Dalam perbincangan dengan suami saya, bahkan bapak Konjen memiliki ide untuk membantu pemasaran produk alat kesehatan Indonesia ke Jerman dengan bekerjasama dengan suami saya yang sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia itu di Jerman.
Sebelum kembali ke Frankfurt, bapak Konjen berpesan akan mendukung buku-buku saya selanjutnya dan bersedia untuk memberi kata pengantar. Selama ini, sudah ada 3 buku tentang Jerman yang saya yakin sangat bermanfaat bagi generasi muda yang tertarik untuk merantau ke Jerman atau sekedar ingin menambah pengetahuan tentang negara yang terkenal dengan kedisiplinan dan kesejahteraan rakyatnya itu.
Selama ini, buku-buku saya "Exploring Germany", "Unbelievable Germany" dan "Banyak Cara Menuju Jerman" ditolak karena dianggap tidak pantas untuk mendapat kata pengantar dari pejabat negara di wilayah Jerman. Untung, ada harapan baru dari bapak Konjen Acep. Ini menjadi semangat saya untuk terus menulis buku. Bagaimana dengan Kompasianer?
Siapa Bapak Acep Somantri?
Dari tadi saya menyinggung bapak Konjen Acep Somantri. Barangkali ada yang tidak tahu atau belum tahu, saya mau sedikit mengulas.
Mengenal bapak Acep lewat daring dan tatap muka langsung, saya jadi ingin tahu banyak tentang beliau juga.
Hasil dari googling, rupanya beliau pernah mendapatkan bronze medal, penghargaan Ksatria Bhakti Husada Arutala dari Menteri Kesehatan RI Dr. Terawan pada tahun 2007 atas kontribusi beliau dalam mendukung kementrian kesehatan RI memperjuangkan WHO Pandemic Influenza Preparedness Framework fort he Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccine and Other Benefit yang menjadi panduan global dalam kesiapsiagaan menghadapi pandemi influenza.
Betul, sebagai 1st secretary of the mission of Indonesia yang bertanggung-jawab mengurusi masalah Kesehatan, kemanusiaan, sosial dan budaya di Jenewa, Swiss pada tahun 1996, beliau menjadi sosok yang ekstraordinary dan banyak memajukan kesehatan tanah air dengan diplomasinya. Selamat dan bangga sekali ada putra bangsa seperti beliau.
Lulusan Hubungan Internasional Universitas Padjajaran ini memulai karir sebagai diplomat di kemenlu RI sejak tahun 1996 dan bertugas di KBRI Washington DC tahun 1999-2003.
Pak Acep didampingi istri, ibu Lilies Somantri. Kebaikan ibu yang tidak ikut serta dalam kunjungan ke tempat saya ini begitu nyata dengan titipan kue tape dengan pesan yang tertulis pada sebuah kartu kecil. Seloyang, hanya tinggal 4 iris di kulkas.
Dalam sambungan telepon, saya sampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga dan doa saya semoga ibu Lilies tetap sehat dan bahagia selama menemani suami bertugas di Jerman.