Mohon tunggu...
Isi Respal
Isi Respal Mohon Tunggu... -

Saya orang Respal dari Kaki Gunung Ine Rie pengais rejeki Allah. Kenalilah Dirimu !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ciri Orang Radikalis Itu Tidak Mau Bergaul dengan Orang Lain

3 Agustus 2018   08:29 Diperbarui: 3 Agustus 2018   09:04 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KUPANG -- Orang muda lintas agama yang tergabung dalam Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK) menggelar diskusi publik dengan tema Orang Muda Menangkal Gerakan Radikalisme di Hotel Neo Aston Kupang pada Kamis (2/8/2018) jam 9 pagi.

Hadir dalam diskusi publik ini adalah para pemuda lintas agama, lintas organisasi kepemudaan, dan lintas organisasi kampus yang berjumlah 70 an orang dengan pemateri yakni Feri D. Sigakole, S. Ip Kepala Bidang Pengawasan Nasional Kesbangpol Propinsi NTT, Frumensius G. Dinong perwakilan Polda NTT, H. Abdul Kadir Makarim MUI NTT, serta Lusia Carningsih Bunga relawan KOMPAK. Sedangkan yang menjadi moderator adalah Ana Djukana SH, MH.

Frid Tirik Ketua Panitia yang menyelenggarakan kegiatan diskusi publik dalam sambutan pembukanya mengatakan bahwa memiliki kehidupan aman dan damai merupakan impian semua warga Negara Indonesia. Untuk memiliki kehidupan yang damai itu maka masyarakat harus memiliki rasa cinta yang besar terhadap Negara Indonesia tercinta. 

Rasa cinta terhadap tanah air dapat ditunjukan dengan mengikuti setiap aturan yang telah ada dan telah diterapkan dan juga ditunjukan dengan sikap adil serta sikap saling toleransi dengan semua elemen masyarakat tanpa melihat semua perbedaan yang ada baik perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.

"Radikalisme merupakan embrio dari lahirnya terorisme. Radikalisme adalah suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Tentu saja mengganggu stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Tirik.

Frid Tirik mengambil contoh Hizbut Tahrir atau di Indonesia dikenal dengan HTI merupakan organisasi politik yang berideologi Islam berskala Internasional. Hizbut Tahrir lahir pada tahun 1953 di Al-Quds, Palestina. HTI masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 1980-an. 

Awalnya HTI hanya ada di satu kota dengan belasan kader, namun kini organisasi ini sudah berkembang ke seluruh Indonesia bahkan sudah tersebar di 33 provinsi di Indonesia di lebih dari 300 kabupaten/kota, bahkan sebagiannya telah merambah jauh hingga ke pelosok. HTI berkembang melalui dakwah di kampus-kampus besar, lalu melluas ke masyarakat dan masjid-masjid di perumahan hingga perusahaan. 

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi ini terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri berdasarkan ideology Negara.

"Kami sebagai Orang Muda Lintas Agama merasa bahwa hal tersebut bertentangan dengan apa yang dicita-citakan para pejuang terdahulu dan warga Negara Indonesia untuk memiliki kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, damai dan tentram. Berdasarkan pemikiran tersebut dan melihat dari berbagai kasus yang sudah pernah terjadi, maka kami Orang Muda Lintas Agama merasa perlu untuk mengadakan sebuah dialog bersama masyarakat yang menjadi sasaran penyebaran paham radikalisme pemecah keutuhan bangsa Indonesia. Serta mencari solusi dari permasalahan tersebut yang bersumber dari masyarakat," sambung Frid Tirik.

img-20180803-wa0036-5b63b3a25e13733b424823b2.jpg
img-20180803-wa0036-5b63b3a25e13733b424823b2.jpg
D. Sigakole, S. Ip Kepala Bidang Pengawasan Nasional Kesbangpol Propinsi NTT dalam materinya menyebutkan ada berbagai organisasi di NTT yang berpaham radikal dan bertentangan dengan Pancasila.

Organisasi tersebut menurut data Kesbangpol adalah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), jaringan teroris Santoso, Khilafah Muslimin (daratan Flores) di Kabupaten Manggarai Barat, Ahmadiyah, Syiah, simpatisan pendukung ISIS, Hizbut Tahrir Indonesia, dan masih ada lagi yang lain dan sedang berada dalam pengawasan pemerintah dan aparat kepolisian.

Sigakole juga memaparkan bahwa sejauh ini Pemerintah Propinsi NTT sedang berjuang mencegah masuk dan berkembangnya paham radikal di NTT seperti Instruksi Gubernur NTT Nomor 1 Tahun 2015 tentang langkah-langkah strategis untuk menangkal dan mencegah masuknya paham radikalisme, terorisme, ISIS, di NTT, penguatan pemahaman masyarakat tentang ideologi Pancasila.

Seluruh masyarkat NTT dihimbau untuk menjaga keamanan, ketentraman dan ketertiban, perlu dibangun koordinasi yang sinergis antara forkompida di daerah dalam rangka memetakan kerawanan terkait keamanan masyarakat, membangun komunikasi yang intes dengan tokoh agama, tokoh adat serta tokoh pemuda lainnya, telah terbentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Propinsi NTT pada tanggal 4 November 2015 di Kupang menjadi sebuah langkah maju untuk membangun kebersamaan dalam kerja sama mengkonsolidasikan segenap kekuatan dari semua elemen masyarakat untuk bersama-sama melakukan langkah konkrit dalam bentuk rencana aksi yang nantinya akan dieksekusi oleh semua pihak terkait.

Frumensius G. Dinong perwakilan Polda NTT saat memberikan materinya menegaskan jika di NTT ada beberapa titik di daerah-daerah yang terindikasi ada penyebaran radikalisme dengan modus kawin mawin. Menurut Frumensius, aparat POLRI hadir memberikan rasa nyaman bagi warga Indonesia dan melarang ajaran radikal itu berkembang.

"kita selalu bekerja siap memperhatikan seluruh kegiatan masyarakat. Karena ini adalah perintah Undang-Undang. Apalagi ada kegiatan yang melanggar Undang-Undang serta mengganggu ketertiban masyarakat pasti kami tindak. Pada prinsipnya ada dua tugas POLRI yakni cegah tangkal dan tindakan. Kita selalu mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama mencegah berkembangnya organisasi model begini namun kita akan menindak dengan tegas apabila diketahui merugikan apalagi mengganggu keamanan," papar Frumen.

Deddy Manafe seorang praktisi pendidikan dari Universitas Nusa Cendana Kupang saat menyampaikan materinya mengatakan jika kampus di Undana menolak paham radikal untuk masuk ke dalam kampus. Dirinya mengakui bahwa Undana sudah melarang aktivitas organisasi mahasiswa yang terlalu ekstrim dalam berkumpul hanya untuk menyebarkan paham agamanya.

"kita sangat ketat memperhatikan warga kampus. Bukan saja untuk satu agama namun semua organisasi mahasiswa yang berafiliasi pada salah satu agama kami awasi. Ini penting sebab kita tidak mau kampus yang menjadi tempat studi menjadi tempat berkembangnya paham-paham radikalisme lalu kemudian menghancurkan orang lain," ucap Deddy Manafe yang juga Dosen pada Fakultas Hukum Undana ini.

dokpri
dokpri
Lusia Carningsih Bunga relawan KOMPAK yang juga hadir dalam kesempatan itu mengatakan jika KOMPAK yang berdiri tahun 2011 terbentuk dari para pemuda lintas agama yang peduli akan kedamaian serta selalu berkampanye tentang perdamaian dan menolak paham radikalisme.

"kami selalu membuat narasi Kebhinekaan dalam kegiatan kami yang terdiri dari para pemuda lintas agama. kami mengajak semua pihak terutama para pemuda untuk bergabung bersama kami dalam kampanye damai dan menolak radikalisme. Saya berharap kita semua bersatu. Jangan saling mempersekusi satu sama lain. Kita toleransi dan saling merawat Pancasila. 

Ciri-ciri orang yang menganut paham radikalis itu adalah sangat anti kebersamaan dan tidak mau bersosialisasi dengan orang lain. Mengganggap dirinya atau paham agamanya paling benar," kata Gadis Cantik Berkacamata ini.

Abdul Kadir Makarim Ketua MUI NTT yang juga Ulama Islam di NTT menjelaskan bahwa agama Islam menolak paham radikalisme. Agama itu agama yang cinta damai.

"Mengenai HTI kita di NTT saya minta bubarkan terlebih dahulu baru Bapak Presiden Jokowi bubarkan di Jakarta. Mereka sangat mengganggu dan tidak paham ajaran agama Islam sesungguhnya. Kita harus bersatu melawan pergerakan ini sehinggat NTT tetap aman. Kalau tokoh agama di NTT saling bersatu mengapa umat-umat harus ribut? Lalu jangan karena lihat seseorang pakai baju panjang-panjang jenggot panjang dan tebal baru bilang itu teroris. jangan dulu lihat tampilan luarnya. Bom-bom yang terjadi di eropa itu dilakukan oleh para teroris yang memakai pakaian bukan muslim. Tetapi kalau di NTT yang jenggot-jenggot panjang itu jinak-jinak semua," kata Aba Makarim disambut gelak tawa hadirin.

Kegiatan dimulai jam 9 pagi dan berakhir jam 1 siang serta dalam diskusi ini para peserta berdialog secara tertib dan penuh canda.

dokpri
dokpri
Diakhir diskusi ini Ana Djukana SH, MH sang moderator memberikan kesimpulan yakni paham radikalisme di NTT ditolak dan menjadi pekerjaan rumah setiap orang untuk menjaga kestabilan keamanan lingkungannya, respon terhadap fakta dan data dari Pemerintah NTT sudah dilakukan secara serius dan ada pertemuan berkala dengan para tokoh pimpinan agama, perkuat empat pilar kebangsaan sejak dari TK hingga perguruan tinggi, saling menghormati antar pemeluk agama di NTT, radikalisme bukan Islam dan Islam menolak radikalisme. (F61)

posted by F61

Tinggal di Kupang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun