Mohon tunggu...
Pendidikan

Selamatkan Keanekaragaman Hayati Indonesia!

30 Agustus 2018   00:47 Diperbarui: 30 Agustus 2018   01:03 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksplan direndam dengan bahan kimia sterilan sehingga mikroba yang mengganggu eksplan dalam proses kultur jaringan mati. Multiplikasi kemudian dilakukan setelah sterilisasi selesai. Selama multiplikasi, calon tanaman diperbanyak dengan menanam eksplan pada media yang dibuat dari agar-agar dan sudah diperkaya dengan unsur mikro dan makro maupun hormon pertumbuhan lainnya. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan di laminar flow sehingga kemungkinan terjadinya kontaminasi pertumbuhan eksplan dapat dicegah.

Kelima, dilakukan pengakaran atau munculnya kalus pada eksplan yaitu pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Subkultur dapat dilakukan beberapa kali sampai kalus tumbuh menjadi plantlet. Dan yang terakhir, aklimatisasi untuk memindahkan eksplan yang sudah menjadi plantlet keluar dari ruang aseptic ke bedeng. Akar plantlet dicuci sampai bersih lalu ditanam dalam pot-pot kecil. Pot-pot kecil tersebut tidak dikenai sinar matahari secara langung, bila sudah tumbuh kuat baru tanaman ditanam di lahan pertanian atau tanah dan boleh terkena sinar matahari secara langsung.

Teknik kultur jaringan memiliki banyak manfaat antara lain kita dapat mendapatkan bibit setiap saat dan dapat dilakukan sepanjang tahun atau tidak bergantung pada musim. Bibit-bibit yang diproduksi tersebut dihasilkan dalam jumlah yang banyak dalam waktu yang relatif cepat. Semua bibit yang dihasilkan mirip seperti induknya.

Dengan menggunakan organ tertentu, bibit-bibit yang dihasilkan dapat terbebas dari penyakit. Untuk mengangkut bibit-bibit tersebut biayanya lebih murah dan mudah. Selain itu dalam proses pembibitannya dapat terbebas dari gangguan hama, penyakit dan gangguan lingkungan lainnya. Kultur jaringan juga sangat berguna untuk menjaga kelestarian tanaman terutama tanaman yang terancam punah atau langka. Dalam bidang farmasi, kultur jaringan dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder dan senyawa tersebut didapat segera tanpa perlu menunggu tanaman tumbuh dewasa.

Tentu saja teknik ini tidak hanya memiliki sisi positif. Kultur jaringan juga mempunyai beberapa kerugian. Kerugian-kerugian tersebut antara lain bibit hasil yang rentan terhadap hama penyakit, teknik kultur jaringan yang dianggap mahal serta sulit terutama membutuhkan modal awal untuk laboratorium khusus, teknisi yang handal diperlukan agar pengerjaan teknik kultur jaringan memuaskan, dan akar produk kultur jaringan yang tidak kokoh.

Selain yang sudah disebut, kultur jaringan dapat menjadi kerugian terutama bila digunakan oleh orang yang salah. Negara-negara maju dapat mengambil sample dari suatu tumbuhan dan plasma nutfah yang dimiliki negara lain. Sample-sample tersebut dibawa kembali ke negara maju tersebut. Hal itu disebut sebagai biopiracy yang secara umum berarti praktik eksploitasi sumber daya alam dan pengetahuan masyarakat mengenai alamnya tanpa izin dan pembagian manfaat.

Secara garis besar istilah tersebut merujuk pada pencurian materi genetik untuk kepentingan komersial dan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Enny Sudarmonowati, Seputi Bidang Ilmu Pengetahuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyatakan bahwa hingga saat ini belum kepastian berapa banyak potensi hayati yang dicuri oleh peneliti dari luar negeri yang kemudian dipatenkan di negeri mereka. Modus yang digunakan para peneliti asing ini untuk mendapatkan sampel adalah menjadi wisatawan dan masuk ke dalam taman nasional untuk berwisata lalu mengambil sampel dari akar, daun, kulit kayu, batang, hingga tanah.

Tindakan biopiracy inilah yang merugikan negara yang diambil sampel tanamannya. Dalam ulasan kali ini adalah Indonesia. Menurut data dari www.greeners.co yang diambil dari data LIPI pada tahun 2011, Indonesia memiliki 6.000 jenis tanaman bunga liar maupun yang dipelihara. Dari data milik Kemeterian Lingkungan Hidup pada tahun 2013, luas wilayah Indonesia sebesar 1,3% dari luas permukaan bumi yang juga berisi keanekaragaman hayati yang cukup tinggi hingga mencapai angka 17% dari seluruh jenis makhluk hidup yang ada di bumi.

Di dalam keanekaragaman hayati tersebut terdapat lebih dari 28.000 jenis tumbuh-tumbuhan , terdapat 400 jenis buah-buahan asli Indonesia yang bisa dimakan dan memiliki manfaat. Indonesia juga kaya akan jenis tanaman obat sebanyak kurang lebih 7.500 dan merupakan 10% dari tanaman obat yang ada di dunia.

Sangat disayangkan apabila keanekaragaman hayati negara Indonesia diambil sampelnya dan dipatenkan oleh negara lain melalui teknik kultur jaringan. Dengan dipatenkannya dan dikomersialkannya tanaman tersebut, negara-negara asing dapat mendapatkan keuntungan yang besar. Hal tersebut tentunya akan sangat merugikan Indonesia sebagai negara asli penghasil tanaman tersebut.

Pada Oktober 2014, Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati (CBD) menerapkan Nagoya Protocol yang bertujuan untuk memastikan jika negara-negara berkembang juga mendapatkan kompensasi yang cukup untuk penggunaan flora, fauna, dan mikroba oleh para ilmuwan asing yang ditandatangani 92 negara kecuali Cina dan Amerika Serikat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun