"Malu, aku malu, pada semut meraaaahh, yang berbaris di dinding ...." Itu lagu yang tiba-tiba melintas di otak saya saat timnas Jerman dikalahkan Meksiko 0-1. Astaga, mosok juara dunia tahun 2014 kalah sama Meksiko? Mana? Mana juara dunia yang kami elu-elukan selama empat tahun terakhir? Isinnnnn!
Saya pandang layar TV, terlihat Loew kecewa berat langsung masuk kamar ganti tanpa menunggu anak-anak didiknya. Celetuk saya di antara orang-orang yang ikut public viewing alias nonton bareng di rumah kami, "Kurang bagus mainnya, nanti dicableki, dipukul pantatnya satu-satu...."
Dan barangkali pecutan dan motivasi dari pelatih dan kritikan fans Jerman yang kecewa berat membuat tim berjuang keras mengalahkan Swedia 2-1.
Nyatanya kebanggaan itu nggak lama, karena kemudian KO oleh Korea Selatan yang super giras dengan 0-2. Dan golnya mbangeti banget, a big failure.
Hasilnya, Jerman harus pulang kandang. Timnas meninggalkan Rusia karena sudah tersingkir dari grup. Omaigot!
Lantas, apa sih masalahnya, kok timnas Jerman sampai nggak bener begitu? Ada apa dengan timnas Jerman kesayangan kami? Berikut pengamatan saya sebagai orang asing yang ikut mendukung tim negara tumpangan saya itu:
Gara-gara Oezil Mezut
Orang Turki pernah dipekerjakan secara massal sebagai Gastarbeiter atau pekerja pinjaman di Jerman pada masa lampau. Selain nggak jauh-jauh amat, Jerman menjadi "gula" bagi masyarakat Turki yang mencari rejeki.
Selanjutnya, banyak dari mereka yang tidak kembali ke negaranya. Justru mengangkut seluruh anggota keluarganya. Dari bulik, paklik, pakdhe, budhe, keponakan sampai pacar, semua diimpor ke Jerman. Selain nyaman hidup di Jerman, masa depan mereka terjamin. Setiap bayi orang asing di Jerman termasuk Turki, yang lahir di Jerman bisa langsung dapat paspor Jerman, asyik kan? Nggak usah pakai tes kewarganegaraan dengan ratusan soal dan syarat tinggal sekian tahun. Nggak usah. Seperti jalan tol.
Oezil adalah salah satu keturunan orang Turki yang menggantungkan masa depannya di negara penghasil Mercedes Benz. Eyang dan ayahnya yang masih balita, pindah ke Gelsenkirchen, Jerman. Sampai Oezil lahir tahun 1988 di sana.
Ia memang pemain handal dari timnas Jerman yang selalu dielu-elukan. Apalagi perannya dalam piala dunia 2014 yang lalu. Sebelumnya, ia sudah membela tim lokal Jerman seperti Schalke 04 dan Werder Bremen, lalu FC Real Madrid dan terakhir, FC Arsenal (sampai 2021).
Meski lahir dan besar di Jerman, rupanya darah Turkinya masih membara dan meledak saat bertemu dengan presiden Erdogan pada tanggal 13 Mei 2018.
Seperti diberitakan koran Jerman dan media sosial seperti Bild, Focus dan Huffingtonpost, ketemu presiden tempat leluhurnya di Inggris adalah hal yang lumrah. Yang bikin heboh adalah ia menyerahkan trikot, kaos nomor 11 di mana tertera namanya dan "Untuk Presiden Saya".
Itu dinilai banyak pihak sebagai hal yang kurang pas. Pertama karena Jerman memang sudah lama gegeran sama Turki. Yang soal permohonan Turki supaya diterima sebagai anggota EU lah, yang tentang ditahannya wartawan Jerman lah, yang soal pengaturan kamp pengungsi menuju Jerman di Turki lah, larangan dukungan pemilihan presiden Turki di Jerman lah dan masih banyak isu lainnya.
Oezil dinilai kurang peka dengan situasi politik negara Jerman. Bahkan beberapa orang Jerman umuran 40-70 tahun yang saya tanya, menyatakan rasa marahnya. Sampai-sampai memboikot nggak mau nonton pertandingan Jerman di WC 2018. "Buat apa mendukung orang yang nggak tahu berterima kasih?" sentilan mereka.
Semoga saja, mereka nggak gemes pergi ke museum Madam Tussau dan mencubit patung Oezil di sana.
Hal itu seperti menyiram bensin ke api yang sudah dipetikkan AFD, partai baru yang lagi naik daun dan anti orang asing (Auslander). Seperti yang dituliskan Stephan Anpalagan, mereka menuding bahwa kekalahan Jerman pada pertandingan piala dunia salah satunya karena ada orang asing dalam tim. Mereka menyebut nama Mario Gomez dari Spanyol, Oezil Mezut dan Ilkay Guendogan dari Turki, Sami Khedira dari Tunisia, Jerome Boateng dari Ghana, Antonio Ruediger dari Sierra Leone, Leon Goretzka dari Polandia dan Marc --Andre ter Stegen dari Belanda.
Isu yang nggak hanya bikin personil tersebut di atas panas, juga bikin anggota timnas lainnya nggak jenak berlatih dan main, alias mengganggu konsentrasi banget.
Pemain Jerman sudah Kaya Raya
Selama main di Real Madrid, Oezil mendapat 15 juta euro dan 50 juta euro dari Arsenal. Sama halnya dengan seluruh pemain Jerman.
Menurut situs Spox, masing-masing mendapatkan 7-20.000 euro/bulan. Thomas Mueller dan Manuel Neuer dari FC Bayern Munchen masih menduduki peringkat teratas dengan 15 juta per tahun. Disusul Boateng dengan 11,5 juta euro/tahun.
Ah Boateng, duta anti rasis kelahiran Berlin yang mendapat 300.000 euro pada WM 2014. Ia meraup ratusan juta euro hanya dari iklan. Banyak iklan yang ia bintangi seperti MC Donald, kacamata hitam, jaket BSTN,
Nggak heran kalau pria yang katanya, nggak bakal dipilih jadi tetangga tokoh politik partai AFD itu, punya vila megah di Munchen dan deretan mobil mewah di garasinya. Pokoke horang kayahhh.
Nah, dari contoh kecil tersebut saja, ada anggapan logis bahwa mereka sudah kenyang, nggak perlu terlalu kerja keras untuk hidup. Bedakan dalam kehidupan manusia dalam sehari-hari. Orang yang sudah lahir jadi horang kayah, akan berbeda dengan orang yang lahir dalam keadaan miskin meski tanpa KTM. Nggak percaya, replay lagi pertandingan dan amati bagaimana mereka bermain; agresif atau so la lah.
Berbeda dengan orang-orang Asia seperti Jepang dan Korea Selatan, mau berjuang. Saya lihat, mereka lebih giras bahkan terkesan terlalu keras dengan gerakan kaki dan tangan mirip kungfu master. Ya ampyunnn, makannya apa, sih bisa sehat dan cekatan begituh? Gemes, saya ikut gemes.
Pergantian Pemain yang Belum Siap
Dada saya pernah serasa membesar meski tanpa OP. Alasannya ada satu bintang lagi di kaos timnas atau fans timnas. Iya, empat bintang, man! Empat kali menjadi juara dunia pertandingan sepak bolah FIFA 2014, sedunia!
Sayangnya, nama-nama yang pernah membuat timnas berkibar meraih piala yang direbutkan orang sedunia seperti Podolski, Schweinsteiger dan Klose, sudah nggak lewat.
Meskipun pemain kinyis-kinyis seperti Timo Werner termasuk nggak sembarangan mainnya, saya pikir pemain angkatan 90 an butuh banyak pengalaman bermain lagi.
Bedakan dengan pemain-pemain lama yang jam terbang-nya 70-90 an kali seperti Neuer, Khedira, Oezil, Boateng, Kroos, Mueller atau Gomez. Pemain-pemain muda itu hanya masih dalam hitungan di bawah 50 kali bermain. Tapinya kalau nggak dikasih kesempatan sekarang, kapan lagi? Istilahnya "give them love and chances."
Sepertihalnya sebuah tim/klub/grup pada umumnya, harus ada cocok-cocokan antara satu orang dengan orang lain di dalamnya. Dalam pertandingan, terlihat banyak miss communication antara pemain. Nggak konek!
Istilah orang Jerman, "Chemie" nya belum pas dan butuh waktu untuk penyesuaian karakter dan cara bermain masing-masing pemain. Nggak kenal, ya nggak sayang.....
Goetze sakit keras
Dalam persiapan WC 2018, pelatih Lwe sudah membocorkan rahasia mengapa tim nggak bakal mengambil Goetze. Meski ia dianggap sebagai dewa penyelamat timnas dalam WC 2014, ia dikatakan beberapa kali mengecewakan tim. Lw menganggapnya sebagai pause, membiarkannya barang 1-2 tahun karena masih muda.
Lothar Mattheus sendiri sudah lama menggembar-gemborkan isu bahwa sebaiknya timnas nggak make Gotze karena kurang bagus meski masukin gol di Rio lawan Argentina pada tahun 2014.
Ah, ternyata nggak hanya itu yang menyebabkan Goetze kurang prima. Rupanya, pria muda itu sedang sakit berat sejak beberapa tahun terakhir. Setidaknya 453 absen karena sakit selama masa karir sepak bolanya. Ia mengalami kelainan pada otot yang nggak bisa disembuhkan. Ada kelainan jaringan sel di dalam tubuhnya.
Astaga. Bisa membayangkan jika sakit nggak ada obatnya atau sakit nggak tahu kapan sembuhnya, kan? Beruntung, ia dikelilingi orang-orang yang mencintainya dan dipercaya; partner hidupnya Ann, papanya yang profesor, ibunya yang tinggal sekota, kedua saudaranya yang juga pemain sepakbola, Schuerlle dan Reues teman dekat di tim.
Sama halnya dengan video iklan mendoakan Goetze yang diputer beberapa stasiun TV Jerman. "Kopf hoch, Mario, du schafst das" atau "Tetap pandang ke depan, kamu pasti bisa, Mario!" Semoga lekas sembuh.
***
Itu kira-kira opini saya tentang para pemain dan jagoan tim saya dari Jerman, yang belum mulai semi final sudah bubar duluan. Masih ada waktu dan kesempatan di masa mendatang sampai tahun 2022 di Qatar. Bisa, pasti bisa!
Apapun yang terjadi, timnas Jerman tetap di hati. Lebih baik memberi motivasi, kesempatan ketimbang sumpah serapah ketika mereka sedang dalam keadaan yang kurang menguntungkan.
Sekarang, gantian, menurut Anda, mengapa mantan juara dunia seperti timnas Jerman bisa berantakan mainnya?
Piala Dunia 2018 belum usai, pasti Anda masih punya jagoan tim dari negara lain. Tetep nonton, sambil teriak-teriak atau loncat-loncat sampai koprol dan salto boleh, pasti seruuuu. Pesan saya hanya satu; jangan nonton bola tanpa kacang garuda! (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H