Mohon tunggu...
Friska  Veronika Simanjuntak
Friska Veronika Simanjuntak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobbi saya adalah membaca novel dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Nature

Keramba Jaring Apung (KJA) di Danau Toba: Tantangan Pencemaran dan Upaya Penanggulangannya

12 Juni 2023   19:57 Diperbarui: 12 Juni 2023   20:07 749
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelimpahan fitoplankton yang ditemukan di perairan Danau Toba berkisar antara 216-68,319,716 sel/m3. Komposisi fitoplankton tersebut terdiri dari 35 genus yang termasuk dalam empat kelas, yaitu Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Cyanophyceae, dan Dinophyceae. Kelas Cyanophyceae merupakan kelompok fitoplankton yang dominan berdasarkan kelimpahannya, dengan persentase rata-rata lebih dari 40%. Menurut Henderson-Seller & Markland (1987), Cyanophyceae dan Chlorophyceae adalah kelas fitoplankton yang paling umum dan cenderung mendominasi di perairan yang tergenang, seperti danau dan waduk. 

Dominasi fitoplankton oleh kelas Cyanophyceae disebabkan oleh pengaruh kondisi perairan yang eutrofik dengan konsentrasi unsur hara yang tinggi. Cyanophyceae umumnya ditemukan pada perairan dengan konsentrasi fosfat total yang tinggi (Sulastri, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil analisis komponen utama yang menunjukkan bahwa fitoplankton dari kelas Cyanophyceae dipengaruhi oleh konsentrasi ortofosfat dan nitrat. 

Jenis fitoplankton yang memiliki kelimpahan sangat tinggi dan ditemukan di semua stasiun adalah Anabaena (Cyanophyceae) dengan kelimpahan total sebesar 68,319,716 sel/m3 (42.53%). Keberadaan Anabaena merupakan indikasi bahwa perairan tersebut dalam kondisi eutrofik karena Anabaena merupakan salah satu jenis fitoplankton yang umumnya ditemukan pada perairan eutrofik. Beberapa jenis fitoplankton yang umumnya melimpah pada perairan eutrofik meliputi Anabaena, Microcystis, Chroococcus, dan jenis filamentous seperti Aphanizomenon (Abrantes et al., 2006; Elliott & May, 2007; Jiang et al., 2014). Anabaena dan Microcystis merupakan jenis fitoplankton yang beracun dan dapat menyebabkan masalah terkait dengan hipoksia (kekurangan oksigen) serta perubahan struktur komunitas biologis.

Kelimpahan fitoplankton di Danau Toba yang berkisar antara 216 hingga 68,319,716 sel/m3. Struktur komunitas fitoplankton selama penelitian didominasi oleh jenis Anabaena (Cyanophyceae). Hal ini menunjukkan bahwa Danau Toba memiliki keanekaragaman fitoplankton yang rendah dan keseragaman yang juga rendah hingga merata. Temuan ini mengindikasikan kondisi kualitas air di Danau Toba tidak baik, dan perlu dilakukan rencana pengelolaan yang baik untuk memperbaiki kondisi tersebut. Upaya pengelolaan yang efektif diperlukan untuk mengurangi pencemaran dan meningkatkan kualitas air Danau Toba guna menjaga ekosistem perairan dan keberlangsungan hayati di dalamnya.

PROGRAM YANG DAPAT DILAKUKAN

Untuk mengurangi dampak negatif Keramba Jaring Apung (KJA) terhadap lingkungan perairan, beberapa program yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

  1. Pengawasan dan Regulasi: Menerapkan pengawasan yang ketat terhadap kegiatan KJA melalui peraturan dan regulasi yang jelas. Hal ini meliputi pembatasan jumlah dan lokasi KJA, pengendalian penggunaan bahan pakan dan obat-obatan, serta pemantauan limbah yang dihasilkan.

  2. Pengelolaan Limbah: Mengembangkan program pengelolaan limbah yang efektif dan ramah lingkungan untuk KJA. Ini melibatkan pengaturan pengelolaan dan penanganan limbah, termasuk penggunaan teknologi pengolahan limbah yang sesuai sebelum dibuang ke perairan.

  3. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Melakukan kampanye edukasi dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pengelolaan yang baik dan tanggung jawab terhadap lingkungan perairan. Ini dapat dilakukan melalui penyuluhan, pelatihan, dan program pendidikan di tingkat komunitas, nelayan, dan peternak.

  4. Alternatif Budidaya Ramah Lingkungan: Mendorong pengembangan dan implementasi teknologi budidaya alternatif yang ramah lingkungan, seperti sistem budidaya berkelanjutan, penggunaan pakan berbasis bahan organik, dan pengurangan penggunaan obat-obatan kimia.

  5. Monitoring dan Evaluasi: Melakukan monitoring terus-menerus terhadap kegiatan KJA dan dampaknya terhadap lingkungan. Evaluasi secara rutin akan membantu dalam mengidentifikasi masalah dan menyusun langkah-langkah perbaikan yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun