Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Butet dan Prayoga

3 Oktober 2022   21:06 Diperbarui: 3 Oktober 2022   21:09 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mereka duduk berdua, berhadap hadapan. Ada kejengahan terasa yang coba ditepis sedemikian.

"Kamu baik baik saja?" Prayoga membuka pembicaraan setelah sekian lama diam.

"Waktu berjalan sangat lambat ya, Yo." Kata Butet berat sambil menghela nafas.

Prayoga mengangguk pelan. "Apa yang sedang kamu pikirkan?" lanjutnya.

"Sekarang kita disini, merayakan ulang tahun kita berdua. Ya..ga ada lilin sih, ga ada kue Ultah juga" sambung Prayoga sambil tersenyum kecil dan terlihat gadis itupun ikut tersenyum kecil.

"Tet, dengarkan aku..aku mau bicara serius" Butet melihat ke sosok di depannya. Prayoga menarik nafas.

"Apapun yang terjadi dibelakang, jangan selalu melihat kesana. Tidak ada orang yang tidak bersalah. Semua manusia berdosa. Allah menerima orang berdosa, berarti kita juga harus punya sikap itu"

"Aku sudah menerima kesalahanku, aku ga mau ingat ingat lagi"

"Aku juga punya andil disitu, Yo. Itu kesalahan kita berdua. Banyak yang di luar kendali kita dan tidak bisa di ubah"

Prayoga mengangguk setuju.

"Eh, Yo..kamu koq spiritual banget sekarang " Butet kembali tersenyum tipis..

"Iya..aku banyak merenungkan tentang hidup akhir akhir ini. Dan aku tidak mau melihat kebelakang lagi. Itu janjiku pada diriku sendiri" Suara Prayoga terlihat membulat.

"Apa cita cita kamu ke depan?" Prayoga kembali menatap gadis di depannya.

"Aku pengen jadi penulis yang baik, Yo. Pengen serius menekuni bidang itu"

Prayoga mengangguk angguk.

"Kamu pengen jadi apa?" Butet balik bertanya

"Gak pengen hal yang spesifik sih.."

"Diiihhh..ga punya cita cita ya??" Butet meledek.

"Gak juga..ha..ha..tapi di masa tuaku nanti setelah pensiun aku ingin dikenang sebagai Papa yg baik untuk anak anak ku dan suami yang setia untuk istriku. Menurutmu itu gak cita cita kah?".

Butet menghela nafas mendengar kalimat itu. Dia menelan ludahnya..dan terasa ada rasa pahit disana..pahit yang tidak ter-terjemahkan. Prayoga sepertinya tidak memperhatikan itu. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Tapi Butet salah, Prayoga menangkap rasa itu, tapi dia tidak mau meralat kalimatnya.

"Tet.."

"Tunggu dulu, nama ku bukan Butet..aduh dari dulu udah aku bilang nama itu utk semua perempuan di tempatku..panggil aku dengan namaku donk..lagian jelek banget "tetttt" gituuu..." Butet menunjukkan wajah kheki tapi Prayoga hanya tertawa lebar gak perduli.

"Apa sih masalahnya..aku suka memanggilmu dengan nama itu..ya sudahlah.." tukas Prayoga dengan sumringah dan dengan cuek bebeknya.

"Tet..aku mau serius neh..dengarkan aku sekali ini saja" Prayoga memperbaiki posisi duduknya..menatap wajah gadis itu lekat lekat.

"Aku serius memikirkan ini akhir akhir ini..mungkin kalau kita bersama, belum tentu kamu bahagia dengan ku dan belum tentu aku bahagia dengan mu. Kalau kita memang jodoh pasti Allah tidak perlu susah payah untuk menikahkan kita bertahun tahun yg lalu. Tapi kan itu tidak terjadi!!.  Coba lah lihat ke depan. Kamu pengen jadi penulis yang baik..yang hebat..dengan sumbangsih pikiran pikiranmu yang bisa mencerahkan orang orang..do it, girl!!. Kejar mimpi mu itu. Jangan terperangkap kisah usang kita. Its done already. "

Butet memandang wajah itu dengan serius.

"Itu dari hatimu, Yo??" dia seperti menyelidiki dan menanti kepastian dan Prayoga mengangguk dengan kuat.

"Selamat Ulang tahun, Butet. Aku harus pergi..tidak elok kita merayakannya bersama. ." Prayoga beranjak dari duduknya..Dia mengulurkan tangannya. Butet hanya termangu.

Gadis itu pun terbangun..

"Masyaallah, aku bermimpi.." Butet mengucek matanya. Jam 12 kurang beberapa detik di jam dindingnya. Butet membuka jendela kamarnya. Terlihat langit cerah dengan bintang bertaburan.

"Aku tadi mimpi lagi.." hela nafas Butet.

Tiba tiba dia melihat susunan bintang bergerak membentuk huruf "Selamat Ultah, Butet"..dia mengucek matanya..tapi susunan huruf itu seperti merangkai kalimat itu. Butet menghirup udara malam sepenuh dada, dia merasa ucapan itu hadiah dari Allah yang Maha Melihat..menghibur hatinya yang gulana. Dia mengusap air mata yang tanpa disadarinya sudah menggenang.

"Selamat Ulang tahun juga, Yo.. tidak mungkin aku lupa ulang tahunmu..tapi aku tidak bisa ucapin.. aku tidak sebebas merpati lagi  seperti dulu..dan kamu juga..aku sadar hal yang terbaik saat ini..ini air mata pamungkas ya, Yo.." Butet menghapus air matanya.

Nun jauh disana..di seberang lautan, Prayoga menatap langit persis di jam 12 kurang sekian detik. Dan dia melihat di langit bintang bersusun "Selamat Ultah, Yo". Dia terkejut dan mengucek matanya dan kembali memperhatikan uraian susunan bintang itu. Dia bertanya dalam hati "Koq bisa ya??"... Ya bisa aja!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun