Mohon tunggu...
fuatuttaqwiyah
fuatuttaqwiyah Mohon Tunggu... Penulis - penulis

penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu Sekolah Pertamaku dalam Pernak-Pernik Kehidupan

6 Desember 2020   23:56 Diperbarui: 7 Desember 2020   00:03 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya kepada bapak. Ibu selalu memaafkan orang-orang yang pernah menghina ataupun memfitnah ibu. Kehidupan masa lalu keluargaku yang sangat miskin memang menjadi hinaan dan cemoohan orang banyak. Aku sering menangis ketika dihina tidak mampu karena keterbatasan ekonomi dan keterampilan yang kumiliki. Namun, ibu selau memaafkan perbuatan orang-orang tersebut. Dengan mengelus kepalaku, ibu selalu menghibur dan mendoakanku. Karena doa-doa ibulah aku bisa sesukses sekarang.

Sejak ibu tiada, aku pun belajar memaafkan orang-orang yang pernah menghinaku. Aku bersyukur, kehidupan yang kujalani jauh lebih baik dari orang-orang tersebut. Aku bisa sekolah tinggi, bergelar sarjana, dan mendapatkan pekerjaan yang bagus. Semua itu atas usahaku dan doa tiada putus dari ibu.

Belajar Menghormati Sesama

Sopan santun selalu ibu ajarkan setiap hari. Bagaimana bersikap kepada orang tua, sesama, dan yang lebih muda. Ibu juga mengajariku belajar bahasa jawa halus agar bisa berkomunikasi dengan yang lebih tua. Salah satu ukuran sopan santun di keluargaku adalah penggunaan bahasa jawa halus. Aku hampir menangis ketika belajar bahasa jawa halus. Kosakata yang sulit dan intonasi yang harus pas. Aku berjuang dengan keras agar bahasa jwa halusku bagus agar ibu tidak kecewa dengan didikannya selama ini.

Sikap ibu yang sangat menghormati sesama, membuat banyak orang suka dengan ibu. Apalagi ibu tidak pernah membeda-bedakan siapa pun. Meskipun kakek dan nenek adalah tokoh masyarakat terpandang di kotaku.

Belajar Berbagi dari Ibu

Dari mana aku belajar berbagi? Dari ibu. Beliau sangat ringan dan mau membantu sesama, saudara, dan orang lain yang tidak beliau kenal. Ketika aku kecil, tanpa ragu, ibu membagikan kerudungku kepada teman-teman mengajiku agar mereka mau mengaji. Ibu juga rajin membagikan telur ayam yang dipelihara kepada tetangga. Belum lagi saudara yang dibantu ibu karena kesulitan keuangan.

Kondisi keuangan yang pas-pasan tidak membuat ibu malas bersedekah. Justru membuat ibu semakin rajin berbagi. Cerita tetangga menjelang ibu wafat, semua baju, kain jarik, kerudung yang masih bagus dibagikan ke tetangga. Ketika beliau wafat, baju yang tersisa pun tinggal sedikit dan langsung habis dibagikan kepada yang membutuhkan. Ibu memang tidak suka menumpuk baju. Di samping kondisi kami saat itu yang serba kekurangan, ibu hanya beli baju kalau memang sangat butuh karena tidak ada baju lagi.

Ibu selalu bilang, kalau aku sudah bekerja nanti harus mau berbagi, walau nominalnya sedikit. Sedikit yang dibagi bisa menjadi kebahagiaan bagi orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, setiap tahun, aku berusaha berbagi rezeki kepada teman-teman ibu dalam wujud makanan pokok. Ketika melihat teman-teman ibu tersenyum, bahkan menangis memelukku, aku jadi teringat ibu. Apa yang kulakukan masih jauh dari kebaikan yang ibu bagikan.

Aku bersyukur dibesarkan ibu dengan penuh kasih sayang tanpa kebencian dan dendam. Itu yang membuatku tidak pernah menyimpan dendam kepada orang lain. Aku selalu ingin menyayangi semua orang dan berbagi kepada yang membutuhkan. Bahkan hingga kini, aku suka berbagi baik ilmu maupun materi.

Belajar Toleransi Sejak Kecil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun