“Kamu kann penulis ... bukumu sudah banyak, bisa diceritakan atau buku lain yang berkenaan dengan Indonesia yang sudah diterjemahkan ke bahasa Jerman, terserah.“ Begitu kata mbak Andi.
Saya bingung. Terjemahan? Mana bisa? Tak ada satupun buku saya yang diterjemahkan ke bahasa Jerman. Belum, nggak tahu kapan. Terus bagaimana donggggg? Sedang buku Indonesia yang diterjemahkan ke bahasa Jerman saya gak punya ....
Akhirnya, sepakat, pakai bukunya Andrea Hirata koleksi mbak Andi Nurhaina, yang sudah ada terjemahan bukunya (dalam bahasa Jerman). Tinggal baca.
Saya yang baca dengan bahasa Indonesia, mbak Andi dengan bahasa Jermannya. Yaaaa ... saya malu, bahasa Jermannya jelek. Andai saja saya tak jadi datang, mbak Andi yang membacakan keduanya. Tidak ... saya nggak boleh mundur.
Taraaaaaaa. Di atas sofa merah itulah akhirnya, kami berdua mengawali acara yang dihadiri sekitar 25 orang Jerman dan para pendatang (dari berbagai negara). Tentu saja setelah acara dibuka oleh dua perempuan dari perpustakaan Konstanz sebagai penyelenggara sekaligus sebagai yang menerima tamu.
Jujur, saya hanya pernah melihat film “Laskah Pelangi“ dan membaca resensinya saja. Memegang dan membaca bukunya, ya baru pertama kali itu! OMG. Itupun di depan publik Jerman bukan di Indonesia.
Ya. Tetap ada rasa senang saat membacanya ... bahwa bahasanya masih bisa saya cerna. Bahwa saya masih mengerti. Buku itu mengingatkan saat saya remaja, membaca buku “Azab dan Sengsara“ punya HB Jassin. Ada kesan Melayu di sana.
Kadang, saya tatap mata hadirin dan sedikit memberi tekanan pada suara. Memang mereka tak paham bahasa Indonesia, tapi dari mimik serta tone suara pastilah mereka bisa merasakan sedikit....
Apalagi ada blah-blah dari mbak Andi dalam bahasa Jerman. Lengkap sudah.