Pemerintah saat ini juga mengakui jika target kontribusi EBT yang sebesar 23% dari porsi energi final pada tahun 2025 sulit dicapai [1, 2], meski begitu pemerintah masih terlihat optimis untuk tetap bekerja dan melakukan berbagai strategi turunan agar bisa mencapainya. Meski pada kenyataannya akhir tahun 2017 ini porsi EBT kita hanya di kisaran 8-9%, yang artinya masih jauh untuk bisa sampai ke angka 23% diatas [2]. Â Sementara itu, minat investasi di bidang energi terbarukan dari pihak swasta jelas mengalami kelesuan akibat aturan tarif tenaga listrik energi terbarukan yang hanya sebesar 85% BPP Pembangkitan.
Bang Jon, sepertinya harus membuat terobosan baru. Toh pada tahun ini juga, Perpres Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) sudah ditandatangani oleh Pakde Joko sebagai bentuk penjabaran dan rencana pelaksanaan untuk mencapai sasaran Kebijakan Energi Nasional [3].
Dalam peraturan itu sudah jelas disebutkan bahwa Kebijakan Energi Nasional (KEN) adalah kebijakan pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Yang jadi tantangan di lapangan adalah bagaimana merealisasikan arah kebijakan ini?
Dalam RUEN sebenarnya sudah dibahas dan dijelaskan gambaran strategi dari pemerintah, dan dapat disimpulkan bahwa target-target itu bisa dicapai.
Penulis disini hanya bermaksud untuk mencari gambaran, kira-kira apa yang sebaiknya dilakukan oleh semua pihak yang berkecimpung di bidang energi, khususnya pelaku usaha di bidang energi terbarukan, jika pada kenyataannya minat investasi energi terbarukan menjadi lesu?
Saat ini terlihat pemerintah lebih fokus untuk mencapai energi yang berkeadilan, lewat program rasio elektrifikasinya.
Melipir ke Panas Bumi
Jika melihat arah KEN, dan lesunya minat investasi swasta di bidang energi terbarukan, penulis berkesimpulan bahwa peluang untuk mencapai target 23% penggunaan EBT pada tahun 2025 nanti hanya bisa dilakukan dengan memaksimalkan potensi energi panas bumi (geothermal energy) yang kita miliki. Mungkin bisa dipercepat jika kita sudah menguasai teknologi nuklir, dan tentunya diperlukan keberanian untuk itu. Tetapi, sepertinya belum. Oleh karenanya, satu-satunya harapan dan mungkin langkah yang akan dikerjakan adalah memilih energi panas bumi.
Arah KEN jelas: untuk menciptakan ketahanan energi nasional. Disisi lain, pertumbuhan penduduk kita juga semakin besar. Apalagi didominasi oleh generasi muda karena kita sedang menghadapi bonus demografi sampai dengan 2030 nanti. Indonesia adalah negera terbesar ke-empat di dunia. Penduduk yang banyak, berbanding lurus dengan konsumsi energi apalagi wilayah Indonesia yang luas juga turut mempengaruhi. Hal ini bisa dilihat dari posisi transportasi yang menempati urutan kedua pengguna energi terbanyak, dibawah industri.
Yang tidak boleh dilupakan bahwa untuk menciptakan ketahan energi nasional, selain energi berkeadilan lewat rasio elektrifikasinya, pemerintah harus memprioritaskan wawasan lingkungan. Hal itu tentu bisa dicapai dengan penggunaan energi terbarukan itu tadi.
Panas Bumi satu-satunya solusi.