Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lestarikan Lebah dengan Menanam Mawar

11 Juli 2016   16:50 Diperbarui: 11 Juli 2016   17:11 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lavendel dan lebah Hummel (do.gana)

“Mawar berduriiii ... kini ku pergi, dengan membawa lukaaa di hatiku...“ Kalau Kompasianer kenal dengan potongan syair lagu itu, pasti ingat penyanyi Indonesia Tetty Kadi yang beken di masanya. Lagu itu pernah membekas di hati saya waktu masih SMA. Cieeee ... saya dulu gadis berselera oldie goldie.

Mawar dan lebah Wespe (dok.Gana)
Mawar dan lebah Wespe (dok.Gana)
Mawar, bunga yang ngetrend di hari lebaran

Mawar. Bunga yang indah, kadang wangi, dengan beragam ukuran, punya duri itu pasti beken di saat lebaran. Iya, untuk nyekar, tradisi ziarah kubur para leluhur, saudara, teman, kerabat, tetangga yang sudah menyatu dengan tanah. Bunga mawar itu ada yang sudah pudar, ada yang menyatu jadi satu mahkotanya. Saya ingat betul, penjual kembang mawar di dekat makam Kalisari, Semarang. Diwadahi besek, keranjang dari bambu bunga-bunga itu mengantar wangi sampai ke hidung umat yang hilir mudik  merayakan hari raya bersama keluarga besar.

Ibu saya biasa beli dua keranjang untuk kami sekeluarga. Saya tujuh bersaudara. Masing-masing bisa mengambil segenggam dua genggam mawar untuk disebar di atas tanah makam di masing-masing nisan. Kami doakan para arwah agar tenang dan mendapat jalan terang. Bagi yang hidup, ziarah mengingatkan akan takdir mati, agar mengisi hari dengan hal-hal yang baik dan terpuji agar jadi bekal di akhirat nanti. Kangen masa kebersamaan yang indah di sana ....

Lavendel dan lebah Hummel (do.gana)
Lavendel dan lebah Hummel (do.gana)
Tanam mawar, selamatkan lebah!

Suka atau sering beli mawar? Beli, tanam sendiri! Mudah dan bisa gratis.

Ceritanya, waktu remaja, saya pernah bermimpi punya kebun mawar. Artinya, kebun-kebun  ingin saya tanami banyak mawar biar indah dan wangi. Mimpi itu semakin kuat ketika pertama kali melihat taman mawar yang luas di pulau Mainau di daerah Bodensee. Tempat wisata yang sejam dari rumah itu tak hanya dipenuhi bunga mawar tapi bunga yang lain. Mawar tentu saja jadi fokus saya. Aduhhhhh exciting banget berada di sana, memandangi mawar beragam warna dan spesies. Ada Edel, hybrida sampai Klettern, merambat. Ditambah, mawar jamak ditemukan di kebun rumah tangga-rumah tangga.

Rupanya setelah berpuluh-puluh tahun, mimpi itu terwujud. Kami punya kebun yang bisa ditanami mawar. Iya, di Jerman. Padahal, awalnya sudah pesimis. Bisa hidup nggak mawarnya? Bisa wangi nggak mawarnya kayak di Indonesia?  Durinya kann bahaya, bisa berdarah kalau kecocok. Yup. Tidak akan pernah tahu kalau tidak pernah mencoba. Saya mencobanya dan berhasil! Mulai dari hasil beli di toko bunga dengan kisaran harga 1 € (batang) sampai 30€ an (sudah tinggi dan berbunga). 

Dari perjalanan menanam dan merawat mawar, saya punya ide nyetek (stek mirip cangkok). Caranya; memotong batang yang kuat dan besar dari mawar yang sudah ada atau milik teman, tetangga atau kenalan, merendamnya di dalam air semalaman, menanamnya di dalam pot plastik kecil, disiram setiap hari sampai beberapa minggu kemudian ketika sudah kuat menyatu dengan tanah/tidak goyang langsung dipindah  ke dalam tanah. 

Paling cocok di musim semi karena tanah masih basah dari salju, temperatur sedikit meninggi dan sinar matahari mulai panas. Meskipun beberapa kali saya coba di musim panas ada yang gagal ada yang berhasil juga. Kata orang, tangan saya hijau “Grüne Daumen“ karena mampu menanam hingga merawat mereka. Uhukkkk. Berharap bisa bikin buku tentang mawar suatu hari nanti karena sudah ada paling tidak hampir 30 mawar yang bisa dibagi.

lebah10-57836b338f7a613406a62e04.jpg
lebah10-57836b338f7a613406a62e04.jpg
lebah6-57836b0ef29273900ce800ca.jpg
lebah6-57836b0ef29273900ce800ca.jpg
Oh ya. Rupanya, dari hasil menanam mawar dan mekar banyak bunganya, mengundang para lebah untuk datang dan menghisap sari, lho. Sama saja dengan menampik anggapan terdahulu media massa Jerman yang geger panik jumlah lebah yang menurun  dan mengancam populasi lebah punah. Saya tidak pakai pestisida untuk mengusir kutu mawar atau daun yang berkarat. Siram pakai sisa air dari mesin pengering baju atau dari air berendam, yang biasanya ada sabunnya. Rutin.

lebah9-57836af35a7b6178081896fd.jpg
lebah9-57836af35a7b6178081896fd.jpg
lebah5-57836acfbd22bd9b06ac1b4d.jpg
lebah5-57836acfbd22bd9b06ac1b4d.jpg
Nahhh ... Mananam mawar berarti memberi kesempatan para lebah untuk banyak kumpulin bahan pembuat madu kan? Seru sekali mengamati mereka pagi-pagi. Mulai dari Wespe, lebah kecil yang sengatannya luar biasa. Ada lagi Hummel, si lebah segaban yang mukanya serem dan tentu lebah madu! Para lebah itu tampak gembira dengan beterbangan menyanyikan “Sum ... sum ... sum ...“, beterbangan di sekitar bunga dan anak-anak bilang mitos Jerman „Ich bin nicht süß“ atau „Saya tidak manis“ karena takut dientup, disengat lebah.

lebah8-57836ab71793739a083d3272.jpg
lebah8-57836ab71793739a083d3272.jpg
Lebah dan madu, seperti mimi dan mintuna. Sebagai penikmat madu (untuk campuran teh dan jamu), saya senang bahwa hobi saya tak hanya membuat hati saya berbunga-bunga dan orang-orang yang menghirup bau atau memandang keindahan bunganya; merah, kuning, oranye, merah muda, lila dan puti terpesona tapi juga para kumbang berdatangan menghisap madu. Hmmm ... indahnya alam Sang Pencipta. 

Ya, sudah jangan melamun membayangkannya saja. Mari menanam mawar dan lestarikan lebah di bumi ini. Masih ada waktu.(G76)

lebah7-57836a8d1d23bd4e16c88157.jpg
lebah7-57836a8d1d23bd4e16c88157.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun