“Iya, cantik.“ Senyum saya mengembang, sembari mengembalikan anting ke mejanya. Sengaja memang tidak tanya berapa harganya karena memang merasa tidak harus membelinya. Sudah punya banyak.
“Nah, kalau kamu suka, ambil saja.“ Penjual berhenti merapikan meja dan berdiri di tengah-tengah.
“Ambil?“ Heran. Sungguh tak mengerti mengapa saya harus mengambilnya? Bukankah tadi saya tidak tanya?
“Iya, hadiah buat kamu dari saya.“ Si pria menatap saya sambil tersenyum. Yang ditatap, saya, bengong. Tak berapa lama kemudian, mengambil anting dan pergi.
“Terima kasih, ya.“ Ketika meninggalkan stand itu, saya berdoa agar si penjual laris manis. Kan tadi sudah kasih hadiah, saya balas dengan doa boleh kann?
Dari belakang, suami membuntuti. Rupanya sudah kelar. Oh, dia tidak sendiri. Ada dua orang kawan yang ikut. Yang telpon tadi itu, lho.
“Sudah dapat apa, buk?“ Belahan jiwa saya mau tahu berita terkini selama sekian menit tidak bersamanya.
“Anting-anting ...“ Barang saya tunjukkan.