Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Berapa Tingkat Uji Kemahiran Bahasa Indonesia Anda?

8 November 2017   16:35 Diperbarui: 8 November 2017   19:14 7686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Huh, suaranya kenceng banget, buru-buru operator yang muda dan ganteng (mahasiswa HTWG) segera maju ke depan dan mengatasinya. Simulasi ujian pun dimulai. Pak Saufi mengamati layar komputer di depan beliau. Kami memandangi layar proyektor. Aturan mengerjakan UKB tertera di sana. Ada beberapa menit waktu untuk membaca pertanyaan sebelum percakapan dimulai. Sama seperti tes bahasa Jerman di Jerman.

Percakapan (dok.APPBIPA)
Percakapan (dok.APPBIPA)
Sebuah percakapan terdengar, antara seorang perempuan dan seorang laki-laki. Dari sana, banyak informasi yang harus diserap. Contohnya; berapa jumlah uang yang dibayarkan, berapa uang yang dikembalikan, apa reaksi si pria dan seterusnya. Menurut mbak Inna Herlina (dosen bahasa Indonesia di Berlin) dan saya, pak Saufi salah menjawab soal nomor satu. Harusnya Rp 100.000,00.

"Eh, itu salah yang nomor satu." Sebuah suara di sayap kanan terdengar.

"Ssssst ..." Yang lain di sayap kiri mengingatkan untuk tetap  tenang. Ini simulasi, layaknya ujian yang tidak boleh diganggu atau diintimidasi. Nggak boleh bocor.

Mana yang benar? (dok.APPBIPA)
Mana yang benar? (dok.APPBIPA)
Pemahaman teks (dok. APPBIPA)
Pemahaman teks (dok. APPBIPA)
Berikutnya, pak Saufi disuruh membaca sebuah teks dan menjawab pertanyaan dengan jawaban model pilihan dalam waktu 5 menit. Aduuuuh, cepat sekali. Saya, yang ikut mikir, sudah panik duluan. Tolonnnnnngg, oh, lontong! Kepala serasa jadi kelapa, nggelindingggg. Kepala diparut, kelapa digaruk. Hahaha.

Akhirnya, saking cepetnya simulasi, pak Saufi salah klik dan hasil tes berlalu. Yaaaah ... hanya bisa dilihat dalam sekian detik. Walahhh, tadi berapa, ya?

"Teman-teman ada yang sempat lihat, berapa skor pak Saufi?" mbak Ari bertanya pada kami.

"Santai saja, pak, pasti tadi "I"...." Seru seorang peserta wanita. "I", yang dimaksud adalah istimewa. Ujaran si mbak, disambut tawa lebar kami. Haaa ... iya, tadi nggak awas melihat layar. Konon, hanya ada 1-2 orang peserta UKBI yang selama ini berhasil mencapainya. Susah pakai banget.

"Benarkah?" Pak Saufi nggak percaya diri. Hihihi.

"Pasti sengaja, tuh, biar nggak ketahuan." Mas Erwin yang aktif di beragam ormas di Hamburg itu menyindir. Si mas yang lucu itu memang pandai bercanda. Hahaha ... lihatlah, pak Saufi malu lagi. Idih, merah padam.

Ya, ampun, betul. Tes UKBI memang butuh konsentrasi penuh dan pemahaman yang luas pada rekaman suara (percakapan), pertanyaan dan teks yang ada. Jadi, jangan meledek pak Saufi karena jangan-jangan kita sendiri lebih buruk dari beliau. Hihihi. Seperti halnya tes bahasa Jerman, tes bahasa Indonesia itu juga sangat terbatas waktunya. Nggak bisa lenggang kangkung lantaran berpacu dalam waktu. Selesai, tidak selesai, dikumpulkan. Setelahnya, meres otak, apa bisa mencapai skor yang diinginkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun