Kesehatan dan produktivitas individu sangat dipengaruhi oleh kondisi gizi, yang juga merupakan indikator penting bagi kualitas masyarakat di suatu negara dimasa yang akan datang. Ironisnya, permasalahan gizi khususnya usia balita masih menjadi isu dunia yang masih belum berhasil diatasi. Pada umumnya anak termasuk salah satu individu yang rentan mengalami masalah gizi khususnya anak diusia balita. Balita merupakan individu yang berada dalam rentang usia 1 tahun hingga 5 tahun (Kartika, et al., 2021). Masalah gizi terjadi karena pada usia balita sistem pencernaan dan sistem imun masih mengalami perkembangan. Salah satu permasalahn gizi yang paling sering dialami balita ada masalah gizi buruk dan gizi kurang.
Berdasarkan data yang dihimpun WHO pada tahun 2022 diperkirakan terdapat 45 juta anak diseluruh dunia mengalami masalah gizi kurang. Di Indoensia dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022 ditemukan sebanyak 7,7%, anak yang mengalami masalah gizi kurang akut.
Pengetahuan masyarakat masih tergolong minim mengenai masalah gizi terutama gizi kurang. Hal in terkait dengan  gizi kurang yang kerap diartikan sebagai gizi buruk.
Lantas apa perbedaan antara gizi kurang dan gizi buruk? Berikut ini penjelasannya.
A. Pengertian
Gizi kurang ialah kondisi ketika tubuh sedang kekurangan asupan nutrisi yang diperlukan guna untuk perkembangan dan pertumbuhan. Sedangkan Gizi buruk merupakan keadaan dimana ketika tubuh mengalami kekurangan gizi, akibat dari kekurangan asupan dalam tingkat yang cukup parah.
B. DampakÂ
Kekurangan gizi teralalu lama ternyata dapat berdampak pada balita. Dampak jangka pendeknya yaitu perkembangan balita baik secara fisik, mental dan kecerdasaan balita. Selain itu, sistem imun juga melemah, sehingga anak akan mudah terserang penyaki baik itu infeksi maupun tidak menular dan berakhir pada kematian (WHO, 2022). Lalu jangka panjang masalah ini akan berdampak pada balita yaitu, dapat mengakibatkan menurunya kesehatan reproduksi dan mengurangi produktivitas balita (Apriliani et al. 2021).
C. Faktor PenyebabÂ
Menggali faktor penyebab terjadinya masalah gizi pada balita sangat penting dilakukan. Hal tersebut dilakukan guna sebagai upaya pencegahan dan penaatalaksaan yang dapat dilakukan kedepannya. Ternyata banyak hal yang dapat menjadi penyebab anak dapat mengalami masalah gizi kurang dan gizi buruk. Fitriyah, & Setyaningtyas (2021) memaparkan bahwa ada terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab anak mengalami masalah gizi kurang dan buruk.
Berikut adalah beberapa faktor yang sering mempengaruhi gizi kurang pada balita
a. Asupan zat gizi
Asupan zat gizi pada masa balita merupakan komponen penting guna membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan balita . Selain itu, pemenuhan gizi pada balita juga digunakan untuk membantu menunjang aktivitasnya sehari-hari . Asupan yang wajib di konsumsi balita dibagi menjadi dua kategori yaitu, zat gizi makro dan mikro. Zat gizi makro terbagi menjadi tiga jenis yakni, ada karbohidrat, protein dan lemak. Lalu untuk zat gizi mikro terbagi menjadi dua jenis yaitu, vitamin dan mineral. Selain asupan zat gizi makro dan mikro, balita juga memerlukan asupan cairan yang cukup.
b. Pola makan yang kurang baik
Ibu memiliki peran besar dalam memperkenalkan berbagai jenis makanan. Kemampuan tersebut secara tidak sadar akan membentuk habbit makan pada anak. Telah banyak artikel ilmiah yang menunjukan bahwa pola makan yang tidak baik membuat balita akan beresiko tujuh kali bersiko mengalami status gizi kurang ketimbang balita yang melalukan pola makan yang baik. Frekuensi makan yang dianjurkan pada balita maksimal tiga kali sehari untuk makanan pokok dan di barengi dengan dua kali selingan
c. Penyakit atau Infeksi
Balita merupakan individu yang rentan terserang penyakit. Ketika balita sedang terserang penyakit, umumnya mereka akan kehilangan nafsu makan (Nuradhiani, 2023). Kemudian hal ini secara langsung akan berdampak pada status gizi balita. Apalagi ketika sakit tidak dibarengi dengan asupan yang seimbang atau nutrisi cukup. Masnah & Saputri (2020) dalam penelitiannya menyatakan bahwa balita yang terserang penyakit infeksi empat kali beresiko memiliki status gizi kurang. Penelitian yang dilakukan oleh Firdawati, et al., (2019) juga mengatakan balita yang terkena penyakit infeksi cenderung memiliki status gizi yang kurang ketimbang balita yang tidak menderita penyakit infeksi.
Menurut UNICEF terdapat dua faktor yang menjadi penyabab gizi buruk pada balita, yaitu ada factor secara langsung, factor secara tidak langsung dan factor mendasar.
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi gizi buruk pada balita secara langsung :
a. Asupan gizi yang kurang
Asupan makanan merupakan zat gizi yang di konsumsi oleh balita guna menunjang proses pertumbuhan dan perkembangannya. Kekurangan asupan gizi biasanya dapat di pengaruhi oleh keterbatasan jumlah asupan yang dibutuhkan atau asupan tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan tubuh.
b. Infeksi atau penyakit
Pada saat terserang penyakit infeksi berat badan balita cenderung terjadi penurunan. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan metabolisme yang juga diikuti dengan penurunan berat badan. Jika hal tersebut terjadi maka, lama kelamaan akan membuat status gizi balita juga mengalami penurunan.
Berikut ini faktor secara tidak langsung yang dapat menyebabkan gizi buruk pada balita :
a. Sanitasi dan hygiene lingkungan
Faktor personal hygiene dan sanitasi lingkungan salah satunya meliputi sarana air. Secara teori bila terjadi kendala dalam memperoleh air bersih. Hal tersebut akan membuat anak dapat terserang penyakit contohnya penyakit diare. Bila ini terjadi dalam waktu lama tentu saja akan berdampak pada status gizi balita. Dalam beberapa artikel ilmiah ditemukan bahwa sanitasi lingkungan tempat tinggal sangat berpengaruh dengan status gizi pada balita.
b. Perekonomian
Strata ekonomi secara tidak langsung dapat menjadi faktor anak mengalami gizi kurang. Semakin tinggi tingkat perekonomian suatu keluarga tentu akan berpengaruh terhadap daya beli keluarga tersebut pada makanan baik itu secara kualiatas maupun kuantitas. Minkhatulmaulana, et al., (2021) dalam penelitianya menyatakan tingkat perekonomian memegang peran penting dalam memeberikan pengaruh pada status gizi balita.
c. Sosial Budaya
Budaya dalam suatu etnis berperan penting dalam mengambil keputusan dalam kelurga dan tumbuh kembang anak. Setiap suku memiliki keyakinan dan kebiasaan dalam kehidupan sehari dari hal yang sederhana hingga luar biasa seperti jenis makanan yang dapat di konsumsi (Govender, et al., 2021 ; MacMillan, et al.,2022 ; Ginting, et al., 2023). Benyak penelitian yang telah dilakukan mengemukana bahwa social budaya memilki tak kalah penting dari faktor lain.
d. Pola Asuh
Pada fase seribu hari pertama merupakan masa yang disebut dengan golden age. Pola asuh pada awal kehidupan anak sangat memberikan dampak pada status gizinya, anak-anak dari ibu yang masih berusia remaja dan kepala rumah tangga berusia muda mempunya kemungkinana lebih besar mengalami kekurangan gizi . Hal ini, dapat terjadi karena ibu dengan usia muda pada umumnya memiliki pengetahuan yang tergolong masih kurang baik mengenani asupan gizi yang harus di berikan pada anak usia balita. Selain itu pada usia tersebut ibu remaja belum memilki alat-alat repsoduksi yang matang (Nursyamsiyah, et al., 2021).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H