Mohon tunggu...
Fristian Setiawan
Fristian Setiawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sapere aude

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penyebaran Deepfake Videos dalam Jurnalisme Multimedia

16 Oktober 2022   15:46 Diperbarui: 17 Oktober 2022   00:17 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Deepfake Video (Sumber: pribadi)

Untuk versi podcast bisa didengarkan dengan mengklik tombol ini

Istilah hoax/informasi palsu dalam dunia jurnalisme multimedia mungkin terdengar tak asing, terutama hoax dalam bentuk artikel/teks. Namun pernahkah Anda mendengar istilah deepfake videos? Sekilas deepfake videos dapat dikatakan sebagai video hoax/video palsu, namun yang menjadi kepalsuan disini bukan hanya sekadar substansi informasinya saja, akan tetapi memalsukan wajah dan suara dari seseorang untuk diganti dengan wajah dan suara salah satu tokoh terkenal.

Biasanya deepfake videos digunakan untuk menghancurkan nama baik/reputasi dari seseorang yang cukup terkenal. Dalam kesempatan kali ini, penulis akan mencoba memaparkan mengenai mengapa ada deepfake videos, serta bagaimana cara terhindar dari deepfake videos/tahu caranya membedakan mana video asli dengan deepfake videos.

Untuk mengawali pembahasan, kita akan mulai dari sejarah berkembangnya hoax di Indonesia dan mengapa selalu ada orang yang ingin memproduksi hoax. Dilansir dari laman resmi Kominfo, peningkatan situs berita bohong terjadi sejak Oktober sampai pertengahan Desember 2016.

Namun sebetulnya istilah hoax sendiri sudah muncul setidaknya sejak rezim Soekarno. Meski memang untuk hoax online itu baru berkembang pada saat era pemerintahan Joko Widodo.

Yang menjadi permasalahan utama sebetulnya tidak hanya dampak hoax, tapi mengapa masih ada saja manusia-manusia yang bertendensi untuk memproduksi hoax? Bahkan tidak berhenti sampai di artikel hoax, kemajuan teknologi digital pun dimanfaatkan untuk membuat hoax dalam bentuk deepfake videos.

Dilansir dari Tempo.co, motif utama manusia dalam memproduksi hoax adalah karena faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang dimaksud disini adalah, dengan semakin banyaknya orang yang penasaran dalam mengklik konten hoax tersebut, maka akun yang digunakan dalam membuat konten itu semakin berpotensi tinggi untuk dijual dengan harga yang menjanjikan. Alasan lainnya adalah, selain untuk dijual, potensi iklan untuk masuk juga akan semakin tinggi bila semakin banyak masyarakat yang penasaran dengan konten hoax tersebut.

Namun, menurut penulis sebetulnya ada alasan yang lebih dalam dari sekadar faktor ekonomi. Karena logika sederhananya, bila seseorang memiliki uang untuk membeli gawai dan kuota internet setiap bulan/minggu demi memproduksi hoax, maka seharusnya untuk makan pun dia bisa.

Maka alasan yang lebih masuk akal dari faktor ekonomi adalah untuk mendapat kepuasan secara psikologis. Kepuasan disini berkaitan dengan rasa bangga yang diperoleh seseorang atau pihak tertentu ketika berhasil memproduksi suatu hoax. Mekanisme logikanya mirip seperti psikopat, mereka bangga/senang ketika sudah melakukan suatu kejahatan misalnya membunuh orang lain.

Kemungkinan lainnya dari alasan memproduksi hoax adalah, untuk balas dendam. Misalnya si X memiliki dendam dengan salah satu sosok dalam rezim yang sedang berjalan, karena dahulu katakanlah anggaran yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki jalan yang rusak di kotanya, malah digunakan untuk kepentingan pribadi. Bisa saja kemudian si X dengan sengaja memproduksi hoax sebagai ajang balas dendam, dengan harapan ada masyarakat yang percaya bahwa sosok yang dia benci itu memang memiliki perilaku yang demikian.

Setelah membahas mengenai hoax secara umum, lantas apa yang dimaksud dengan deepfake videos? Dilansir dari Kompas.com, deepfake merupakan sebutan untuk penggunaan teknologi dalam memetakan wajah seseorang ke cuplikan orang lain. Cara membuat deepfake adalah dengan menggunakan jaringan deep neural yang melibatkan auto encoder untuk menukarkan wajah orang pertama ke orang lain.

Sebetulnya deepfake videos dapat dimanfaatkan secara positif, salah satunya yaitu untuk menggantikan tokoh yang sedang tidak bisa diliput untuk suatu acara tertentu. Solusinya adalah dengan menggunakan deepfake. Namun deepfake yang kita bahas kali ini lebih berkaitan dengan penyalahgunaan deepfake atau hoax deepfake.

Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa manusia menyalahgunakan deepfake untuk memproduksi konten hoax? Jawaban singkatnya adalah, karena sifat alami manusia yang tidak pernah merasa puas. Jadi, tak hanya memproduksi hoax dari artikel/teks saja, jika memang kelak ada teknologi baru setelah deepfake yang memungkinkan untuk memproduksi hoax dengan gaya yang baru, maka itu merupakan suatu "peluang" sekaligus tantangan bagi para produsen hoax.

Pertanyaan tersebut sebetulnya sama konsepnya dengan pertanyaan mengapa manusia sering menyalahgunakan senjata? Baik itu senjata tajam maupun senjata api, keduanya sebetulnya memiliki manfaatnya masing-masing bila digunakan dengan positif. Namun buktinya masih ada saja orang-orang yang menyalahgunakannya.

Hal tersebut semakin memperkuat argumen penulis bahwa memang manusia pada dasarnya tidak pernah merasa puas. Pertanyaan mengenai mengapa tidak pernah merasa puas, itu lain lagi. Di kesempatan kali ini tidak akan cukup jika kita membahas juga mengenai mengapa manusia tidak pernah merasa puas. Karena pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada satu pertanyaan mendasar, yakni siapakah manusia itu?

Ketidakpuasan manusia ini juga di sisi yang lain melahirkan berbagai macam solusi untuk mengatasi masalah-masalah hoax tadi. Manusia tidak hanya pasrah pada masalah yang muncul, tapi terus berusaha mencari jalan keluarnya. Begitu juga dengan masalah deepfake videos ini, penulis akan berusaha memaparkan tiga cara yang paling efektif dalam mengatasi deepfake videos agar kita sebagai masyarakat awam dapat membedakan mana konten jurnalistik yang bisa dipertanggungjawabkan, serta mana konten jurnalistik yang berisi hoax khususnya deepfake videos.

Infografis Deepfake Video (Sumber: pribadi)
Infografis Deepfake Video (Sumber: pribadi)

Pertama, dalam deepfake videos terdapat satu ciri khas, yakni vokalisasi/gerak mulut yang terdapat dalam deepfake videos itu lebih kecil dari vokalisasi/gerak mulut orang aslinya. Ini merupakan cara termudah untuk mengidentifikasi suatu video itu deepfake/bukan.

Kedua, perbanyak referensi dari media-media yang kredibel. Untuk mengetahui isu terkini tentunya kita harus memperluas wawasan dari berbagai macam bidang, namun yang jelas tentunya dari sumber yang kredibel. Hal tersebut akan meminimalisir kemungkinan kita terseret video deepfake, karena kita sudah mengetahui bagaimana realita yang terjadi sebenarnya.

Hal ketiga yang tidak kalah penting untuk meminimalisir termakan deepfake videos adalah dengan melakukan verifikasi konten. Tak hanya memperluas wawasan dari berbagai sumber media yang kredibel, kita sebagai masyarakat juga harus bisa melakukan verifikasi terhadap setiap informasi yang kita terima, tak terkecuali video-video yang kita tonton.

Verifikasi ini bisa dilakukan dengan cara setelah kita melihat suatu video, pertama-tama yang harus kita lakukan adalah menumbuhkan keraguan terlebih dahulu. Setelah kita ragu bahwa video ini benar-benar nyata atau tidak, baru kita mulai mencari informasi yang sama yang terdapat dalam video yang kita tonton di media-media yang kredibel.

Jika dalam poin kedua itu disebutkan perbanyak referensi dari media kredibel, itu merupakan langkah preventifnya. Lalu dalam poin verifikasi ini, lebih terkait ke soal "represif". Bagaimana setelah kita menonton suatu video, lalu kita meyakinkan diri kita sendiri mengenai apa yang kita tonton tersebut.

Apabila ketiga hal tadi dapat dilakukan dengan baik, niscaya kecenderungan kita dalam termakan hoax terutama deepfake videos itu akan semakin kecil. Salam literasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun