“Selamat pagi semuanya“ Selasa pagi. Saya sapa murid-murid Volkshocschule. Seperti biasa, mereka akan belajar bahasa Inggris. Hari itu, hari terakhir semester musim dingin. Akan dilanjutkan bulan Maret untuk semester musim semi.
“Pagiii ...“
“Hari ini hari terakhir kita belajar bahasa Inggris. Untuk merayakannya, saya sudah sedia dua termos jamu dan makanan. Kita nikmati 15 menit sebelum pulang ya. Nggak papa kan.“
“Ohh yang kayak kemarin waktu acara Indonesia ya? Saya suka yang kuning.“ Seru Eva, yang duduk dekat Franzy, pemilik sebuah peternakan di Buchheim. Dia memang nggak suka yang pedes.
“Betul. Enak kan?“ Buku acuan saya buka, para murid menutup bukunya. Hari itu bercakap-cakap tanpa melihat buku panduan. Sejauh mana mereka menyerap ilmu?
Ah, ya, waktu berjalan cepat. Sudah satu setengah jam. Pada saatnya, saya seduh dalam gelas plastik untuk mereka. Mumpung masih anget. Maklum, di luar, masih dingin! Ada yang minta pedes, saya kasih beras kencur. Kalau yang suka manis dapat kunir asem. Sambil ngobrol, kami minum dan makan kue lapis dan kacang atom.
Nah ... itu tadi contoh saat-saat saya mengajak penduduk Jerman minum jamu Indonesia. Rupanya tetap disuka. Nggak hanya orang Jawa kan yang menyenanginya? Selain unik, bikin sehat.
Berikut adalah jamu yang dikenal penduduk Jerman (yang saya kenal selama ini);
1. Jahe Anget
Nama ilmiah: Zingiber officinale. Rimpang Jahe atau teh dengan kantung kecil, biasa dijual di toko atau swalayan di Jerman pada musim dingin. Kabarnya, ini adalah penolak biar tidak sakit, badan segar dan hangat selama Winter. Jamu tolak angin tanpa kimia.
Untuk konsumsi rimpang, mereka biasa merebus jahe setelah dikupas kulitnya dan diris tipis-tipis. Airnya diminum hangat-hangat. Rasanya memang pedas kan? Tapinya kebiasaan orang Indonesia, gulanya lebih banyak dari rasa pedasnya hahahaha ... Jadi malu.