Mohon tunggu...
Freema H. Widiasena
Freema H. Widiasena Mohon Tunggu... Buruh - Cuman nulis ngasal ngawur abal-abal. Jangan pernah percaya tulisan saya.

Suka menyendiri dan suka bersama. Cuman nulis ngasal ngawur abal-abal. Jangan pernah percaya tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar: Jangan Sampai Putus di Tengah Jalan

31 Mei 2023   20:24 Diperbarui: 31 Mei 2023   20:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami enggak akan pakai data statistik di sini. Kami pakai pengalaman empiris saja. Banyak orang tua yang sering, bahkan rutin mengajak anak-anaknya jalan-jalan atau makan di luar/kulineran, bahkan plesiran, saat akhir pekan atau saat tanggal muda atau saat musim liburan. Banyak orang tua yang memberikan kado/bingkisan/hadiah kepada anaknya pada momen-momen tertentu, misalnya ulang tahun, kenaikan sekolah, lebaran, bahkan tanpa ada momen spesial. Termasuk membelikan ponsel pintar.

Namun dalam pengamatan kami terhadap orang tua semacam itu, enggak banyak, bisa dikata jarang, bisa dikata lagi nyaris enggak ada orang tua yang menghadiahi anak-anak mereka buku. Entah buku dongeng, novel, ensiklopedia, dan lain sebagainya.

Minim literasi, khawatirnya kelak anak-anak ini akan tumbuh menjadi generasi pragmatis yang miskin bahkan nirprinsip. Ini akan menjadi pendidikan konsepsional yang sedang dilahirkan kembali saat ini oleh negara saat ini menjadi -maaf- sia-sia.

Oleh karena itu, entah bagaimana caranya, paksa anak-anak untuk akrab dengan buku. Bangun perpustakaan di mana-mana. Gelar lomba dongeng atau lomba membaca, beri izin dan fasilitas seluas-luasnya untuk kegiatan semacam ini. Serta paksa anak-anak untuk akrab menulis.

Kan, menulis itu bakat?

Menulis yang sastrawi mungkin iya. Namun menuliskan opini berbasis ilmiah: ada latar belakangnya, ada hipotesasnya, dan ada opininya itu bisa dibangun sejak dini. 

Enggak harus dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Di semua bidang/disiplin keilmuan, budaya menuangkan gagasan lewat tulisan ini harus dikulturkan. 

Semoga pemegang kebijakan, khususnya kebijakan pendidikan di periode pemerintahan mendatang bisa terus menguatkan kebijakan merdeka belajar ini dan menjadikan merdeka belajar ini lebih merdeka, terus merdeka, semerdeka-merdekanya: bebas dari kepentingan apapun selain mendidik dan melindungi anak bangsa. Jangan sampai putus di tengah jalan. Ya kebijakannya, ya pendidikan anak bangsanya.

Wallahualam bisawab. IMHO, CMIIW.

- Freema HW

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun