Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Diragukan Orang? Buktikanlah Bahwa Kita Bisa!

4 Oktober 2016   21:30 Diperbarui: 4 Oktober 2016   22:36 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari cerita saya di atas yang settingnya di negeri orang, Jerman, ada keinginan hati untuk mengajak teman-teman Kompasianer yang pernah atau sering diragukan orang lain untuk tidak cepat putus asa atau rendah diri. Kalau rendah hati, wajib itu yaaaa. Eh ... saya bukan motivator lhoooo, takut tumbang kena angin kenceng. Hanya berbagi pengalaman, barangkali bermanfaat atau menginpirasi karena diragukan atau direndahkan orang itu kejadian manusiawi. Rutin.

Begitulah. Memang hak orang lain untuk tidak mempercayai kemampuan kita, meragukan kita. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, tapi alangkah indahnya melihat ketidaksempurnaan dengan sempurna atau membuat ketidaksempurnaan menjadi sempurna bersama-sama. Romantissss.

Kalau orang Jerman bilang, “Ich vertraue was ich sehe.“ Dalam bahasa Indonesia, mirip dengan; saya akan akan percaya kalau ada bukti. Kalau nggak ada foto berarti hoax (?). Ups!

Jangan lupa, kewajiban kita untuk membuktikan kepada orang lain bahwa kita BISA! Hanya butuh waktu, kesungguhan hati dan kesabaran untuk membuktikannya. Mau? Harus mauuuu! Bisa? Harus bisa! Saya yang sak upil saja mau dan bisa, apalagi Kompasianer, nih. Kalau sudah ada kewajiban, dilaksanakan dengan baik dan benar. Jangan setengah-setengah.

Awal-awal kedatangan di Jerman, tidak begitu mudah melamar jadi guru, harus bisa bahasa Jerman dulu. Komunikatif, ya. Syukurlah, akhirnya diterima di bimbel dan LPK VHS Jerman itu. Lumayan, daripada tidak dibutuhkan (xixixixi, balang sandal).

Gembira sekali bahwa semester ini, bos VHS mengirim surat dengan pernyataan honor (bukan gaji)  saya 1,5€/jam lebih banyak dari semester lalu di tahun yang sama. Nggak salah, bos? Padahal sejak awal mengajar, saya sudah digaji 1€/jam lebih banyak dari teman-teman pengajar lainnya yang orang Jerman. Bukankah itu sebuah penghargaan dari lembaga bahwa saya berhasil membuktikan; meski saya lulusan bahasa Inggris universitas negeri di Indonesia, walaupun orang asing dari Asia dan bukan penutur asli, ada kepercayaan dari murid dan lembaga supaya saya (orang Indonesia) tetap mengajar bahasa Inggris di sana.

Bagaimana dengan kisah Kompasianer?  Mungkin Kompasianer pernah direndahkan tulisannya, pernah direndahkan masakannya, hasil fotonya diejek, pernah direndahkan kemampuan melukis atau apa saja deh, yang berhubungan dengan talenta. Apa yang terjadi dan bagaimana reaksi Kompasianer untuk membuktikan bahwa sudah ada usaha maksimal dalam hidup? Ayo, dibagi, supaya kita di Kompasiana saling menyemangati bukan saling memusuhi atau menyebar virus iri dengki.  Rugi.(G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun