KUPANG -- Orang muda lintas agama yang tergabung dalam Komunitas Peace Maker Kupang (KOMPAK) menggelar diskusi publik dengan tema Orang Muda Menangkal Gerakan Radikalisme di Hotel Neo Aston Kupang pada Kamis (2/8/2018) jam 9 pagi.
Hadir dalam diskusi publik ini adalah para pemuda lintas agama, lintas organisasi kepemudaan, dan lintas organisasi kampus yang berjumlah 70 an orang dengan pemateri yakni Feri D. Sigakole, S. Ip Kepala Bidang Pengawasan Nasional Kesbangpol Propinsi NTT, Frumensius G. Dinong perwakilan Polda NTT, H. Abdul Kadir Makarim MUI NTT, serta Lusia Carningsih Bunga relawan KOMPAK. Sedangkan yang menjadi moderator adalah Ana Djukana SH, MH.
Frid Tirik Ketua Panitia yang menyelenggarakan kegiatan diskusi publik dalam sambutan pembukanya mengatakan bahwa memiliki kehidupan aman dan damai merupakan impian semua warga Negara Indonesia. Untuk memiliki kehidupan yang damai itu maka masyarakat harus memiliki rasa cinta yang besar terhadap Negara Indonesia tercinta.Â
Rasa cinta terhadap tanah air dapat ditunjukan dengan mengikuti setiap aturan yang telah ada dan telah diterapkan dan juga ditunjukan dengan sikap adil serta sikap saling toleransi dengan semua elemen masyarakat tanpa melihat semua perbedaan yang ada baik perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan.
"Radikalisme merupakan embrio dari lahirnya terorisme. Radikalisme adalah suatu sikap yang mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner dengan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis lewat kekerasan (violence) dan aksi-aksi yang ekstrem. Tentu saja mengganggu stabilitas Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegas Tirik.
Frid Tirik mengambil contoh Hizbut Tahrir atau di Indonesia dikenal dengan HTI merupakan organisasi politik yang berideologi Islam berskala Internasional. Hizbut Tahrir lahir pada tahun 1953 di Al-Quds, Palestina. HTI masuk ke wilayah Indonesia pada tahun 1980-an.Â
Awalnya HTI hanya ada di satu kota dengan belasan kader, namun kini organisasi ini sudah berkembang ke seluruh Indonesia bahkan sudah tersebar di 33 provinsi di Indonesia di lebih dari 300 kabupaten/kota, bahkan sebagiannya telah merambah jauh hingga ke pelosok. HTI berkembang melalui dakwah di kampus-kampus besar, lalu melluas ke masyarakat dan masjid-masjid di perumahan hingga perusahaan.Â
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi ini terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, asas dan ciri berdasarkan ideology Negara.
"Kami sebagai Orang Muda Lintas Agama merasa bahwa hal tersebut bertentangan dengan apa yang dicita-citakan para pejuang terdahulu dan warga Negara Indonesia untuk memiliki kehidupan berbangsa dan bernegara yang aman, damai dan tentram. Berdasarkan pemikiran tersebut dan melihat dari berbagai kasus yang sudah pernah terjadi, maka kami Orang Muda Lintas Agama merasa perlu untuk mengadakan sebuah dialog bersama masyarakat yang menjadi sasaran penyebaran paham radikalisme pemecah keutuhan bangsa Indonesia. Serta mencari solusi dari permasalahan tersebut yang bersumber dari masyarakat," sambung Frid Tirik.
Organisasi tersebut menurut data Kesbangpol adalah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), jaringan teroris Santoso, Khilafah Muslimin (daratan Flores) di Kabupaten Manggarai Barat, Ahmadiyah, Syiah, simpatisan pendukung ISIS, Hizbut Tahrir Indonesia, dan masih ada lagi yang lain dan sedang berada dalam pengawasan pemerintah dan aparat kepolisian.