Dulu saya pernah cerita, waktu ulang tahun ke-40 saya mengundang 100 orang termasuk wali kota setempat. Akhirnya cuma dikasih surat selamat dan permintaan maaf dari beliau nggak bisa datang karena ada acara keluarga. Istrinya mau jalan-jalan di usia 60 tahun.
Sebagai orang Jawa, kalau ada apa-apa, kok ikut dimasukkan hati. Pikir saya, wahh ini wali kota nggak mau datang nih, alasaaaaan. Pokoknya gemesss. Hih.
Ups. Belakangan saya baru tahu kalau di Jerman di daerah Baden-Wuerttemberg di daerah kami, masih ada adat walikota yang hanya berkunjung ke rumah warga yang berulang tahun ke 80, 85, 90 dan seterusnya. Iya, banyak yang cerita ke saya soal kedatangan wali kota ke rumah orang itu hanya pada acara khusus. Ulang tahun! Jadinya, umur 40 belum istimewa di mata wali kota, meskipun orang Blackforest sendiri punya pepatah "Mit 40 wird der Schwabe gescheid." Orang Blackforest yang sudah berumur 40 itu udah luar biasa karena punya titik awal menjadi bijak.
Tradisi kunjungan wali kota itu dikuatkan dengan pengalaman pribadi ketika minggu lalu diundang mertua untuk datang ke rumah mereka.
"Selasa sore datang, ya, aku ulang tahun dan wali kota akan datang secara khusus dari pukul 16.30-17.00." Sela mertua saya setelah acara jalan-jalan di Polandia, tempat kelahirannya, selesai.
"Aduh, sibuk. Hari itu, anak-anak baru pulang sekolah jam 15.00. Setelah itu jam 16.30 harus ke kota sebelah buat antar anak les gitar. Sampai rumah 17.45." Hedeeeeh. Selain males datang, repot sekali anter jemput anak terus acara ulang tahun sekalian. Kotanya beda-beda, nyetirnya bisa ngepot.
"Dibatalin aja." Mertua laki-laki membujuk.
"Ya, jangan, mahal!" Suami saya ikut nimbrung. Ia menolak usul sang opa. Les setengah jam bayarnya Rp 500.000,00 suruh bolos. Yang cari uang nggak rela. Suami saya sendiri sebagai anak nggak bisa datang karena jemput bos besar di bandara. Saya, anak pek-pekan yang disuruh-suruh.
Ya, sudah akhirnya saya mengalah dan segera menghubungi guru gitar di sekolah musik. Untung, saja, boleh 1,5 jam mundur lesnya. Syukurlah.
Pada hari H, kami sudah datang 15 menit sebelum pukul 16.30. Iya, berkah menggunakan kompas dan memotong jalan melewati hutan membuat perjalanan jadi lebih cepat karena jika melewati jalan yang normal bisa muter-muter. Di hutan jalannya aspal tapi kalau musim salju pasti nggak boleh lewat karena jalannya kecil dan nggak ada yang menyapu salju di sana, bisa meluncur ke jurang!
Setelah duduk dan bercakap-cakap dengan pastor yang memang diundang untuk memberkati opa, bunyi bel pintu terdengar. Nggak ada yang bisa bukain pintu, saya putuskan berdiri menuju pagar. Ada tamu berdiri di depan rumah mertua.
Saya jabat tangan beliau.
"Selamat sore, saya Wali Kota sini." Pria dengan baju biru berjas biru gelap mengulurkan tangannya. Ia menutup pintu pagar yang saya buka barusan.
"Iya, Pak Wali. Saya sudah tahu." Hahaha... Pak Wali melongo. Memang kami sudah diberi tahu mertua bahwa wali kota akan datang. Hanya saja pasti beliau nggak nyangka saya datang. Lahhh, memang saya siapa atuhh? Nggak penting.
Tangan saya memberi kode mempersilakan beliau duluan untuk menuju pintu rumah, meski di Jerman masih ada nuansa lady first.
Begitu masuk rumah, beliau memberi salam kepada opa yang berulang tahun.
"Saya senang bahwa Anda masih sehat dalam usia 80 tahun. Wah, hebat ya. Saya dan staf memberi ucapan selamat kepada Anda. Kami ada sedikit hadiah berupa voucher belanja dari toko daging di kota kita dan sebuah kaleng makanan. Semoga berguna."
Wali kota kembali duduk ke kursi di seberang saya dan menikmati kue khas Jerman seperti Schwarzwald Torte, Marmor dan Erdbeer. Ending-nya, melahap irisan Vesper raksasa. Isinya bisa salmon, keju atau salami.
Hmm. Heran, dari jadwal 30 menit, pak wali duduk 1 jam atau 30 menit lebih lama. Jadi ingat jargon; kalau sudah duduk lupa berdiri. Saat pamit pulang ke rumah, ada percakapan singkat.
"Ketemu lagi 10 tahun lagi." Opa menjabat tangan pak wali.
"Tidak, saya nggak mau. Lima tahun lagi, ketika Anda berumur 85 tahun. Lalu mungkin 90 tahun dan 100 tahun."
"Dia nggak bakalan setua itu." Oma menimpali. Sebagai istri dari pasien langganan rawat inap setiap tahun sekali, ia pesimis dan miris.
"Ya, saya mau jaga kesehatan. Ketemu lagi 5 tahun lagi." Opa semangat. Tawanya menggelegar di ruangan yang pernah suami saya renovasi sendiri dengan tangannya itu.
Pak Wali kota pun tertawa. Saya ikut nimbrung tawa sambil mikir. Yahhhh, semoga Pak Wali masih menjabat, karena masa jabatannya nggak lebih dari 8 tahun dari sekarang, kecuali kalau terpilih lagi.
Dari tradisi masyarakat Blackforest yang baik dan unik itu, saya mencoba menelaah hikmah yang bisa saya petik.
Pertama, memotivasi orang untuk hidup sehat dan berumur panjang. Tidak hanya orang yang baru saja ulang tahun melewati umur 80 tahun tetapi juga orang lain di sekitarnya (bahkan wali kota sendiri, yang biasanya di kisaran umur 50-60 tahunan).
Umur urusan Tuhan. Negara Jerman yang penduduknya sejahtera dan dijamin negara, belum tentu membuat semua orang panjang umur kalau sering stres dan sakit-sakitan. Apalagi dengan Indonesia yang taraf hidup dan kesehatannya belum standar seperti di Jerman.
Banyak cara untuk hidup sehat dan panjang umur, selain mengkonsumsi makanan dan minuman sehat (nggak mesti banyak tapi cukup), juga istirahat teratur, rutin olahraga dan rajin cek kesehatan. Bisa?
Tante suami saya tahun ini sudah melewati umur 96 tahun, rahasia tante sudah saya bagi di sini. Suami saya ingin berumur 94 tahun. Saya sendiri geleng-geleng kepala mengetahui keinginanannya. Semoga di usia segitu tetap sehat bukan panjang umur tapi sakit-sakitan dan sendiri. Serem.
Waktu ditanya pengen sampai umur berapa, saya jawab nggak yakin, terserah Allah akan memberikan umur panjang kepada saya atau tidak. Karena buatan Indonesia, bisakah seperti made in Germany yang kebanyakan berumur panjang? Apakah tinggal di Jerman jadi ketularan berumur panjang karena cara hidup, alam dan makanan yang berbeda?
Nasehat suami pada saya supaya sehat dan bahagia sampai umur 90-an, "Jangan mempermasalahkan soal sepele dalam kehidupan sehari-hari. Let it be and let it goes." Yahhh, pak. Mana bisaaaaa? Belum sampai.
Hikmah berikutnya adalah apa yang dilakukan wali kota di Jerman Selatan itu menjadi teladan bagi wali kota Indonesia. Pastilah, pekerjaan wali kota 24 jam saja kurang waktunya. Yakin, yakin sekali. Wong pekerjaan ibu RT seperti saya saja nggak habis-habis, apalagi yang ngurusin penduduk banyak.
Tapi rupanya kalau terorganisir betul, wali kota Jerman ternyata tetap mampu menjangkau pekerjaan ekstra yang manusiawi dan pribadi seperti kunjungan ke rumah lansia yang berumur 80 tahun ke atas. Sepele tapi luar biasa dahsyat perasaan yang ada di dada penduduk.
Ya, berita baiknya, semakin banyak wali kota yang memotivasi warganya supaya berumur panjang, bisa jadi semakin panjang harapan hidup penduduk suatu negara.
Sayangnya, saking banyaknya penduduk berusia lanjut, piramida penduduk Jerman yang terbalik membuat negara segera memikirkan siapa yang akan menanggung mereka dan para pensiunan memohon perhatian lebih besar dari pemerintah karena merasa masih kurang uang pensiunnya.
Bagaimana ya, dengan Indonesia jika harapan hidup penduduknya semakin tinggi? Kalau Chairil Anwar ingin hidup 1000 tahun lagi. Anda kira-kira ingin sampai kapan?
Tetaplah sehat dan bahagia. Salam dari Jerman. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H