Apotek Rakyat kembali menjadi pembicaraan hangat. Bukan sekadar mempersoalkan Apotek Rakyat, juga posisi dan eksistensi Apotek Rakyat dipertanyakan. Lebih dari itu akan keluar Peraturan Menteri Kesehatan yang akan menghilangkan Apotek Rakyat.Â
Ada apa di belakang semuanya ini? Apa kesalahan Apotek Rakyat sehingga akan divonis seperti itu? Adakah jalan keluar yang lebih manusiawi? Namun nampaknya sudah hampir bisa dipastikan nasib Apotek Rakyat ini dalam waktu dekat.
Lebih dari 10 tahun yang lalu, tepatnya pada 2007 terbitlah Permenkes Nomor 284/Menkes/SK/III/2007 yang mengatur keberadaan Apotek Rakyat. Alasan utama untuk dikeluarkannya peraturan Menteri Kesehatan ini adalah untuk menutup peluang beroperasinya para pedagang obat seperti di jalan Pramuka.Â
Dengan diresmikannya Apotek Rakyat yang memiliki Apoteker penanggung jawab apotek maka semuanya serba resmi dan bisa dikendalikan penjualan obat-obatnya. Suatu keputusan yang sangat realistis.
Dalam perjalanannya Apotek Rakyat boleh dikatakan dalam posisi naik-turun. Awalnya peresmian, pendirian, dan pengukuhan Apotek Rakyat dinilai sebagai sesuatu yang positif.Â
Sesuai dengan namanya sebagai suatu institusi Apotik Rakyat nampaknya berhasil mengendalikan bisnis yang semula tidak jelas posisinya dan cenderung ilegal menjadi sesuatu entitas bisnis yang bertanggungjawab. Ini dikaitkan dengan adanya apoteker yang resmi bertanggungjawab dari segi teknis farmasi.
Apalagi harga obat-obatnya jauh lebih murah dibandingkan dengan apotek lainnya yang sudah lama berdiri baik yang berada di mal ataupun di lingkungan komunitas.Â
Namun belakangan, masa-masa yang indah berubah ketika banyak Apotek Rakyat banyak melakukan pelanggaran aturan. Di antaranya adalah bahwa kedapatan Apotek Rakyat yang menjual bebas obat-obat yang seharusnya menggunakan resep dokter. Selain itu, ada Apotek Rakyat yang menjual obat kadaluwarsa dan juga menjual obat ilegal.
Entitas bisnis
Apotek Rakyat sebagaimana apotek-apotek lainnya mempunyai fungsi yang unik dan menarik. Di satu sisi apotek merupakan garda terdepan dalam Sistem Pelayanan Kesehatan di mana pasien dan konsumen bisa berhubungan langsung dengan profesional kesehatan dalam memperoleh informasi tentang obat dan alat kesehatan.Â
Bahkan apotek masa kini sudah dilengkapi dengan alat-alat untuk memeriksakan kadar kolesterol, tekanan darah dan pengukuran lainnya. Akses yang mudah ke apotek membuat masyarakat leluasa memanfaatkan keberadaan apotek.
Di sisi lainnya, apotek juga merupakan entitas bisnis. Wajah ini tidak bisa dihindari. Bagaimanapun juga bisnis obat sangat besar, menarik, dan cenderung meningkat dari waktu ke waktu.Â
Tidak heran jika muncul istilah apotek konglomerasi karena apotek yang dalam satu manajemen jumlahnya banyak dan tersebar di banyak tempat. Ini jelas berbeda dengan apotek solitaire yang sendirian saja dalam mempertahankan eksistensinya.
Wajah yang kedua sebagai entitas bisnis sedikit berkurang tampilannya ketika mereka yang melayani pasien dan konsumen berpakaian jubah putih layaknya profesional kesehatan. Ini sedikit meredam persepsi masyarakat bahwa apotek semata mencari laba bukannya merupakan bagian dari Sistem Pelayanan Kesehatan.
Serta merta acungan jempol diberikan kepada apotek yang mampu memberikan pelayanan profesional kesehatan. Tampilan semacam ini memberikan warna berbeda bahkan sebagai sesuatu yang menjadikan tempat yang teduh bagi pasien dan konsumen yang ingin hidup sehat dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan.
Perdagangan obat
Tidak bisa dipungkiri bahwa apotek termasuk Apotik Rakyat merupakan bagian dari mata rantai perdagangan obat. Tentu saja dalam hal ini apotek tidak sendirian, melainkan ditemani oleh rumah sakit, klinik, dan industri farmasi sendiri.Â
Masing-masing institusi mempunyai cara dan coraknya sendiri dalam mata rantai tersebut. Walau begitu semuanya memiliki kesamaan yaitu ingin melancarkan distribusi, penghantaran, dan pemberian obat ke pasien dan konsumen.
Sebagai bagian dari mata rantai dari perdagangan obat, apotek menjalankan fungsinya dengan resmi, legal, dan bertanggungjawab. Di luar segala sesuatu yang resmi, legal dan bertanggungjawab tersebut pasti ada kebalikannya sekaligus lawannya yaitu yang tidak resmi, ilegal, dan tidak bertanggungjawab. Yang disebut belakangan ini secara tidak disadari menjadi bagian dari mata rantai perdagangan obat.
Mereka bisa eksis karena sebagaimana hukum ekonomi dasar yaitu hukum penawaran-permintaan. Secara teoritis yang ilegal, tidak resmi dan tidak bertanggungjawab muncul, eksis, dan ada karena adanya permintaan.
Kembali secara teoritis, jika semua institusi yang resmi, legal, dan bertanggungjawab bisa menyediakan obat sesuai dengan permintaan pasien dan kosumen dari segi kualitatif dan kuantitatif, dan juga dari nama dagang, generic, kelas terapi, dosis, bentuk  sediaan, harga terjangkau, dan tersedia jika diperlukan, maka tidak masyarakat dan pasien tidak akan mencari dari sumber-sumber yang tidak resmi, ilegal, dan tidak bertanggungjawab.Â
Hanya saja fakta dan realitanya tidak demikian. Ini yang menjadi penyebab utama munculnya sumber perdagangan obat yang tidak resmi, ilegal, dan tidak bertanaggungjawab.
Menghapus Apotik Rakyat?
Keinginan Kementerian Kesehatan untuk menghapuskan, menghilangkan, sekaligus mencabut izin beroperasi Apotek Rakyat tentu memiliki alasan-alasan yang kuat.Â
Langkah selanjutnya adalah bahwa para pemilik Apotek Rakyat diminta meningkatkan statusnya menjadi apotek atau menurunkan jadi toko obat sesuai ketentuan. Jika pilihannya menjadi toko obat berarti tidak bisa menjual obat yang diambil melalui resep dokter. Sebagai toko obat hanya boleh menjual obat bebas dan obat bebas terbatas. Untuk itu diperkirakan masa transisinya antara 3 sampai 6 bulan.
Sementara, pembelaan diri datang dari pihak Himpunan Pedagang Farmasi Pasar Pramuka yang intinya menyebutkan bahwa pengawasan obat di Apotek Rakyat tidak berjalan. Bahkan apoteker pun dianggap bersalah karena hanya mengambil honor bulanan tanpa melakukan pengawasan.
Padahal dari aturan main, semuanya sudah jelas pembagian kerjanya yang antara lain pengawasan perdagangan obat dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan, sedangkan pengawasan mutu dan izin edar adalah urusan Badan Pengawas Obat dan Makanan, sementara izin apoteker, administrasi, dan pengadaan berada di pihak Dinas Kesehatan.
Kembali kepada keinginan untuk mencabut eksistensi Apotek Rakyat, apakah ini solusi yang terbaik? Apakah dengan tidak adanya Apotek Rakyat akan menjamin perdagangan dan peredaran obat akan resmi, legal, dan bertanggungjawab? Hanya saja perlu dicatat bahwa hendaknya pencabutan izin Apotik Rakyat tidak dikaitkan dengan sudah adanya BPJS yang mengelola obat-obat dalam Jaminan Kesehatan Nasional.Â
Bagaimanapun, di sana-sini obat-obat suka langka walau sudah ada BPJS. Karena fakta sementara itu, sudah bisa diperkirakan bahwa mayoritas Apotek Rakyat akan berubah menjadi toko obat.
Sedangkan yang menjadi apotek kalaupun ada jumlahnya tidak banyak sebab modal untuk mendirikan apotek tidak sedikit. Oleh karena itu, apakah dijamin tidak ada penjualan obat yang harus diambil dengan resep dokter yang dilakukan secara terselubung? Apakah pengawasan akan berjalan lancar dan tidak terjadi pelanggaran kembali? Masih banyak pertanyaan-pertanyaan hipotesis yang bisa diungkapkan.
Karena pada akhirnya perdagangan obat yang begitu kompleks mensyaratkan pengawasan yang sangat ketat, berkesinambungan, dan penuh disiplin. Sementara obat-obat yang dibutuhkan pasien dan masyarakat harus dijamin ketersediaannya, harganya terjangkau, dan kualitasnya memenuhi syarat.Â
Kalau tidak maka perdagangan obat yang tidak resmi, ilegal, dan tidak bertanggungjawab akan muncul kembali dalam bentuk lain. Ini pilihan yang tidak mudah dan dilematis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H