Telegram menggunakan kata sandi tenporer untuk login, yang dikirim ke aplikasi Telegram di ponsel dan kemudian tinggal kita input ke halaman login yang nongol di layar komputer. Kelar.
Dengan menggunakan komputer, pekerjaan kita akan menjadi lebih nyaman, ringan, dan cepat.
Inilah kemudian kenapa saya mempertahankan Telegram sebagai satu-satunya aplikasi (komunikasi) tambahan yang ada di ponsel ini.
FB, IG, Email? Enggak ada! Antara enggak saya pasang atau saya disable karena dia bawaan hape.
FB dan email tetaplah ranahnya kompie kalo bagi saya.
Cuman yang jadi masalah, gimana ya ntar kalo Telegram kemudian "menjelma" jadi kayak WA yang riuh begitu?
Ah sudahlah, dipikir nanti saja. Dan mudah-mudahan keriuhan yang -maaf noofense-- enggak penting di WA itu enggak menjalar ke Telegram.
Karena sejauh ini, Telegram itu masih merupakan alat yang produktif, setidaknya bagi saya. Bukan alat yang 90% buat senang-senang dan 10%-nya baru produktif.
Sekali lagi ini bagi saya. Yang bisa jadi bertolak belakang bagi Anda. Karena saya tau, buuuaaanyakkk yang menggunakan WA dan IG untuk jualan: melakukan sesuatu yang produktif dan/atau untuk mendapatkan uang.
Umpama saya harus melakukan hal yang sama tersebut (berjualan misalnya, dll.), saya pasti akan aktif juga di WA, tapi dengan nomor khusus/tersendiri lain yang terpisah dengan nomor pribadi.
Saya memasang Instagram/IG pada tanggal 16 Desember 2012. Masih pakai ponsel 3G kala itu, belom jamannya 4G. Hanya buat nyoba saja, karena IG juga mulai meledak kala itu.