Orang menyebutnya masa-masa puber. Masa remaja juga penuh gejolak diri dan tantangan. Para orangtua pasti sedikit mencemaskan anak-anaknya terutama yang memiliki anak laki-laki.
Memasuki masa SMA, saya sudah mengenal dunia alam bebas yakni hiking, kemping, dan mendaki gunung.
Hobi yang boleh dikatakan olahraga ekstrim ini ternyata bisa "melambungkan" nama saya untuk ukuran anak-anak remaja pada masa itu.
Maklum pengenalan jati diri pada masa-masa itu fenomenal bagi remaja. Ingin dikenal dan dibanggakan!
Saya pun ikut bergabung bersama teman-teman sekolah ke dalam Siswa Pencinta Alam (Sispala) SMA Negeri 4 Padang. Masih ingat, saat itu pelantikan angkatan pertama di Sispala kami.
Sebelum ikut bergabung saya telah pernah mendaki gunung. Pertama kali mendaki tahun 1991 ke Gunung Singgalang. Pergi ikut rombongan yang sudah senior-senior yang saya kenal dari pergaulan.
Disinilah saya mulai "cinta berat' dengan hobi ini. Disini pula saya tahu akan pentingnya perlengkapan dan peralatan memadai. Selain itu kekompakan dan kerja sama tim juga yang utama dan dipelihara.
Lantas saya mulai manabung sedikit-sedikit guna melengkapi kebutuhan dasar sebagai penggiat di alam bebas yakni perlengkapan dan peralatan. Misal, tas carrier, alat masak, mantel hujan, celana dan baju lapangan, sepatu mendaki gunung, sleeping bed, kompas, tali temali (tali webbing), dan sebagainya.
Ibu pun menyadari bahwa anaknya sudah meningkat dalam masa perkembangan anaknya yang sudah remaja. Pada kenyataannya seorang ibu sudah pasti mencemaskan anaknya kalau-kalau nanti tersesat di hutan gunung.
Karena pada saat itu pernah kejadian pendaki gunung yang hilang di Gunung Singgalang dan juga di Gunung Marapi. Namun faktor hilangnya pendaki tersebut adalah faktor tidak mengetahui teknik dan dasar-dasar sebagai pencinta alam.
Pelan namun pasti saya baru bisa membeli perlengkapan memasak beserta kompornya. Harganya lumayan mahal juga untuk ukuran anak remaja. Sementara perlengkapan lainnya masih meminjam sama teman-teman.