Mohon tunggu...
Freema H. Widiasena
Freema H. Widiasena Mohon Tunggu... Buruh - Cuman nulis ngasal ngawur abal-abal. Jangan pernah percaya tulisan saya.

Suka menyendiri dan suka bersama. Cuman nulis ngasal ngawur abal-abal. Jangan pernah percaya tulisan saya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bergerak Bersama Semarakkan Merdeka Belajar: Jangan Sampai Putus di Tengah Jalan

31 Mei 2023   20:24 Diperbarui: 31 Mei 2023   20:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami yakin, semua pakar pendidikan pasti mengiyakan bahwa setiap anak itu berbeda dan punya potensi masing-masing. Cukup kemampuan-preferensinya saja yang diurus oleh negara. Yang jadi persoalan adalah, apakah sistem pendidikan kita sudah mengakomodasi pakem ini. Seharusnya 'nilai' pada pendidikan dasar itu difungsikan untuk menggali dan merumuskan kemampuan serta preferensi siswa. Hingga kemudian semakin ke atas tingkat pendidikannya, dia sudah belajar hanya pada bidangnya saja. Bidang lain cukup menjadi bahan pengaya dan penguat.

Gratiskan biaya pendidikan tanpa tapi.

Kan, negara belum tentu kuat membiayai semuanya jika digratiskan? 

Jujur kami ragu dengan kemampuan ini. Orang tua saja bisa jungkir-balik demi memenuhi kebutuhan sekolah anaknya. Masa negara yang punya sistem ini enggak bisa menjadi orang tua bagi seluruh anak bangsanya?

Dulu, paradigma yang beredar adalah yang butuh pendidikan itu adalah kita, para siswa, demi masa depan yang cemerlang. Sekarang, paradigma ini harus diubah. Negaralah yang butuh agar semua anak bangsanya mendapatkan pendidikan yang layak. Agar negara ini enggak amburadul. Enggak berantakan. Enggak tumpang tindih. 

Karena itu, negara harus jungkir balik membiayai pendidikan semua anak bangsanya. Negara harus menjadi orang tua bagi seluruh anak bangsa.

Para orang tua, biarkan sibuk bekerja untuk membangun negara. Memberikan andil kepada negara. Sesuai bidang dan kapasitas masing-masing. Bukan bekerja untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. Yang ada jadinya malah sikut-sikutan sesama rakyat dengan dalih kebutuhan.

Biaya atau kebutuhan atau fasilitas pendidikan ini selain operasional sekolah, juga harus melingkupi kebutuhan si siwa sejak dia keluar rumah berikut apa yang menempel di dan diperlukan badannya. Yakni melingkupi transportasi, kebutuhan gizi dan nutrisi, seragam dan sepatu, termasuk tas sekolah. Pokoknya apa yang diwajibkan oleh negara harus dicukupi oleh negara. Dan semuanya harus dijamin oleh undang-undang.

Kami yakin, pemerintah sudah punya rancangan yang saya sarankan ini. Dan saya yakin, rencana pemerintah pasti lebih bagus dari ini, lebih luas, lebih advance lagi. Jikalau iya, maka anggap saja ini sebagai dukungan dan pengingat.

Buku, buku, dan buku! Paksa para siswa untuk menulis!

Apa yang membuat rakyat susah dikasih tau, apa yang membuat orang tua masih ngeyel, dan apa yang membuat rencana baik pemerintah serasa terhambat menurut kami adalah: buku.

Koq buku?

Sebenarnya lebih tepatnya adalah literasi. Enggak harus spesifik buku. Namun demikian, kami menengarai, rendahnya literasi bangsa ini tuh korelatif dengan rendahnya konsumsi buku di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun