Kain batik yang sudah diwiru (dilipat kecil memanjang, vertikal) pemberian kompasianer Sri Sulastri aka mbak Ncul sudah saya siapkan. Termasuk kendit model tempel biar singset dan langsing, dalaman kemben yang bahannya kaku demi feminitas (xixi), kain oranye tadi sebagai pemanis dan sabuk hitam dengan payet emas.
Sebenarnya, waktu pentas, saya memang mau pakai kemben tapi kok punyanya warnanya pink, maunya kuning atau hijau, kek. Ya, sudah, saya ambil batik warna oranye saja dari almari. Biar bisa kawin sama warna kuning dari selendang.
Sampur atau selendang yang diselempangkan di pundak kanan, dijepit dengan bros, melingkar ke pinggang ke arah kiri lalu dikaitkan dengan peniti di bagian pinggang kiri, biar mudah untuk dikebyakke, gerakan membuang selendang.
Halahhh ... biasa yang dandani salon, dandan sendiri sudah keringetan meski belum nari.
Belajar Gambyong dari youtube
Kok, saya bisa nari Gambyong? Ya, belajar dong. Dari youtube! Kalau sanggar mana ada di Jerman? Sanggar saya sudah tutup. Hahaha.
Untungnya, lantaran sudah pernah belajar dan menarikan tari bondan dan golek manis waktu sekolah (TK-SMA), belajar Gambyong kilat nggak ribet. Lihat saja, banyak kok gerakan yang mirip seperti ukel (pergelangan tangan meliuk, bergerak melingkar), trisik (berjalan, berpindah posisi kaki dengan tetap menjamah lantai), mentang (kedua tangan meregang, seblak sampur (membuang selendang ke samping), mendak (posisi kedua lutut merendah) dan masih banyak lagi.
Berapa lama belajarnya? Kira-kira 3 bulanan lah.
Pertama terbiasa mendengarkan musiknya dulu. Sambil setrika lah, sambil bersih-bersih lah, sambil memasukkan cucian lah atau pas nulis.
Kedua, melihat tariannya secara detil dan mencocokkan dengan musik yang kita ingat. Kalau “tung“ tuh begini gerakannya kalau pas “tak“ tuh begono gerakannya. Dan seterusnya ....
Ketiga, bener-bener praktek dengan tetap melihat youtube.