Mohon tunggu...
fresty kartika fitri
fresty kartika fitri Mohon Tunggu... Guru - Guru Sosiologi di SMA Negeri 8 Malang

Sebagai seorang guru dan sosiolog yang mendalam di bidang gender,Saya menyisipkan kepedulian terhadap isu-isu sosial ke dalam segala aspek kehidupan.Saya besar dan belajar di lingkungan dan tumbuh dalam lingkungan yang memberi saya pemahaman mendalam tentang keragaman dan keadilan. Saya memulai pendidikan S1 Sosiologi di Universitas Jember dan S2 Sosiologi Pembangunan di Universitas Brawijaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

E-Commerce sebagai Dromologi di Indonesia dalam Optik Herbert Marcuse

16 Januari 2024   09:00 Diperbarui: 16 Januari 2024   09:07 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dromologi dalam e commerce merupakan salah satu dari  kelicikan kapitalisme di era milenial. Setelah Perang Dunia Kedua selesai, kapitalisme bertransformasi dari awalnya yang selalu meredam pergerakan kelas pekerja secara represif, menjadi lebih humanis kepada kelas pekerja dengan cara memberikan tunjangan, bonus gaji, serta jaminan kesehatan.  Dimana kelas bekerja tetap dikondisikan tetap bekerja dan dieksploitasi dan hasilnya tetap kembali kepada kapitalis. Hal ini dimulai dengan membangun kesadaran rasional yaitu dengan menumbuhkan paradigma konsumtivistis dan hedonis kepada para kelas pekerja.

Kelas pekerja  atau masyarakat millennial juga diberi akses untuk menikmati apa yang biasanya hanya bisa dinikmati oleh kalangan borjuis seperti produk mewah, hiburan, serta gaya hidup ala borjuis. Hal inilah yang pada akhirnya melahirkan krisis konseptualisasi dan representasi. Dengan publikasi melalui media massa, tayangan yang dikemas menggoda dari promosi produk e commerce yang terus-menerus terbukti ampuh untuk mengkonstruksi realitas terhadap standar hidup para milenial. Dimana standar hidup milenial sudah di konstruk untuk berkiblat pada lifestyle kaum borjuis.

Platform e-commerce menawarkan berbagai penawaran, bonus, dan kemudahan, yang pada akhirnya mengarah pada kepuasan milenial. Namun,  ada kontrol yang dipegang oleh kapitalis. Strategi promosi dan manajemen penawaran dapat membentuk perilaku konsumen sesuai dengan arah yang diinginkan oleh perusahaan.teknologi dan ekonomi digital memberikan kapitalis kemampuan untuk mengatur dan mengarahkan selera serta keinginan konsumen. Kemampuan untuk menyajikan produk dengan cepat dan menawarkan insentif mengubah cara konsumen melihat dan merasakan kepuasan.sikap kritis terhadap dampak dromologi. Konsumen, terutama millennial, perlu menyadari bagaimana pengaruh teknologi, promosi, dan penawaran mempengaruhi pilihan mereka serta apakah mereka secara sadar atau tidak terlibat dalam pengendalian ini. Dalam konteks ini, literasi digital dan literasi konsumen sangat penting. Semakin masyarakat memahami cara platform digital dan ekonomi e-commerce beroperasi, semakin mereka mampu membuat pilihan yang lebih sadar.

Pengaruh Konsumtivisme  Terhadap Masyarakat Satu Dimensi

Dari pengaruh kuatnya terhadap rasionalitas dalam bentuk pilihan lifestyle terhadap kaum milenial melalui peran media massa, sehingga mampu mengkonstruksi kaum milenial untuk berkiblat terhadap life style  kaum borjuis. Dalam perspektif dimensi spat kapitalismus Marcuse, dikatakan bahwa ini merupakan cara untuk menindas serta pembunuhan secara halus dari salah satu dimensi masyarakat. Yaitu masyarakat satu dimensi. Melalui iklan yang disampaikan oleh media, masyarakat dihipnotis sehingga tanpa disadari mereka tergiring untuk menyetujui dan menerima realitas gaya hidup dari ecommerce ini untuk tetap stabil tanpa ada keinginan dan kesadaran untuk memberontak ataupun menolak.  Sehingga, pilihan rasional mereka akan dijatuhkan pada penerimaan terhadap unsur spat-kapitalismus. Dan disana mereka tidak memiliki daya kritis apapun, menerima seolah pilihan ini adalah yang terbaik dan menguntungkan bagi kehidupan mereka.

Berdasarkan perspektif  Marcuse,[1] mengenai masyarakat satu dimensi, masyarakat  milenial saat ini sedang mengalami penindasan yang tidak lagi dilakukan oleh kelompok borjuis, atau golongan satu terhadap golongan yang lainnya. Melainkan terdapat satu big power yang mengendalikan seluruh realitas termasuk kesadaran yang mereka  miliki. Sistem yang diperkenalkan e-commerce secara cepat memperkenalkan dan menonjolkan dirinya ke hadapan publik dan sudah berhasil menjadi bagian keseharian dari kehidupan masyarakat. Dalam konteks ini, jelas sekali yang terjadi ialah kepasifan serta sikap yang reseptif, tidak lagi kritis dan masa bodoh dengan perubahan yang ada. Jika melihat realitas disekitar kita, hampir seluruh masyarakat milenial memiliki aplikasi shopee, go jek, grab,  lazada, tokopedia, dana dan yang lainnya. Baik hanya untuk referensi belanja, membeli barang kebutuhan, pembayaran atau hanya untuk sekedar update produk atau informasi apa yang sedang booming  saat ini. 

 

Menurut Marcuse, terdapat hasrat yang selalu merasakan kekurangan (Lebensnot) serta ketidakpuasan. Inilah yang terjadi dalam  realitas kehidupan masyarakat milenial saat ini. Dimana  milenial sebagai partisipan aktif dromologi ecommerce, yang berjiwa konsumtif serta memiliki krisis representasi. Kebutuhan pokok bukan lagi hal yang utama, serta dinilai tidak lagi cukup untuk memberikan kepuasan dan kebanggaan , karena didalamnya sudah termasuk paradigma top up, shop and pay. 

  

Penutup

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun