Mohon tunggu...
Yudel Neno
Yudel Neno Mohon Tunggu... Penulis - Penenun Huruf

Anggota Komunitas Penulis Kompasiana Kupang NTT (Kampung NTT)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Identitas dan Politisasi Agama Menciderai Demokrasi

27 Oktober 2018   22:00 Diperbarui: 11 November 2018   07:25 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 mempunyai makna bagi kita yakni berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu. Tiga unsur utama ini patut dipedomani sebagai kekuatan bagi perjuangan demokrasi menjelang pilpres 2019.

Ketiga unsur sumpah pemuda ini, menunjuk jelas pada nilai persatuan bahwa persatuan rakyat adalah unsur pembentuk Negara. Tanpa rakyat suatu negara tidak bisa terbentuk. Syarat-syarat terebentuknya sebuah negara secara de facto adalah harus memiliki rakyat selain dari memiliki wilayah dan pemerintah.

Konsep memiliki rakyat mempunyai arti bahwa rakyat adalah faktor terpenting sebelum pemerintah. Pemerintah yang mengatur dan mengelola Negara ini, mendapat sumbernya pada rakyat. Rakyatlah yang memilih, siapakah yang layak memimpin bangsa ini secara baik dan benar. Nilai kerakyatan inilah yang menjadi nilai demokrasi.

Demokarsi secara etimologis berasal dari kata demos dan kratos. Demos artinya rakyat dan kratos artinya pemerintahan. Demokrasi berarti pemerintahan berada di tangan rakyat. Rakyat menjadi pusat untuk memerintah, hanya saja reperesentasinya ada dalam diri presiden dan wakil presiden. Hal ini membuktikan kepada kita bahwa nilai demokrasi tersebut merupakan nilai yang luhur dan mulia.

Berkaitan dengan nilai demokratis tersebut, dalam kancah perpolitikan kali ini, tidak sedikit tantangan yang harus dihadapi, yakni merealisasikan nilai demokrasi tersebut dalam pemilu kali ini. Demokrasi menjadi sorotan publik apabila politik identitas ditempuh sebagai strategi. Strategi yang dipakai oleh para politikus dalam menyongsong pesta demokrasi tahun 2019 ini merupakan strategi yang sangat vital dan sensitif untuk menanamkan kepercayaan dalam dari rakyat. Namun semuanya ini tentunya dapat melunturkan nilai-nilai demokrasi yang sudah ada. Mengapa demikian? Alasannya sederhana yaitu dapat memecah-belah masyarakat ke dalam bagian-bagian tertentu.

Ada juga salah satu strategi yang sangat vital dalam politik Bangsa ini ialah politisasi agama. Politisasi agama merupakan suatu sikapi "infantil" yang ditunjukkan oleh para politikus demi menggapai kepentingannya. Kepentingan merupakan "harga mati" dalam berpolitik.

Harga mati yang dimaksudkan di sini adalah sikap yang tidak bisa tidak untuk dilakukan karena untuk mencapai tujuan tertinggi yaitu memperoleh kekuasaan. Praktek seperti inilah yang sesungguhnya membuat nilai-nilai demokrasi semakin luntur dalam proses pemilihan umum.

Pesta demokrasi yang akan berlangsung tahun depan telah diambang pintu. Segala strategi dipersiapkan oleh kedua Capres-Cawapres, untuk memperoleh dukungan suara dari rakyat. Presiden kita saat ini, usahanya tengah menjadi sorotan yang menarik bagi terciptanya kepercayaan rakyat dengan banyak sekali membuat perubahan-perubahan. Salah satu perubahan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah membangun wilayah-wilayah perbatasan.

Pihak oposisi Prabowo Subianto juga berusaha dengan giat untuk menarik kepercayaan dari rakyat. Hal yang menarik dari kedua Capres tersebut adalah usaha mereka untuk mengambil hati rakyat. Di satu sisi ada yang berusaha untuk memupuk kepercayaan; di sisi lain pula, ada yang berusaha untuk menanamkan kepercayaan. Sikap tersebut merupakan langkah yang diambil oleh setiap Capres dan Cawapres untuk meyakinkan masyarakat terkait dengan jawaban siapa yang terbaik dalam memimpin bangsa ini.

Dalam berpolitik,  banyak cara dilakukan demi memenangkan kursi RI 1. Kita kembali pada pokoknya yakni nilai-nilai demokrasi perlu dijunjung tinggi tanpa melibatkan strategi politik identitas karena hanya akan mengacaukan nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi perlu dijunjung tinggi dan bukan sampai pada tataran itu saja tetapi juga dipelihara dalam berpolitik. Politik sebagai wadah yang digunakan untuk meyuarakan suara-suara rakyat harus dijaga oleh para politikus. Hal itulah yang membuat politik sebagai sesuatu yang suci karena dapat membawa aspirasi rakyat.

Aspirasi rakyat tersebut itulah yang direpresentasikan dalam diri seorang pemimpin. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu merakyat. Artinya pemimpin bukan sebatas "berkotek" dalam berkampanye tetapi juga mengimplementasikan apa yang sudah dibicarakan ketika terpilih menjadi seorang pemimpin. Sumpah Pemuda yang akan diperingati di Negeri ini pada 28 Oktober nanti telah mencapai umur  sembilan puluh tahun (90). Artinya semangat pemuda yang sudah dibangun 90 tahun yang lalu perlu dilihat sebagai semangat nasionalisme dan patriotisme di bangsa kita ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun