Penerbitan sprindik baru bisa jadi merupakan alasan untuk keukeuh menetapkan seseorang sebagai tersangka. Jadi yang menjadi target adalah orangnya, bukan perbuatannya. Jika seseorang sudah menjadi target untuk dijebloskan ke penjara, kasusnya menjadi tidak penting, karena tujuannya adalah menjebloskan orang tersebut ke penjara. Ini bukti kesewenang-wenangan KPKatau penegak hukum lain yang sangat arogan. Pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, sehingga kalau mau dicari kesalahannya, sekecil apapun akan dapat ditemukan. Bukan masalah orang itu kemudian pantas untuk dihukum atau tidak, tetapi tindakan para penegak hukum itu sudah sangat keterlaluan dan jauh dari etika.
Bukan rahasia lagi ketika para penegak hukum ramai-ramai berburu koruptor sebagai cara untuk mendapatkan promosi atau kenaikan pangkat. Berburu koruptor menjadi bisnis baru yang sangat diidam-idamkan para penegak hukum di Indonesia. Nilai perkara tidak penting,tetapi lebih penting adalah kesempatan memenjarakan orang-orang yang dianggap popular dan publik figure. Jangan heran dan bukan rahasia pula jika berburu koruptor sudah menjadi agenda politik, dan“pesanan” pihak tertentu. Perkara Jero Wacik adalah fenomena yang sangat buruk dalam penegakan hukum di Indonesia, karena para penyidik dan Jaksa KPK tetap“memburu korban” sesuai “pesanan”.
Di masa yang akan datang, semoga tidak muncul lagi paraJustice Collaborator, pengecut penebar fitnah yang berperan pahlawan penumpas koruptor seperti Waryono Karyo, agar penanganan perkara korupsi benar-benar transparan dan berdasar pada keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H