Kursus terdiri dari teori dan praktik
Waktu itu masih bulan puasa. Karena panas dan puasa, hawanya ngantuk. Apalagi kursus baru selesai pukul 22. Sedangkan buka puasanya setengah jam sebelum acara berlangsung. Biasanya, saya akan mengunyah permen dan meneguk air dari botol untuk membatalkan puasa. Dan minum tidak dilarang selama kursus.
Ruangan berupa hall sangat panas, tanpa AC. Maklum, Jerman adalah negara yang ramah lingkungan. Mereka ini tidak menyukai adanya freon yang disinyalir mampu merusak alam.
Rasanya seperti di dalam oven. Mana aturan memakai masker selama 3 jam itu tidak semudah bayangan. Untung saja ada istirahat 10 menit, bisa keluar gedung dan menghirup udara segar.
Berat, ya, pakai masker di dalam ruangan? Kalau tiga jam saja sulit apalagi yang seharian, coba? Mari kita menghargai mereka yang bekerja seharian penuh dan harus pakai masker.
Kembali ke kursus yang terdiri dari teori dan praktik. Sang tutor yang bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah di kota kami itu masih muda, kira-kira kisaran 25-30 tahun.
Tampangnya ganteng, menarik, dengan rambut panjang seperti Renegade. Tapi entah mengapa saya tetap ngantuk. Supaya rasa kantuk hilang, saya pijat-pijat kaki, tangan, leher, badan pelan tapi pasti.
Teori selama 2 jam, praktik satu jam. Aduh, rasanya, bored banget. Makanya, untuk hari-hari berikutnya, saya usul dibalik saja. Sayang tetap saja sama. Nasib.
Saat praktik, kami harus berdekatan dengan peserta lain sebagai partner. Face shield pun harus dipakai selain masker. Rasanya, alamak, nggak nyaman.
Syukurlah, rasa itu berangsur-angsur hilang karena keasyikan mempraktikkan cara yang sudah diterangkan oleh tutor tadi:
- Cara menangani orang yang terbentur kepalanya.
- Cara menangani orang yang terluka lehernya.
- Cara menangani orang yang terkilir tangannya.
- Cara memberi pernapasan buatan dengan boneka.
- Cara membantu orang yang tersedak dengan boneka.
- Dan lain-lain.
Prinsip P3K