Malang, 15-17 Oktober 2024 -- Sekolah Tinggi Teologi Satyabhakti (SATI) di Malang menyelenggarakan Seminar Kebangkitan Kebangunan Rohani (KKR) bertema "Penginjilan: Dari Teori ke Praktik." Acara ini berlangsung selama tiga hari di Gedung Aletheia lantai 3 dan menghadirkan berbagai narasumber berpengalaman.
Salah satu pembicara utama adalah Pdt. Frans Onesimus Kansil, S.Th, yang merupakan Gembala Sidang GSJA Tarakan, Ketua BPD GSJA Kalimantan Utara, serta Penggerak KAPN (Kobarkan Api Penginjilan Nusantara), Departemen Misi Nasional GSJA Tarakan.
Selain Pdt. Kansil, seminar ini turut menghadirkan tokoh inspiratif lainnya seperti Salvinus Tupen, seorang mantan preman, Simson David Pioh, mantan petinju nasional, dan Rudy Gunawan, pengusaha tambak udang asal Tarakan. Kehadiran mereka diharapkan dapat memperkaya pemahaman para peserta tentang penginjilan dan menginspirasi mereka untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan nyata, membawa semangat penginjilan ke berbagai pelosok Nusantara.
Acara ini dihadiri oleh mahasiswa/i, dosen, serta staf SATI yang antusias untuk mendalami dan menerapkan prinsip penginjilan dalam kehidupan sehari-hari. Agustinus Dermawan, Ketua STT SATI, menjelaskan bahwa tujuan diadakannya seminar ini adalah untuk menanamkan pentingnya penginjilan dalam misi gereja.
"Visi SATI adalah menjadi sekolah Pentekosta terdepan yang mencetak lulusan yang siap menjadi hamba Tuhan dan pemimpin rohani dengan jiwa misi yang kuat. Penginjilan adalah bagian  dari misi," ungkapnya.
Agustinus juga mengutip survei Bilangan Research yang menunjukkan semakin sedikit gereja yang aktif dalam penginjilan. "Akibatnya, pertumbuhan gereja seringkali hanya berasal dari perpindahan jemaat dari gereja satu ke gereja lain," tambahnya. Melalui seminar ini, ia berharap para peserta bisa menyadari pentingnya penginjilan dan termotivasi untuk berperan aktif dalam misi tersebut.
Dalam sesi pembukaan, Frans Kansil menyuarakan keprihatinannya terhadap semakin berkurangnya semangat penginjilan saat ini. "Penginjilan adalah benih yang ditabur; mungkin hasilnya belum tampak, namun prosesnya tetap berjalan. Saat kita memberitakan Injil, percayalah bahwa Tuhan menyertai kita dengan kuasa-Nya," tegasnya.
Ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan pelayanan di dalam dan luar gereja serta mengandalkan kuasa Roh Kudus dalam setiap upaya penginjilan. "Setan tidak takut pada gelar atau pengetahuan kita, tetapi ia gentar ketika kita dipenuhi Roh Kudus," ujar Frans. Ia menekankan bahwa metode tanpa pengurapan Roh Kudus tidak akan berdampak, dan keyakinan akan kuasa Injil beserta urapan Roh Kudus adalah kunci efektivitas pemberitaan Injil.
Salvinus, yang berbagi kisah pribadinya, menceritakan bagaimana ia pertama kali menginjili tetangganya yang kemudian menerima Yesus. "Generasi ini masih dipakai Tuhan. Kita semua dipanggil untuk bersaksi bagi mereka yang belum mengenal Tuhan Yesus," katanya.
Sebagai mantan preman, ia mengakui bahwa Tuhan mengubah hidupnya agar bisa bersaksi bagi orang lain. Ia menekankan bahwa keberanian dan kemampuan untuk membangun hubungan baik sangat penting dalam penginjilan, dan semuanya dimulai dari usaha mencoba. "Ketika kita memiliki hati untuk mencoba, pasti ada jalan keluar," ungkapnya.
Simson, menambahkan bahwa bersaksi harus menjadi gaya hidup yang konsisten. "Kita harus belajar dari Yosua (Yosua 1:7) dan tidak lari dari panggilan Tuhan, karena kita akan menderita jika melakukannya. Kita juga perlu memiliki mentor dan menjadi mentor bagi orang lain," ujarnya.
Simson menekankan pentingnya karakter dan integritas dalam bersaksi, serta kemampuan untuk memilih kata-kata yang tepat agar tidak menyinggung perasaan orang lain. "Ketika kita tidak memiliki beban dalam menginjil, kita harus waspada terhadap roh yang menghalangi, seperti roh Yunus yang enggan menyelamatkan orang lain," tambahnya.
Rudy, memperkuat pesan bahwa penginjilan harus menjadi bagian dari gaya hidup kita. "Kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Jadilah diri sendiri. Dengan karakter dan gaya yang Tuhan berikan, kita dapat menyampaikan Injil kepada siapa saja," ujarnya. Rudi juga menekankan pentingnya melanjutkan penginjilan dengan pemuridan, menjadikan penginjilan sebagai pintu masuk untuk membangun komunitas yang kuat dalam iman.
Rudy juga menjelaskan pentingnya peran Roh Kudus dalam hidupnya. "Bagi saya, Roh Kudus adalah Allah dan juga pribadi yang dekat dengan saya, sebagai Penolong. Roh Kudus lah yang selalu mengingatkan saya tentang banyak hal, termasuk dalam memberitakan Injil," tambahnya.
Seminar ini diakhiri dengan sesi tanya jawab yang dinamis, di mana peserta bertanya tentang tantangan dalam penginjilan dan bagaimana mengatasinya. Para narasumber memberikan wawasan dan dorongan untuk terus memberitakan Injil dengan keberanian dan kepercayaan pada kuasa Tuhan. Dengan semangat yang membara, peserta diharapkan dapat menerapkan prinsip-prinsip yang telah dibagikan dan menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat.
Christian Inarkombu, salah satau mahasiswa menyampaikan rasa senangnya terhadap materi yang disampaikan oleh setiap pembicara dalam seminar.
"Materi tersebut menawarkan langkah-langkah praktis yang relevan, terutama dalam konteks penginjilan. Para narasumber mendorong kita untuk menjadikan penginjilan sebagai bagian dari kebiasaan hidup sehari-hari, yang menurut saya sangat menarik. Ini relevan karena banyak orang Kristen yang mengalami penurunan semangat dalam penginjilan," ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa meskipun metode dan langkah-langkah yang diberikan sangat membantu, semuanya tetap bergantung pada kebiasaan untuk memberitakan, tuntunan, dan kuasa Roh Kudus.
"Oleh karena itu, dibutuhkan kepekaan dan ketergantungan kepada Allah. Seminar selama dua hari ini benar-benar memberikan wawasan baru, yang mengingatkan kita bahwa bukan hanya kemampuan akademis yang harus terus diasah, tetapi juga keterampilan praktis di lapangan," tambahnya.
Welle David, selaku ketua BEM ikut bertekad untuk membawa pengaruh positif melalui penginjilan dan menciptakan hubungan yang mendalam dengan orang-orang di sekitarnya.
Grace Tarigan menyampaikan inspirasi yang ia peroleh dari seminar ini, khususnya dari kesaksian pembicara, Frans Kansil. "Saya mendapatkan inspirasi bahwa ketika kita menginjili orang-orang, kita harus memiliki keberanian diri dan tekad yang kuat," ujarnya.
Ia juga berbagi harapannya untuk orang-orang yang ia injili.
"Harapan saya adalah mereka dapat dimenangkan melalui kesaksian-kesaksian tentang Tuhan Yesus," tambahnya.
Dengan semangat ini, Grace bertekad untuk memberdayakan dirinya dalam penginjilan, memperkuat keberanian, dan membagikan kesaksian yang dapat mengubah hidup orang lain.
Jeremy membagikan transformasi pandangannya tentang penginjilan setelah mengikuti seminar. "Sebelum mengikuti seminar ini, saya berpikir penginjilan hanya sekadar proses menyadarkan seseorang yang tidak percaya kepada Tuhan menjadi percaya, tanpa menggunakan metode atau mengikuti budaya orang yang diinjili. Namun, saya menyadari bahwa penginjilan bukan hanya tentang membuat seseorang percaya, melainkan bagaimana kita sebagai pemberita dapat menyampaikan Injil dengan pertolongan Roh Kudus sehingga kabar baik itu dapat tersampaikan dan melekat di hati mereka," ungkapnya.
Jeremy juga menekankan pentingnya metode dalam penginjilan. "Awalnya, saya berpikir penginjilan tidak memerlukan metode, tetapi setelah mengikuti seminar, saya menyadari bahwa metode sangat dibutuhkan dan membantu dalam proses penginjilan," tambahnya.
Pengalaman paling berkesan bagi Jeremy terjadi saat ia melakukan penginjilan di Alun-Alun kota Malang, di mana ia bertemu dengan seorang bapak bernama Markiban. "Saya menggunakan metode 5P, dan itu sangat membantu saya dalam proses penginjilan. Saat bapak tersebut menceritakan kisah hidupnya, saya bertanya, 'Pak, apakah saya bisa menceritakan kisah hidup saya?' dan ia memberi saya kesempatan untuk bercerita," ceritanya.
Jeremy melanjutkan dengan memasuki perbincangan rohani mengenai keselamatan. "Saya menggunakan langkah-langkah yang diajarkan selama seminar, dan itu sangat menolong saya dalam menyampaikan Injil. Respons bapak tersebut sangat baik, dan itu membuat saya senang dan sedikit kaget," jelasnya.
Saat mengakhiri penginjilan, Jeremy meminta izin untuk mendoakan bapak tersebut. "Puji Tuhan, ia mengizinkan saya untuk berdoa. Selama doa, bapak itu menjawab 'amin, amin,' seperti yang dilakukan oleh kaum pentakosta. Menurut saya, itu adalah pekerjaan Roh Kudus," tuturnya.
Bagi Jeremy, pengalaman ini adalah salah satu yang paling berkesan dalam praktik penginjilan, menunjukkan bagaimana metode dan kepekaan Roh Kudus dapat berdampak besar dalam menyampaikan pesan Injil.
Michelle berbagi tentang momen-momen yang menginspirasi selama seminar. "Saya sangat terinspirasi melalui kesaksian para pemateri mengenai pelayanan mereka dalam dunia misi. Penginjilan yang dibekali dengan keberanian hingga menjadikannya sebagai gaya hidup bukanlah hal yang mudah. Namun, mereka yang lebih tua dengan semangat muda mampu mencapainya. Saya sebagai anak muda merasa tertantang oleh pelayanan mereka," ujarnya.
Michelle berharap bahwa materi, kesaksian, doa, dan motivasi yang diberikan dapat memicu semangat semua murid Yesus, terutama di SATI. "Semoga semua yang kami pelajari dapat mendorong kami untuk lebih aktif dalam penginjilan," tambahnya.
Ia juga mengungkapkan harapannya untuk terus belajar dan berkembang dalam misi penginjilan. "Saya senang dengan kesempatan yang diberikan kepada kami mahasiswa untuk terlibat dalam penginjilan. Jujur saja, jika tidak ada kesempatan seperti ini, saya 'enggan' untuk melakukan penginjilan. Namun kini, saya berharap dapat mengubah rasa malas dan takut tersebut. Saya ingin memberikan 'obat' yang ada pada saya, yaitu Kabar Baik yang bisa menyembuhkan penyakit jiwa orang-orang di luar sana, dengan hati yang penuh kasih," ungkapnya penuh semangat.
Dengan inspirasi yang ia peroleh, Michelle berkomitmen untuk menjadi lebih aktif dalam penginjilan dan menyebarkan kasih Tuhan kepada orang lain.
Jannice Setiawan menyampaikan tertarik dengan metode 3M yang diperkenalkan selama seminar. "Metode ini menarik karena memungkinkan kita untuk menginjil hanya dalam waktu tiga menit. Saya penasaran dengan metode ini, karena biasanya penginjilan membutuhkan waktu yang lebih lama," tambahnya.
Irma, di sisi lain, berbagi tentang perasaannya setelah mengikuti seminar. "Perasaan yang saya rasakan luar biasa dan diberkati, dengan setiap materi maupun kesaksian yang luar biasa tentang apa yang dilakukan Tuhan dalam pelayanan penginjilan hamba-hamba-Nya," katanya.
Pengalaman paling berkesan bagi Irma adalah saat dia bisa menceritakan Yesus Isa Al-Masih kepada mahasiswa, mahasiswi, dan juga bapak-bapak yang beragama Islam. "Saya mendoakan mereka dan mereka mau membuka hati untuk mendengar dan didoakan," ungkapnya dengan penuh sukacita.
Setelah mengikuti seminar ini, Galatia Christiani merasa terinspirasi untuk bangkit dari berbagai masalah yang dihadapi. "Perasaan saya ada yang terbentuk untuk bisa bangkit dari masalah yang sedang saya hadapi. Dari seminar ini, saya bisa sedikit melawan rasa takut dan lebih mendekat lagi kepada Tuhan," ujarnya.
Ia menekankan pentingnya hubungan yang baik dengan Tuhan. "Intinya, saya makin rindu untuk dekat dengan Tuhan. Saya lebih ingin memberitakan Injil dan berelasi dengan semua orang dengan cara yang baik dan sopan," tambahnya.
Welle, Mahasiswa Sati berbagi langkah-langkah yang direncanakannya dalam upaya penginjilan. "Langkah-langkah yang harus saya lakukan adalah memperlengkapi diri melalui setiap pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan keterampilan penginjilan saya. Selain itu, saya juga berencana terlibat aktif dalam setiap kegiatan sosial, yang akan menunjukkan cinta dan kasih Kristus melalui tindakan nyata kepada masyarakat di sekitar saya," ungkapnya.
Welle menambahkan bahwa ia berencana untuk menciptakan kelompok kecil dan melakukan mentoring. "Saya ingin mengajak mereka untuk belajar lebih banyak tentang iman yang mereka percayai dan membangun hubungan dengan orang-orang di sekitar. Dengan menciptakan hubungan yang baik, saya berharap penginjilan akan lebih mudah dan berdampak baik," jelasnya.
Tentang harapannya untuk orang-orang yang diinjili, Welle berharap agar mereka dapat mengenal Yesus Kristus secara lebih sungguh-sungguh sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. "Saya berharap mereka dapat menemukan kedamaian, pengharapan, dan tujuan hidup yang benar melalui iman mereka kepada Yesus Kristus," tutupnya.
Rafika memberikan pandangannya mengenai relevansi materi seminar dengan kehidupan sehari-hari.
"Saya merasa sulit untuk menempatkan diri di sini, dan kurang adanya konsistensi dari pihak yang berbicara. Misalnya, mereka mengatakan penginjilan itu mudah, tetapi mereka sendiri mungkin mengalami banyak kegagalan," ujarnya.
Ia menyoroti perbedaan pemikiran antar pembicara, di mana ada yang menyarankan untuk langsung bertanya tentang agama, sedangkan ada yang menyatakan bahwa itu tidak etis, terutama di Malang. Â Rafika juga menilai bahwa materi seminar kurang dapat diterapkan di tempat perkuliahan, khususnya di STT. Ia mengusulkan agar pada seminar berikutnya ada topik tentang pengalaman penginjilan yang didampingi oleh orang profesional langsung, agar peserta dapat lebih memahami praktik penginjilan dengan lebih baik.
Jannice Setiawan menyampaikan saran terkait seminar penginjilan yang diadakan. "Saran saya, adakan seminar yang belum pernah mahasiswa SATI ikuti, karena seminar mengenai penginjilan sudah terlalu sering dan kami sudah mendapatkannya di seminar-seminar sebelumnya. Selain itu, saya juga berharap para pembicara tidak terlalu mengulang apa yang sudah dibicarakan dan tidak bertele-tele," ujarnya.
Di akhir seminar, para pemateri menyampaikan visi dan harapan mereka. Frans mengungkapkan visinya yang kuat untuk gereja Tuhan di Indonesia. "Visi yang Tuhan taruh dalam hati saya adalah akan ada kebangkitan gereja Tuhan di Indonesia melalui pemberitaan Injil. Gereja Tuhan akan bangkit menjadi saksi Kristus di marketplace mereka," ujarnya.
Frans melanjutkan harapannya untuk peserta pelatihan penginjilan. "Saya berharap mereka yang telah mengikuti pelatihan ini akan mulai memiliki hati yang bersemangat untuk mengasihi semua orang dan memberikan Injil di mana saja ada kesempatan, serta membawa banyak orang kepada Yesus."
Motivasi Frans untuk berbagi pengetahuan dan pengalamannya juga sangat jelas. "Tuhan telah memberkati saya dengan banyak pengalaman dan pengetahuan dalam penginjilan, dan Dia memerintahkan saya untuk berbagi kepada gereja Tuhan, supaya mereka juga bangkit dan memberitakan Injil," jelasnya.
Dalam seminar ini, pemateri Rudi juga menyampaikan kerinduannya untuk membagikan hati Tuhan kepada mereka yang terhilang. "Saya ingin membagikan hati Tuhan untuk mereka yang terhilang, seperti Tuhan Yesus mengasihi yang terhilang, melalui tiga perumpamaan Yesus dalam Lukas 15, yaitu domba yang hilang dan dirham yang hilang. Demikian pula, saya berharap anak-anak SATI memiliki hati yang sama untuk mereka yang terhilang," ungkapnya.
Ia melanjutkan dengan menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan rekan-rekannya di SATI. "Begitu banyak yang terhilang. Mari kita, saya dan rekan-rekan di SATI, bergandengan tangan untuk membawa banyak jiwa masuk ke dalam Kerajaan Allah," ajaknya.
Dengan semangat ini, Rudi berharap agar semua peserta dapat terinspirasi untuk melakukan tindakan nyata dalam penginjilan dan menyebarkan kasih Tuhan kepada sesama.
Begiti pula dengan pembicara seminar ini, Salvinus menyampaikan harapannya agar mahasiswa dan mahasiswi SATI memiliki pengalaman yang indah dalam praktek penginjilan pribadi. "Kami berharap mahasiswa/mahasiswi SATI dapat merasakan panggilan Tuhan dan merasakan hati Tuhan untuk yang terhilang," ujarnya.
Salvinus mengungkapkan keinginan untuk melihat generasi baru yang bangkit dengan semangat misi. "Kami memiliki umur terbatas dan telah lama meminta kepada Tuhan agar muncul generasi baru di Indonesia yang berapi-api untuk memenangkan jiwa-jiwa di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, kami pergi ke setiap tempat di Indonesia, termasuk SATI, agar api semangat misi ini ada di sini," jelasnya.
Ia menekankan bahwa pengalaman pribadi dengan Tuhan adalah dasar utama dalam penginjilan. "Hal ini harus diawali dengan doa, firman, dan praktek Firman. Yang terbaik adalah meminta kepada Tuhan agar kita dapat merasakan hati-Nya untuk yang terhilang, sehingga kita bisa memiliki beban yang sama untuk peduli kepada mereka, meskipun ada harga yang harus dibayar," ungkap Salvinus.
Lebih lanjut, Salvinus menyatakan pentingnya peran Roh Kudus. "Roh Kudus diberikan kepada orang percaya bukan hanya untuk menginsafkan kita, tetapi juga untuk menolong kita dalam menginsafkan orang lain. Roh Kudus memakai orang percaya untuk bersaksi dengan kuasa yang meneguhkan kesaksian kita," tambahnya.
Dalam kesempatan ini, Salvinusmenyampaikan harapannya terkait seminar yang diadakan. "Saya berharap seminar ini akan membangkitkan semangat peserta dan membuat mereka bersaksi sampai akhir hidup mereka," ujarnya dengan penuh keyakinan.
Ia juga menegaskan komitmennya untuk terus memberitakan Injil di mana pun ia berada. "Di tempat pelayanan dan di mana pun saya berada, saya akan terus memberitakan Injil dan menjadi contoh bagi peserta," tambahnya.
Dengan semangat ini, Salvinus berharap setiap peserta seminar dapat terinspirasi untuk menjalankan panggilan mereka dalam memberitakan Injil dan menjadi teladan bagi orang lain. Â Ia menutup dengan doa bagi generasi muda di SATI, termasuk Gaby dan teman-teman, agar mereka dipakai seperti Para Rasul. "Kami adalah saksi bagi generasi kami yang melihat banyak kuasa Tuhan yang dimanifestasikan, seperti kuasa yang menyertai Para Rasul ketika Injil diberitakan. Pengalaman itu menjaga api Injil di hati kami. Selamat menikmati pengalaman dengan Tuhan dalam misi penginjilan. Yohanes 14:12 nyata atas kami, dan kalian juga pasti akan menikmatinya," tutup Salvinus.
Â
Penulis (Gabrella T. M. Harianja)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H