Sebenarnya kalau kita mau jujur, seharusnya setiap petugas pengeboran harus memahami betul mengenai pengertian methode WELL CONTROL, sebagai suatu teknik penanggulangan hole problem di dalam suatu pengeboran sumur migas.
Pada dasarnya Well Kick dapat diatasi apabila diketahui sedini mungkin. Well Kick bisa diterjemahkan secara bebas semacam keluarnya gas kecil dari lobang bor sebagai akibat dari keretakan di dalam formasi. Kick adalah semacam pendahuluan sebelum blow out itu terjadi, seandaimya tidak secepatnya dicegah dan terkontrol, maka terjadilah blow out yang sebenarnya.
Menurut sepenggal data yang penulis kutip dari manual BLOW OUT prevention and WELL CONTROL Exxon Corpration ada disebutkan penyebab terjadinya Well Kick selama pengeboran berlangsung, yaitu faktor lumpur sebagai drilling properties adalah sangat dominan perannya untuk mengatur tekanan di dalam hole (lubang sumur bor). Secara garis besar ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya Well Kick yaitu:
1. Tekanan di dalam hole lebih rendah daripada tekanan formasi.
2. Kemampuan formasi untuk mengalirkan cairan dan gas.
Kemampuan formasi mengalirkan cairan adalah suatu sifat asli dari batuan formasi yang kondisinya sulit untuk dikontrol. Bila suatu saat terjadi kick (tendangan/tekanan, pen) akan menemukan bermacam-macam tanda seperti:
- Sewaktu mencabut drill pipe (pipa bor), volume lumpur di dalam hole tetap tidak berkurang (penuh terus) yang seharusnya berkurang sesuai volume drill pipe yang diangkat.
- Ini bisa disebabkan oleh Swabbing Effect (lumpur terbawa kepermukaan lobang sewaktu drill pipe diangkat ke atas).
- Terjadi penambahan volume pada lumpur di dalam Mud Tank.
- Kecepatan penetrasi yang menjadi naik, yaitu bila sedang terjadi pengeboran, rotary table tiba-tiba berputar lebih cepat, disebabkan oleh karena terjadinya pecahan-pecahan batu-batuan oleh cairan gas yang keluar.
- Terjadi kenaikan pada tekanan pompa dan secara perlahan tekanan tersebut turun, namun stroke pompa lumpur berubah naik drastis.
Dan banyak lagi hal-hal lainnya yang lebih detail dan terinci, tapi paling tidak hal di atas dapat menjadi masukan untuk rekan-rekan yang bertugas di pengeboran agar dapat djadikan sebagai perbandingan dan patokan dengan keadaan nyata yang mereka hadapi sehari-hari di lokasi pengeboran.
Satu hal yang perlu penulis ingatkan bahwa kecerobohan dan keteledoran dari faktor manusia di dalam melaksanakan tugas adalah merupakan salah satu aspek penyebab kegagalan dalam menerapkan methode dan sistem yang ada dan ini perlu mendapat perhatian serius dari para supervisor lapangan dalam hal ini Tool Pusher dan Pemuka-pemuka Bor terkait. Safety Fist harus benar-benar diutamakan oleh para pihak yang terkait dalam pemboran sumur migas.
Kenapa hal di atas perlu selalu diingatkan karena peringatan keselamatan dini memang harus disampaikan secara berkesinambungan bagaikan seorang pramugari yang selalu mengingatkan penumpang padahal penumpangnya sudah berulangkali naik pesawat terbang. Sama halnya dengan safety briefing yang harus disampaikan oleh petugas terkait kepada pengunjung yang akan memasuki suatu lokasi terbatas walaupun para tamu itu adalah pegawai Pertamina dari daerah lain. SOP (Standart Operation Prosedure) nya memang begitu.
Upaya deteksi dini terhadap kemungkinan dan penyebab terjadinya blow out ketika sedang melakukan pemboran sumur migas (minyak dan gas bumi) ini sangat penting dipahami dan diingatkan untuk melawan lupa secara terus-menerus agar pelaksanaan pemboran atau biasa disebut penajakkan sumur migas dapat berjalan dengan baik dan benar.
Sebab menurut pendapat penulis yang sudah beberapa kali meliput peristiwa blow out, khususnya blow out dan kebakaran di sumur PT 29 Paluh Tabuhan Timur puluhan tahun lalu di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Babalan (sekarang Kecamatan Brandan Barat), Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara apabila terjadi blow out yang sebenarnya, maka keadaan akan sangat sulit di atasi apalagi kalau sempat terjadi kebakaran, dipastikan 1 (satu) Rig (menara bor) akan hilang alias rusak terbakar dan kerugiannya akan bertambah besar lagi bila kobaran api sulit dipadamkan. Petugas di lapangan kejadian juga sulit dikoordinir karena masing-masing berusaha menyelamatkan diri sebagai langkah safety first dari keadaan yang mengerikan itu.