Eh, sebentar ... di Kompasiana, bisakah kita mematikan kolom komentar? Kalau saya amati, Kompasiana hanya punya pilihan "laporkan" atau "hapus." Nggak bisa nutup kolom komentar, dong. Jika belum ada, mungkin usul akan ditampung admin K?
3. Mengajukan somasi
Tapi namanya haters, saudara-saudara. Sudah banyak langkah yang dilakukan Syahrini antara lain dengan menutup kolom komentar tadi supaya tidak memicu kericuhan antara haters dan lovers -nya, tetaaap saja haters bikin masalah.
Salah satunya yang baru-baru ini dilakukan seorang hater adalah bikin video nggak bagus yang menjelekkan nama baik artis yang punya banyak bisnis selain nyanyi.
Tadinya didiemin tapi makin kebangeten nggak tahu diri. Sama manager Syahrini dan suaminya, diputuskan untuk mengambil jalan hukum. Somasi.
Efek jeranya semoga nggak hanya bagi pelaku tapi juga bagi haters Syahrini lain, yang nggak jemu bikin fitnah, omongan dan tindakan yang bersumbu pendek dan nggak dipikir panjang terlebih dahulu.
Di luar negeri, pihak Syahrini juga nggak diam begitu saja dengan isu miring dengan Opa Laurens. Opa bikin isu di akun instagramnya. Si pria Belanda itu juga kami temui waktu di Swiss. Sekilas, orangnya keliatan baik tapi ternyata cari gara-gara juga dia. Sekarang bingung, sudah lansia dapat somasi juga.
Begitu pula di Jerman. Dalam kehidupan nyata, orang Jerman mengandalkan Anwalt alias Lawyer atau pengacara. Ini penting demi membela hak pribadi. Jika terganggu tetangga atau teman, telpon saja pengacara. Perkara memang bisa selesai, tapi tagihannya itu, lho ....
Jangan lupa. Kisah penyeretan haters ke pengadilan pernah dilakukan Kompasianer Sutomo Paguci yang memiliki klien teman baik saya Kompasianer bunda Khadijah. Yang diseret juga Kompasianer. Zaman itu heboh banget.
Sekarang semua sudah hilang tak berbekas. Semoga ini jadi catatan bagi kita semua ya, ngeblog bareng di Kompasiana nggak usah cari perkara. Yang rajin nulis, rukun paling enak karena aman dari badai.
4. Blocking