“Tapi, aku juga gak ada yang antar, Ra. Mau males atau gak, tapi kalau gak ada yang antar ya sama aja dong?”
Rayun mengangkat kedua bahunya.
Yura mengangguk paham. Ia menaruh tangannya di atas bahu Rayun.
“Ya udah, kalau begitu gak usah datang. Lagian kalau datang, pergaulan kita gak sama kayak mereka gak sih?” ujar Yura, melihat ke arah kedua temannya.
Rayun dan Jocel terdiam. Tak menyangka temannya akan berkata seperti itu. Tapi, benar apa yang dikatakan Yura. Memang, pergaulan di kelas mereka itu berbeda-beda. Ada saatnya mereka dapat bergabung, ada saatnya mereka tidak dapat menerima pergaulan satu dengan yang lain. Kalau tidak cocok pasti akan ada cekcok.
“Oke kalau begitu ga usah!” Rayun menganggukan kepala, mencoba meyakinkan kedua temannya.
Langit tak berhenti memercikkan air kepada tanah. Tentu saja, tanah ingin marah, namun amarah si tanah tak sebanding dengan amarah Joel kali ini. Ia benar-benar sudah diujung tanduk. Sudah berhari-hari seharusnya semua teman kelasnya ikut berkontribusi membuat properti bersama. Namun, apa daya? Hasilnya saja nihil. Hari sabtu lalu, bahkan hari rabu kali ini. Toh mau diajak seperti apapun, tak ada yang mau. Yang datang hanyalah tim perkap beserta tim panitia.
Tepukkan di pundak membuat Joel tersadarkan dari amarah yang meledak di dalamnya. Itu Gina. Ia tersenyum kecil.
“Udah, gapapa,” ujar Gina santai, melanjutkan membawa beberapa properti yang sudah siap bersama tim perkap yang lain.
Joel berpaling ke arah Gina. Ia membawa properti yang bisa dibilang berat untuk dibawa seorang perempuan. Joel berlari ke arah Gina, dan tersenyum, “Aku aja sini.”
“Gak usah, aku kuat kok!” kata Gina, mencoba menggendong properti itu walaupun terlihat jelas, ia kesusahan.