Sabtu, 20 Juni 2015 mulai pukul 10.00-17.00 digelar Flohmarkt, pasar barang bekas di Weimarstraße, Tuttlingen.
Yaaa ... paling senang mengunjungi pasar bekas itu untuk mencari barang antik. Jadi setelah mengantar anak klub renang pagi-pagi, kami pun ke sana.
Cuaca memang kurang mendukung, mendung tapi untung tak tak berarti hujan. Stand yang dimulai dari seberang jembatan Donau sampai dengan alun-alun kota tampaknya akan tetap selamat diguyur hujan. Tenda telah dipasang di setiap stand. Aman.
Jalanan tampak sesak, sementara beberapa penjual sedang melayani pembeli. Nyang-nyangan, menawar harga yang ditetapkan agar turun sedikit hingga terbeli. Beberapa penjual lainnya nampak termangu karena tidak ada yang tertarik untuk bertanya. Hanya looking-looking saja.
Tangan saya digenggam erat suami. Katanya sih, takut hilang. Halah, alasan, paling takut buang uang ....
Kami berdua seperti serdadu Jepang berjalan, cepat sekali, tak biasanya. Sampai suatu ketika, tangannya dilepas karena HP berbunyi, rupanya ada teman yang menelpon dan mengatakan ia juga ada di tempat. Mau ketemuan. Horeee ... tangannya lepas, segera saya lihat-lihat stand sendiri.
“Kamu senang sama anting-anting itu ya?“ Seorang pria bertopi sedang merapikan meja standnya. Ia menyapa saya yang sedang menimang-nimang anting-anting panjang.
“Iya, cantik.“ Senyum saya mengembang, sembari mengembalikan anting ke mejanya. Sengaja memang tidak tanya berapa harganya karena memang merasa tidak harus membelinya. Sudah punya banyak.
“Nah, kalau kamu suka, ambil saja.“ Penjual berhenti merapikan meja dan berdiri di tengah-tengah.
“Ambil?“ Heran. Sungguh tak mengerti mengapa saya harus mengambilnya? Bukankah tadi saya tidak tanya?
“Iya, hadiah buat kamu dari saya.“ Si pria menatap saya sambil tersenyum. Yang ditatap, saya, bengong. Tak berapa lama kemudian, mengambil anting dan pergi.
“Terima kasih, ya.“ Ketika meninggalkan stand itu, saya berdoa agar si penjual laris manis. Kan tadi sudah kasih hadiah, saya balas dengan doa boleh kann?
Dari belakang, suami membuntuti. Rupanya sudah kelar. Oh, dia tidak sendiri. Ada dua orang kawan yang ikut. Yang telpon tadi itu, lho.
“Sudah dapat apa, buk?“ Belahan jiwa saya mau tahu berita terkini selama sekian menit tidak bersamanya.
“Anting-anting ...“ Barang saya tunjukkan.
“Waduuuuh, sudah punya banyak di rumah kan, buk?“ Keningnya ditepuk dengan tangan gaban.
“Jangan khawatir, pak, gratis. Tadi penjualnya kasih hadiah, kok.“ Begitu bangganya wanita seperti saya kalau dapat barang murah apalagi ... gratis. Betul?
“Ah, dasar kamu. Bling-bling, ya?“ Suami meledek. Padahal sumpaaaah, saya kenal orangnya saja nggak.
“Nggak, kok, pak. Mungkin karena tampang kelihatan kasihan, makanya dikasih ini.“ Kami pun ngakak bersama. Geleman? Ah, ya ... rejeki tak boleh ditolak. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H