Sesampai di bawah kami bermalam di Polsek Koto Baru sambil menunggu teman dari Padang untuk S.A.R Â Abel keesokan harinya.
Dan cerita mengenai Abel tasman menolong Sulastri waktu pingsan itu mungkin benar sehingga dia tidak melihat batu tepat mengenai kepalanya.
Sebuah kejadian yang pahit ini telah merubah seluruh pandangan saya tentang hidup ini dan ini pula yang membuat saya menjadi pendaki solo, karena dalam mendaki ini membawa teman, harus punya tanggung jawab yang berat. Bukan seperti sekarang ini banyak pendaki yang egois suka meninggalkan teman, karena supaya dia dianggap cepat dan kuat.
Inilah cerita sebenarnya dari letusan Marapi (Minggu) 5 Juli 1992 yang terjadi.
Semoga ini menjadi pelajaran buat saya dan teman semua bahwa persiapan yang matang pun akan hancur berantakan kalau alam sudah berkehendak lain.
Sesudah kejadian ini Martha, Yanti dan Jon Pieter tidak mau naik gunung lagi, sedangkan yang lain saya tidak tahu kabarnya karena kami lama tidak bertemu.
===
Senin besoknya (6/7/92) baru petugas SAR dan di bantu para pendaki dari Gunung Singgalang bergerak untuk menjemput jenazah Abel ke kaki Puncak Merpati. Sedikit menemui kendala sewaktu menjemput jenazah karena khawatir sewaktu-waktu terjadi lagi letusan kecil atau istilahnya kawah "batuk-batuk".
Sambil berlari petugas SAR ini ber-estafet bergantian membawa jenazah di kawasan cadas. Baru setelah meninggalkan cadas petugas bisa lega.