Joel mendudukkan dirinya di sebuah bangku dekat aula sekolah, memijat pelipisnya. Gina menoleh ke arah Joel, duduk disebelahnya dan ia melihat ke arah langit.
“Kita sama-sama capek, El. Bukan cuma kita berdua, sekelas juga. Ale emang gak gampang diatur, tapi aku yakin dia bakalan bertanggung jawab kok.”
“Yaudah, tenangin dulu dirimu itu. Aku mau bersihin properti yang jatuh tadi sama yang lain. Kalau butuh apa-apa, ngobrol sama aku ya?” Gina menepuk pundak Joel, beranjak pergi.
Joel menundukkan kepalanya. Ia sedang sibuk memikirkan apa yang harus ia putuskan. Sekali-kali ia melirik ke arah ruang kelasnya. Melihat Gina sebagai partner koordinator yang sedang sibuk mengurus pasca kerusuhan, ia tak tega.
Remaja perempuan itu sibuk mengambil serpihan pohon rekayasa yang terjatuh. Tiba-tiba saja, kedua tangan terulur. Yang satu memberikan serok, dan yang satu lagi menyiapkan kardus. Pelan-pelan bola matanya berputar dan di sanalah Joel dan Ale sama-sama ingin membantunya. Gina tersenyum riang. Dibantu Ale dan Joel untuk memilah mana yang masih bisa dipakai dan mana yang tidak dikarenakan pohon rekayasa yang terjatuh tadi. Tak hanya mereka bertiga, teman kelas mereka yang lain juga turut membantu. Mereka mencoba memperbaiki pohon rekayasa itu lagi.
Rampung sudah mereka memperbaiki pohon rekayasa yang semula terjatuh. Si ketua koordinator itu terduduk di bangkunya, merasa senang karena kerjasama teman sekelasnya. Dari sudut matanya, ia dapat melihat Ale, duduk di bangku sebelahnya, menatap Joel tajam.
“Maaf, El.”
Ale menundukkan kepala. Ia mengulurkan tangan kanannya, berharap Joel akan memaafkannya. Joel membuang nafas panjang dan menyalami Ale.
“Yo, tak maafke. Lain kali liat-liat. Jangan asal peplayon kayak gitu. Gak lucu, Le,” kata Joel yang kemudian beranjak pergi.
Pandangan Ale mengikuti arah Joel pergi. Cepat-cepat ia berlari ke arah Rayun.
“Wleee, aku udah dimaafin si Joel. Kamu belum wakakaka mampusss!” ejek Ale.