Hmm. Salah satu nasehat saya selain “Mulai nulis sekarang juga, kalau tidak sekarang kapan lagi?!“ adalah, “ngomonglah apa saja yang ingin kamu tulis, direkam lalu tulis dalam bentuk tulisan. Baca sekali lagi, edit supaya lebih halus, baca lagi.“ Jika sudah terbiasa melakukannya, pasti fasih kalau nulis langsung sesuai pikiran yang ada di kepala. Janji. Cieee.
Baiklah, Kompasianer ... sudah menulis apa hari ini? Jangan hanya nulis catatan uang/ pengeluaran atau utang saja, yaaaa. Hiks.
Kompasianer pernah mengalami depresi atau stress karena penolakan? Saya sering. Apakah saya menyerah? No, way. Justru itu cambuk untuk terus berusaha dan berdoa, mencapai yang diinginkan.
“Buku “Bertahan di Ujung Pointe“ baru terbit setelah 4 tahun lamanya, dari diterimanya naskah tahun 2010. Ada penolakan, diskusi, rewrite, pemotretan dan debat tim, yang barangkali untuk orang yang mudah putus asa, buku itu kandas di tengah jalan... begitu juga lika-liku buku “Exploring Germany“...“ Terang saya pada anak-anak PPI (Perkumpulan Pelajar Indonesia) Budapest yang mengerumuni saya. Awas-awaaaass... artis karbitan hadirrr. “Di mana?“ Hahaha ... Kalian lucu.
Mereka itu saya kompori untuk terus menulis di blog lalu dikumpulkan jadi buku. Semoga ada respon dan follow-up yaaaa. Jangan omong-omong kosong. Sehingga kedatangan saya untuk launching tidak hanya untuk saya sebagai penulis tapi juga keuntungan bagi PPI. Bakal ada buku baru mereka “Nano-Nano Beasiswa di Hongaria“. Tunggu yaaaa ... manis.
Pesan berikutnya pada mereka adalah, “jangan cepat menyerah.“ Hari ini nulis, besok mood-nya sudah amblas, besoknya lagi? Mana tahaaaaan?! Yahhh, nggak jadi nulis lah! Menulis itu harus dengan niat dan hati. Kalau tidak, ya nggak bisa. Tulisan butuh dicintai supaya ada jiwa dan buah pikiran yang diletakkan di sana, tidak sia-sia.
Sebagai orang Jawa, sudah diajari, dong untuk jadi model orang berhati baja dengan pepatah “rawe-rawe rantas, malang-malang putung“ jangan “rame-rame patas, datang- datang kepentung. Benjol.
Bahkan pak dirjen sendiri sudah wanti-wanti ke saya sebelum meninggalkan KBRI, “Kalau butuh apa-apa, hubungi saya... ini kartu nama saya.“ Lho, pak. Kann tadi sudah dikasih. Lupa yaaaa? Hahaha. OK, noted, beliau siap membantu. Siap, pak!
“... ada diaspora di sini yang jadi ibu rumah tangga? Profesi ibu RT itu 24 jam berat tapi sungguh mulia. Makanya, senangkanlah diri kalian. Jangan hanya shopping saja, temukan hobby sesuai passion. Yang suka masak bikin katering, yang suka nulis bikin buku kayak saya. Tidak semata-mata untuk profit materi tapi ingat ... buatlah diri kalian senang menjalaninya dengan penuh cinta setiap hari....“ Begitu antara lain isi sambutan saya di depan para tamu.