi roda. Termasuk fasilitas informasi dalam bentuk brille dan audio. Jadi ingat bahwa di luar negeri, yang begitu sudah jamak. Upaya perkembangan yang bagus di tanah air, bukan? Kalian sudah ke keraton Jogjakarta? Yang belum, segera, ya. Bagus, lho.
***
Dari acara wawancara dengan putri bungsu Sri Sultan HB X, di mana aku duduk bersandingan itu, dekeet banget, aku jadi terkesan. Rejeki yang luar biasa memiliki kesempatan itu. GKR Bendara adalah putri Sultan, tokoh Jogjakarta yang superrr sibuk dengan beragam agenda. Habis dua jam nge-zoom, kami foto-foto untuk dokumentasi. Lantas, beliau langsung pamit pergi untuk acara berikutnya. Amat berantai. Sampai jumpa, GKR Bendara!
Bahwa seorang putri keraton, juga harus mengembangkan diri sampai tingkat internasional adalah inspirasi. Kemampuan berkomunikasi GKR Bendara tidak hanya menguatkan kecantikan wadagnya tetapi juga kecantikan intelektual dan soft skill lain yang luar biasa. Ini menjadi motivasi kita semua, perempuan Indonesia. Maju, terus perempuan Indonesia. Kalian setuju? Mari! (G76)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI