Mohon tunggu...
Gaby Bombang
Gaby Bombang Mohon Tunggu... Lainnya - https://gabybombang.com

Writing any topics from serious issue to simple and honest review about beauty products

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hentikan Penjualan Insani

17 Januari 2017   00:44 Diperbarui: 17 Januari 2017   01:18 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masih dalam suasana tahun baru 2017, seorang  pria ditangkap oleh Satuan Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri di Malaysia. Dia menjadi tersangka pelaku perdagangan warga negara Indonesia di negeri jiran tersebut.

Kasus perdagangan orang memang bukanlah hal yang baru bagi Indonesia. Sampai tahun 2016, telah ada 199 pelaku TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dihukum oleh pemerintah, 5.668 Warga Negara Indonesia menjadi korban perdagangan orang di luar negeri, serta 441 korban TPPO telah disediakan tempat perlindungan sementara dan pelayanan untuk pemulihan yang semuanya dari pemerintah.

Siapa yang tidak tergiur dengan tawaran bekerja di luar negeri, apalagi jika diimingi dengan gaji yang lumayan. Dengan latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang kurang memadai, tentunya hal ini menjadi kesempatan luar biasa. Biasanya, anak-anak perempuan di desa menjadi sasaran empuk bagi pelaku TPPO untuk melancarkan aksinya.

Menurut Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA), TPPO merupakan kejahatan yang sangat serius terhadap kemanusiaan, suatu bentuk perbudakan modern yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan pelanggaran berat terhadap Hak Asasi. TPPO tidak saja melibatkan mafia yang bisa jadi orang terdekat korban sampai mafia internasional sehingga TPPO dikategorikan sebagai kejahatan transnasional.

TPPO atau human trafficking dapat diartikan sebagai kegiatan ilegal yang meperdagangkan manusia dengan tujuan reproduksi perbudakan, eksploitasi seksual komersial, kerja paksa atau bentuk perbudakan modern lainnya.

Kasus perdagangan manusia kini masih marak terjadi dengan berbungkuskan berbagai modus. Mirisnya, masih saja banyak masyarakat yang tertipu. Alih – alih mendapat pekerjaan layak dengan gaji besar, mereka justru menjadi korban yang nasibnya memprihatinkan.

Ada berbagai faktor yang menjadi  penyebab terjadinya perdagangan manusia, selain karena kebutuhan juga karena minimnya pengetahuan masyarakat mengenai hal ini. Banyak warga yang bahkan tidak tahu bahwa perjanjian yang mereka setujui akan membawa malapetaa bagi hidup mereka. Dengan dalih membantu memperbaiki nasib, para pelaku memakai cara cerdik untuk menipu korbannya demi keuntungan pribadi.

Melawan Kejahatan

Merosotnya nilai – nilai etika, moralitas dan spiritual semakin mendorong meluasnya tindak kejahatan termasuk perdagangan manusia. Anak – anak lebih banyak menghabiskan waktunya di dunia internet dan membuka situs yang tidak seharusnya mereka buka. Oleh karena globalisasi, mereka tidak lagi hidup di zaman di mana budi pekerti ditanamkan sejak bangku sekolah dasar.

Kebutuhan para remaja pun semakin kompleks. Tidak heran jika ada saja anak muda yang tega menjual temannya sendiri demi keuntungan pribadi.

Belum lagi ditambah dengan kondisi ekonomi keluarga yang tidak mencukupi. Hal ini bisa menjadikan sebuah ‘motivasi’ bagi anak maupun anggota keluarga lain untuk rela menjual dirinya demi kehidupan yang lebih baik. Akibatnya, bukan malah menjadi lebih baik tapi justru semakin menambah beban keluarga saat mereka menjadi korban TPPO dan dinyatakan hilang atau bahkan meninggal.

Keluarga menjadi titik awal terjadinya perdagangan manusia. Terbatasnya pengetahuan, keterbatasan pendidikan, minimnya informasi, kemiskinan serta tidak memiliki kesempatan kerja menyebabkan besarnya potensi anggota keluarga terlibat dalam TPPO, baik itu sebagai pelaku maupun sebagai korban.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa keluarga merupakan organisasi terkecil dalam sebuah masyarakat. Sehingga untuk menganalisa fenomena perdagangan manusia ini bisa dilihat dari sisi sosiologi.

Secara sosiologi, kejahatan disebabkan karena kondisi dan proses sosial yang sama, yang menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, ada hubungan antara jenis angka kejahatan dengan jenis organisasi sosial di mana kejahatan tersebut terjadi. Kedua, proses yang menyebabkan seseorang menjadi penjahat. Hal ini termasuk ke dalam sosial psikologis, seperti konsep diri, asosiasi deferensial, proses imitasi dan kekecewaan yang agresif sebagai proses yang melatarbelakangi seseorang untuk menjadi penjahat.

Menurut E. H. Sutherland, seseorang yang berperilaku jahat sama dengan yang tidak berperilaku jahat. Dengan kata lain, perilaku jahat didapatkan dari hasil interaksinya dengan orang yang berperilaku  tidak sesuai dengan norma yang ada. Hal ini disebut dengan Differential Association Theory karena yang dipelajari dalam proses tersebut sebagai akibat dari interaksi pola perilaku jahat (Sutherland, E. H., 1947).

Selanjutnya dikatakan bahwa bagian pokok dari pola perilaku jahat dipelajari dalam kelompok kelompok kecil yang bersifat minim.  Alat komunikasi tertentu sepeti buku, surat kabar, film, televisi, radio, memberikan sugesti kepada setiap individu untuk menerima atau menolak pola perilaku jahat. Jadi, peran media cukup crucial dalam hal ini.

Untuk mengatasi masalah kejahatan, selain tindakan prefentif dapat pula diadakan tindakan represif antara lain dengan teknik rehabilitasi. Menurut Cressey ada dua konsepsi mengenai teknik dalam melakaukan rehabilitasi (Cressey, Donald. 1980) yang pertama yaitu menciptakan sistem dan program yang bertujuan untuk menghukum orang jahat yang bersifat reformatif, misalnya hukuman bersyarat, hukuman kurungan, serta hukuman penjara. Kedua, lebih ditekankan pada usaha agar penjahat dapat berubah menjadi orang biasa atau yang tidak jahat. Selain itu dalam UUD juga dijelaskan tentang hak asasi manusia yang secara khusus terdapat pada Pasal 28.

Dari dasar tersebut menyatakan bahwa manusia berhak untuk dilindungi dari segala ancaman termasuk dari ancaman perdagangan manusia dan berlaku tindakan tegas bagi para tersangka tindak perdagangan manusia.

Pentingnya peran pemerintah dalam menanggulangi masalah ini menjadi fondasi yang kuat. Terjaminnya pendidikan gratis dan mudah diakses di seluruh daerah akan membuka jendela baru dunia bagi masyarakat pedesaan. Ini bukan bicara soal jangka pendek, melainkan solusi jangka panjang. Baik bagi para korban maupun bagi masyarakat biasa. Pendidikan yang layak akan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berpengetahuan, sehingga memperkecil kemungkinan untuk tidak mendapat pekerjaan dan ditipu oleh oknum tertentu. Ditambah dengan penanaman budi pekerti, nilai – nilai etika, moralitas dan spritual yang kuat pada kurikulum akan menjadikan anak – anak bangsa yang berkredibilitas tinggi.

Selain pendidikan bagi anak-anak, pelatihan juga diperlukan bagi para wanita maupun pria. Mereka yang sudah masuk kategori usia dewasa dapat dilatih mengenai beberapa keterampilan tertentu, sehingga mereka bisa memanfaatkannya untuk menjadi lebih produktif.

Selanjutnya, perlindungan bagi para korban. Korban bisa saja laki-laki dan perempuan. Namun, mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak. Untuk itu, diharapkan baik bagi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat atau masyarakat itu sendiri agar bisa turut berpartisipasi dalam memberi perlindungan bagi korban TPPO.

Kebanyakan korban yang sudah diselamatkan dan dibawa pulang dari luar negeri maupun dalam negeri, ditampung terlebih dahulu di suatu tempat. Tidak jarang, tempat penampungan kurang memadai sehingga membutuhkan lebih dari satu tempat.

Pemerintah juga diharapkan bisa terus mengupayakan penegakan undang-undang TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dengan sanksi hukuman yang berat sehigga bisa menimbulkan efek jera bagi para pelaku.

Sejalan dengan program Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yaitu Three Endsyang terdiri dari End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak), End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia) danEnd Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi). Diharapkan agar fenomena perdagangan manusia ini bisa menjadi perhatian khusus pemerintah bukan hanya karena menyangkut Hak Asasi Manusia, tetapi lebih kepada tanggung jawab negara terhadap rakyatnya.

Human trafficking bukan hanya tugas Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak, bukan hanya tugas LSM tertentu, tapi ini tugas bersama. Masyarakat diharapkan agar lebih aware dengan lingkungan sekitar. Jika ada yang mencurigakan, segera laporkan ke pihak polisi atau pihak yang berwajib.             

Sudah saatnya masyarakat tidak lagi sibuk dengan kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan lingkungannya. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa kejahatan terjadi karena hasil interaksi dari pola perilaku di masyarakat. Untuk itu, sebaiknya nilai – nilai kebaikan dan penjagaan akan akhlak yang baik di tengah – tengah warga harus dikembalikan lagi.

Tidak ketinggalan peran aktif media. Sebaiknya media bisa lebih bijak lagi dalam menyebarkan informasi, baik itu mengenai hiburan maupun tayangan – tayangan lain. Jangan sampai kejahatan justru dipelajari dan ditiru oleh anak melalui media.

Media juga diharapkan untuk tidak semena – mena dalam menyebarkan profil mengenai korban TPPO. Ini nantinya justru akan membuat korban semakin terpuruk karena keadaannya diketahui oleh seluruh masyarakat. Oleh karena itu, bijaklah dalam menyebarkan berita. Media sebagai penghubung masyarakat dengan pemerintah serta masyarakat dengan masyarakat, sangat disayangkan apabila hakikat ini  bergeser atau bahkan dikesampingkan demi mengejar profit semata.

Kini waktunya Indonesia bergerak untuk mengatasi masalah ini. Baik pemerintah maupun masyarakat sama – sama memiliki peran penting. Jangan sampai masih ada di antara 255 juta warga Indonesia yang dieksploitasi dan diperdagangkan demi ketamakan pihak tertentu.

Manusia bukan barang ataupun produk. Jika manusia memperdagangkan sesamanya, sama saja dia melecehkan dirinya sendiri. Melawan TPPO berarti memanusiakan manusia. Pada akhirnya, ini adalah perang bersama untuk mengembalikan harkat dan martabat diri sendiri dan sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun