Dan banyak lagi kejadian dekat rumah kami yang membuat hati dag dig dug der dan prihatin.
Mengetahui kenyataan di atas, image negatif terhadap para pengungsi semakin bikin masyarakat Jerman sendiri jadi percaya nggak percaya. Lah iya, sudah boleh datang tapi seenak udelnya sendiri?
Itu dikuatkan dengan hasil studi Gatestone Institute yang menemukan bahwa terhitung sejak 2016 kriminalitas di Jerman meningkat. Bayangkan ketidaknyamanan yang terjadi di Jerman karena pembunuhan, kekerasan, sampai pelecehan seksual merajalela. Orang mulai kurang sreg terhadap para pengungsi, para perempuan mulai terancam.
Nggak aneh kalau telinga saya mendengar dengan jelas, "Ich mag keine Fluechtlinge oder Auslaender". Yang artinya, mereka sangat membatasi pergaulan dengan para pengungsi atau pendatang. Nggak suka pengungsi atau pendatang.
Kadang, saya ingatkan mereka, "Ich bin auch Auslaenderin". Mereka lupa kalau mereka juga berbicara dengan saya, seorang pendatang dari negeri Asia Tenggara. Hahaha ... langsung mak klakep. Iya, ya ....
Bahkan beberapa golongan masyarakat mulai menghubung-hubungkannya dengan keputusan Angela Merkel membuka pintu bagi para pengungsi. Gara-gara undangan itu, semua jadi menyerbu Jerman tapi kurang tahu diri dan menyesuaikan dengan tanah yang dipijak serta adat istiadat/aturan yang ada. Menyarankan supaya pintu dipersempit atau ditutup.
Image positif
Cerita nyata di lapangan tersebut di atas tentu menyedihkan. Hanya saja selalu ada dua mata sisi dalam sebuah koin.
Setidaknya, apa yang dilakukan Mamoudou Bassama, pria dari Mali berumur 22 tahun adalah salah satu bukti, nggak semua pengungsi di dunia ini jahat.
Tepatnya saat seorang bapak meninggalkan balitanya (4 tahun) sendirian di rumah untuk pergi ke toko dan bermain Pokemon Go di jalanan Paris. Namanya anak, nggak bisa diem, pasti usreg dan nyari-nyari orang tuanya dan ada saja yang dilakukannya. Sang anak naik balkon dan menggantung di pagarnya. Mau jatuh!
Meski salah satu pria tetangga apartemen sebelah memegang tangan anak, tetap nggak bisa menarik anak karena ada palang pembatas.
Dalam sebuah wawancara di sebuah channel TV, Mamoudou cerita waktu kejadian, ia sedang lewat mendengar teriakan banyak orang dan tertarik dengan apa yang terjadi. Pikirnya, "Saya harus berbuat sesuatu".