2.Seni suara
Biasanya kesenian ini nanpak saat ada pelombaan-perlombaan yang diadakan oleh Gereja atau oleh kaum muslim. Untuk perlomba yang diselenggarakan oleh Geraja biasanya yang terlibat dalam kelompok ketegorial mulai dari anak-anak sekami, JPA, OMK samapa pada kelompok-kelompok Santa Ana atau Legio Maria. Selanjutnya untuk kelompok muslim seni tari bisanya nampak saat bulan ramadhan dimana terbentuk kelompok kasida yang  dengan lihainya menyanyikan lagu-lagu arab.
Terdapat beberapa nyanyian daerah/nyanyian adat yang berasal dari etnis ini, dan penulis merasa bahwa perlahan kesenian ini mulai dilupakan.
a. Gore (nyanyian untuk membuka hutan untuk dijadikan kebun baru dan untuk menyiangi rumput pada tanaman yang dilaksanakan di kebun oleh masyarakat Desa Ondorea Barat).
b. Teke Se (merupakan nyanyian yang di sertakan dengan tarian untuk upacara   syukuran panen),
c. Cenda (nyanyian saat mengetam padi),
d. Sothdo (nyanyian saat menginjak padi),
e. Woi Are Kaju (nyanyian untuk padi yang sudah jadi dan biasanya dalam bentuk solo saja),
  f. Saga Alu/Podhi Adu (nyanyian syukuran makan padi baru).
Beragam kesenian di atas saling berhubungan karena sama-sama digunakan dalam kehidupan masyarakat yang berlatar belakangmata pencaharian sebagai petani dengan mengandalkan padi sebagai penghasilan utama.
3.Seni tari
Seni tari yang masih sangat lazim ditemukan di harian hidup masyarakat ialah tarian gawi yang melambangkan semangat dan rasa persaudaraai. Tarian ini diwariskan pula secara turun temurun, hingga tidak heran bahwa terian ini diperuntukan bagi semua orang.
Jenis tarian lain yang memilikii kemiripan dengan tarian gawi ialah tari teke se. Teke Se merupakan sebuah tarian tradisional dari etnis Nangamboa. Dilihat dari pengertian kata, Teke Se terdiri dari dua suku kata yang mempunyai masing-masing arti. Teke artinya: pegang/gandeng tangan, sedangkan Se artinya:gerakan bersama searah, seperti gelombang laut/air yang menyebar searah dan merata. Jadi pengertian Teke Se dari arti kata yaitu pegangan/gandeng tangan dalam gerakan searah secara bersama-sama. Pengertian Teke Se yaitu nyanyian dan tari yang dilakukan secara bersama dalam bentuk lingakaran.Teke Se,dapat juga dikatakan tandak. Tarian ini dibawakan dalam bentuk lingkaran yang mengelilingi api unggun (Putu Api), dengan maksud untuk merayakan syukuran atas hasil panen yang
telah diperoleh.
Makna dari tarian ini adalah:
Dilihat dari segi kekompakan gerakan maju dan mundur secara bersama-sama mengartikan adanya kekompakan dalam menjalankan suatu kehidupan bersama dengan mengutamakan persatuan, tenggang rasa, saling membantu, menyesuaikan satu terhadap yang lain untuk mewujudkan keselarasan hidup bersama sebagai makluk soasial. Pola tarian membentuk lingkaran juga merupakan salah satu simbol persatuan dan kebulatan tekat untuk membangun desanya melalui kegiatan soaial baik secara fisik maupun dalam bentuk kesapakatan-kesepakatan bersama. Makna tarian Teke Se pada upacara makan padi baru yakni sebagai sebuah ekspresi kegembiraan karena telah berhasil melewati sebuah perjuangan sebagai petani dan pada akhirnya membuahkan hasil. Keberhasilan ini juga tidak lepas dari dukungan pihak lain sehingga perlu dibagikan kebahagiaan tersebut melalui tarian Teke Se.
7.Sistem Permainan
Sistem permainan lokal masih banyak ditemukan dalam kehidupan harian masyarakat etnis Nangamboa. Bermacam-macam mainan tradisional masih dilestarikan hingga saat ini, ada pula jenis permainan yang dimainkan tergantung pada musim. Permainan tradisional merupakan permainan yang umum dilakukan oleh anak-anak zaman dulu maupun anak-anak pedesaan. Saat inipun kehadiran permainan tradisional masih ada, hanya saja tidak sesering anak-anak tempo dulu. Masa kini permainan tradisional mulai tergeserkan dengan teknologi-teknologi yang memungkinkan anak-anak untuk bermain tanpa harus keluar rumah.
*Oto peri: merupakan jenis permainan yang menggunakan sebatang bambu, pada bagian pangkal diberi roda (biasa terbuat dari kayu yang dipahat menyerupi ban kecil), untuk pegangan digunakan kayu yang dipasang horisontal pada bambu yg sudah dilubangi kedua sisinya.
*Ana maria (gatrik): permainan yang melibatkan 2 kelompok, jumlah tiap anggota tergantung kesepakatan. Menjadi media dari permainan ini ialah 2 batang kayu, memiliki panjang 30 cm (ibu) dan 10 cm (anak).
*Jed'he (engklek): Â permainan tradisional yang dimainkan oleh 4 orang atau lebih secara bergiliran. Permainan tradisional ini dimainkan pada tanah yang digambar berpetak-petak. Cara bermainnya dengan menggunakan batu atau pecahan genteng yang dilemparkan kedalam petak. Bagi yang sampai di petak terakhir, maka dia lah pemenangnya. Dan bila ada pemain yang terjatuh atau kakinya keluar garis maka ia harus mengulangin
*Lompat karung: permainan tradisional yang sangat populer hingga sekarang dan masih sering dimainkan apalagi saat peringatan hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus. Permainan ini sering dimainkan oleh semua kalangan umur, mulai dari anak-anak hingga orang yang sudah tua.
*Ana Mbo (pletokan): merupakan jenis permainan senjata atau alat tembak yang terbuat dari bambu kecil dengan menggunakan peluru dari kertas yang di basahi terlebih dahulu. Biasanya kertas dibasahi dengan mengunyanya dalam mulut. Permainan ini mengahadirkan suasana berperang, menyusun strategi, dan kejelihan melumpuhkan lawan.
*Aku ndalu (congklak): merupakan jenis permainan yang sangat cocok saat bersantai, bersama sahabat maupun keluarga. Aku ndalu adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh dua orang. Permainan ini menggunakan alat papan congklak yang memiliki 14 lubang kecil yang berisi 7 butir ndalu (biji....). Total semua biji congklak yang digunakan adalah 49 butir. Cara bermainnya adalah Pemain pertama mengambil 7 biji dari salah satu lubang kecil itu, kemudian bagilah satu persatu secara berurutan searah jarum-jam. Jika biji berhenti di dalam daerahmu, maka kamu boleh melanjutkan membagi lagi. Pada setiap sisi kanan dan kiri pada papan congklak terdapat lubang besar yang masing-masing lubang merupakan tempat nilai atau hasil banyaknya biji yang didapat.
*Lenge ban: merupakan jenis permainan yang menggunakan ban bekas motor yang dimainkan dengan mengulingkan ban tersebut selaju mungkin.
Demikian beberapa jenis permainan di atas yang mewakili macam-macam permainan tradisional etnik Nangamboa yang sampai saat ini masih dilestarikan dan dimainkan oleh anak-anak setempat. Permainan-permainan lokal seperti lempar kemiri, jambu mente dan lainnya juga masih bisa ditemukan di etnik Nangamboa. Ada juga permainan-permainan global seperti: layang-layang, kelereng, mobil-mobilan, dll.
Keterangan Gambar.
Permainan Aku ndalu (congklak)
Â
Â
Permainan Ban dan Permainan Jed'he (Engklek)
Â
Permainan Ana Mbo (Pletokan) dan Permainan Lompat Karung
8.Sistem Kuliner
Jenis makanan yang menjadi ciri khas di etnis ini adalah: wai punga, alu ndene, uwi rose, po'o (makanan yang dibakar dalam bambu), wai raka (ubi rebus), muku tunu (pisang bakar) dana masih banyak jenis makanan lokal lainnnya. Namun makanan yang penulis uraikan ini adalah jenis makanan yang biasa menggantikan peran nasi di saat tertentu, misalnya disaat musim panas atau musim kelaparan.
IV.Penutup Â
Alam natural yang diolah menjadi alam kultural adalah hasil pengungkapan diri insani dengan mengolah alam natural yang terdiri dari alam dunia dan alam antropologis ke dalam materi fisik maupun materi non-fisik dan menjadi warisannya yang dinamis (Vatikan II, GS 53). Selanjutnya alam natural dan alam kultural juga  diolah menjadi alam meta-kultural, yaitu  proses dan hasil pengungkapan diri manusia (cipta, rasa, karsa dan karya) dalam tataran  iman, harap dan kasih untuk mengolah alam rohani  ke dalam materi fisik maupun non-fisik dan diwariskan secara dinamis. Pewarisan hanya mungkin terjadi jika produksi dan produk budaya itu baik, benar, utuh dan indah selaras zaman.
Kebudayaan tiap etnis bukan sekadar warisan melainkan juga identitas yang harus tetap lestari. Kendti pun demikian segala bentuk perkembangan zaman dan derasnya arus globalisasi akan selalu hadir mereduksi nilai-nilai budaya yang ada. Hal ini nampak dalam uraian ini bahwa ada beberapa unsur kebudayaan yang perlahan mulai hilang ditelan zaman. Ada beberapa unsur kebudayaan yang kemudian tidak dikenal atau dipahami oleh generasi penerus. Keberadaan Etnis Nangamboa di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende akan bernilai bila unsur-unsur kebudayaan yang ada di dalamnya terus dihidupi, terus diwarisi dan terus dihargai oleh semua anggota masyarakat dari generasi ke generasi. Bertolak dari percakapan saat penulis mewawancarai beberapa narasumber, mereka menitipkan pesan yang sama lestarikan budaya ini. Hemat penulis bahwa berhadapan dengan situasi arus modernisasi upaya revitalisasi kebudayaan tiap etnis wajib mendapat porsi untuk diupayakan.
Catatan penulis:
 kejadian ini ditulis dengan menggunakan sumber seadanya, dan dari informan yang sempat dihubungi. Oleh karena itu penulis menyadari ada banyak kekurangan. Mari kita sempurnahkan bersama. Namun sekiranya goresan sejarah sederhana yang sempat tertuang dalam kajian ini, memacu anak-anak etnik bersangkutan untuk ikut berjuang menggoreskan sejarah (local wisdom) agar tak lekang oleh waktu. Mari kita berkisah tentang sejarah yang mungkin untuk dikisahkan. Wasalam
#ana ondo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H