Mohon tunggu...
Fri Yanti
Fri Yanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis dan Pengajar

suka hujan, kopi, sejarah, dan buku

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengintip Koeli Ordonantie, Cipta Kerjanya Pemerintah Kolonial

9 Januari 2023   07:00 Diperbarui: 10 Januari 2023   03:45 3798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para kuli kontrak di perkebunan. Sumber  Gambar: Tropenmuseum via Kompas.com

Di Sumatera Timur, misalnya, terjadi pembukaan perkebunan tembakau besar-besaran. Tembakau Deli memang dikenal berkualitas tinggi dan sangat cocok untuk membuat cerutu di Eropa.

Untuk  mengerjakan perkebunan itu, Pemerintah Belanda mengerahkan tenaga kerja lokal. Karena perkembangan perkebunan yang semakin pesat, didatangkanlah pekerja  dari Tiongkok dan India.  Sebelum bekerja, para tenaga kerja tersebut menandatangani Koeli Ordonantie yang merupakan seperangkat aturan kuli kontrak. 

Dalam buku Seks dan Kekerasan Pada Zaman Kolonial yang ditulis oleh Capt. R.P. Suyono, disebutkan beberapa aturan dalam Koeli Ordonantie.

Pertama, mengenai jam kerja. Dalam kontrak  kerja disebutkan bahwa buruh  harus bekerja selama 10 jam dalam satu hari dan ketentuan ini berlaku selama tiga tahun sejak pekerja menandatangani kontrak.

Kedua, kewajiban buruh. Bahwa buruh akan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan tidak boleh meninggalkan wilayah onderdeming (wilayah kerja perkebunan) tanpa izin tertulis dari pemilik perkebunan. 

Ketiga, hak buruh, yaitu buruh berhak atas tempat tinggal, upah, dan makanan yang layak.

Keempat, bila kontrak selesai, maka buruh dapat meminta pulang kembali ke kampung halamannya dengan dibiayai pihak perkebunan sendiri.  Kelima, sanksi bagi buruh yang melanggar kontrak diatur dalam Poenalie Sanctie.

Koeli Ordonantie ternyata lebih mengikat Si Buruh. Masa kontrak yang semestinya tiga tahun, dalam praktiknya bisa lebih lama (R.P. Suyono : 106)

Implementasi Koeli Ordonantie  ini sangat jauh dari yang  diharapkan. Para pemilik perkebunan yang kapitalis itu mengeksploitasi tenaga kerja untuk kepentingan usahanya. Pemerintah Hindia-Belanda juga menutup mata. 

Para buruh bekerja selama lebih dari sepuluh jam.  Lembur tidak dibayar dan  upah yang mereka terima sangat sedikit.Tidak sebanding dengan jumlah jam kerja yang harus mereka jalani.  Sangat jauh dari kesepakatan. Mereka tidak mendapatkan tempat tinggal dan makanan yang layak.

Jangan harap mereka mendapatkan cuti. Izin sakit saja pun, upah mereka tidak dibayar. Bila seorang buruh sakit melebihi satu bulan,  maka pemilik perkebunan berhak memperpanjang kontrak sesuai dengan jumlah hari saat buruh tidak bekerja, seolah buruh dilarang sakit .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun