Kekurangsiapan kembali memiliki momongan menjadi momok terbesar saat itu. Apalagi si mungil yang belum lega bergelayut manja padaku.
Aku menyalahkan diri sendiri. Aku menyalahkan suami. Dan pada akhirnya aku menyalahkan keadaan yang tak bersahabat.Â
Setiap hari pikiran buruk terus bergejolak. Bahkan sempat memikirkan kejadian terburuk yang mungkin bisa ku pilih.Â
Tapi seluruh keluarga memberi dukungan dan saran sehingga hal itu tak terjadi.Â
Dan kejadian yang paling meyakinkanku untuk bertahan disini adalah si mungil ku sendiri.Â
Justru ia menunjukkan rasa sayangnya padaku lebih besar. Ia lah yang menunjukkan rasa sayang pada calon adiknya. Dan betapa ia mampu memahami bahwa tak lama lagi ia harus belajar berbagi dan merawat adik.Â
Meski sesalku masih ada, tapi syukurku tak bisa menandinginya.Â
Disini lah aku sadar betul, bahwa selama ini cintaku padanya bersungguh-sungguh. Tak ada kekhawatiran saat ia manja. Tak ada rasa takut dia tak dapat mandiri.Â
Mungil ku, yang pipinya chubby  selalu, suatu saat nanti, bacalah surat cinta untukmu ini, dan rasakan bahwa aku teramat menyanyangi mu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H