Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Sudah Punya Kartu Digital Imunisasi Covid-19, Belum?

16 Juli 2021   19:48 Diperbarui: 17 Juli 2021   10:05 1231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak beberapa bulan ini, tes negatif Covid19 disarankan untuk dilakukan para murid di sekolah-sekolah Jerman di wilayah kami tinggal. Surat edaran dari pihak sekolah biasanya diberikan jauh-jauh hari supaya bisa dibaca orang tua di rumah dan ditandatangani. 

Karena saya sudah menjadi orang tua, sebagai murid, saya bisa tandatangan sendiri. Haha. Sebagai informasi tambahan; tidak semua murid dites, sebabnya orang tua boleh menolak. Jadi ini tidak wajib. Dengan pengetesan ini, sekolah-sekolah mulai siap untuk menggelar kelas klasik, bukan online seperti yang sudah-sudah.

Termasuk juga di taman kanak-kanak. Meskipun tidak pernah ada penutupan karena pandemic, tes tetap dilakukan di sana. Saya juga pernah cerita bahwa anak-anak TK dites dengan sistem "Lolli Test" atau tes dengan membuka mulut dan alat ditempelkan di pipi bagian dalam anak. Ini tentu saja dengan persetujuan orang tua murid beberapa minggu sebelumnya. Tahu sendiri, di Jerman, hal kecil diatur secara detil. Lurus.

Oh, ya. Waktu itu, masih santer berita kematian akibat vaksin AstraZenega dan kasus pembeliannya yang ternyata bermasalah. Jadi, banyak orang yang masih takut-takut. Wait and see, istilahnya. 

Menunggu sampai banyak studi dilakukan Lembaga yang berkompeten dan orang-orang mencobanya. Saya, termasuk salah satu yang kurang yakin dan lebih memilih menunggu vaksin berikutnya seperti BionTech.

Hari berlalu begitu cepat. Stress dengan berita tentang vaksin, kematian dan pembatasan keluar dari kota, membuat saya masih juga nggak percaya; pandemi seperti ini kita alami bersama. 

Hari itu adalah hari Senin. Hari pertama di sekolah yang menjadi patokan untuk pengetesan selain Jumat. Sedangkan di taman kanak-kanak, saya biasa ikut tes pada hari Kamis karena bekerja pada hari Rabu dan Kamis saja di sana, sedangkan pengetesan dilakukan pada hari Senin dan Kamis.

Senin itu, saya lupa membawa buku imunisasi warna kuning ukuran notes tipis. Padahal, ini adalah syarat supaya saya nggak usah dites Covid19. Jika tidak, meskipun sudah divaksin, saya harus tetap dites. Yah, nyogok hidung lagi. Geli!

"Lho, kamu sudah divaksin kan?" Teman sebelah heran. Ia tahu betul saya sudah divaksin dan melewati masa 2 minggu.

"Iya, aku lupa bawa bukunya." Saya nyengir. Lupa dipiara. Makan sesal tiada guna.

"Kenapa kamu nggak bikin kartu imunisasi digital saja? HP selalu dibawa ke mana-mana, tinggal tunjukin kalau diperlukan. Kalau bawa buku selain bisa lecek, robek, takut ilang. Padahal di Jerman, ini penting karena kami divaksin sejak bayi, catatannya sangat detil. Repot kalau nggak ada di tangan." Gadis berambut keriting warna pirang yang duduk di depan saya, memberi saran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun