Tidak begitu lama, mungkin hanya dalam hitungan bulan, saya bongkar lagi WA yang ada di ponsel.
Dunia kembali senyap dan tenang bagi saya.
Jika ada urusan penting, telepon dan SMS masih sangat bisa diandalkan. Jika ada urusan berkomunikasi dengan berkas pekerjaan, email masih menjadi andalan hebat kala itu. Dan memang pada kenyataannya saat itu, WA masih hanya sebatas menjadi pengganti SMS yang bebas pulsa, karena dia pakai data dan itu memang relatif kecil.
Telepon, dibantu sedikit kiprah SMS, dan terutama dengan senjata email; sudah membuat hidup saya bergerak dengan baik, benar, dan produktif.
Hingga pada suatu ketika, saya diminta pasang WA lagi karena saya harus mengikuti salah satu grup "resmi" berkaitan dengan tugas yang saya emban pada klub otomotif yang saya ikuti.
Ponsel pun disediakan oleh klub kala itu. Baguslah, karena saya pribadi hanya pegang ponsel 4G termurah yang ada di pasaran yang bisa saya beli kala itu: sebuah ponsel dengan RAM 1GB dengan kamera tanpa utofokus dan tanpa lampu kilat/flash yang masih saya pakai hingga hari ini.
Alhasil saya kembali WA-nan. Plus dicemplungkan juga ke banyak grup: alumni sekolah, dll. oleh rekan-rekan lainnya.
Berhubung saya ber-WA karena "tugas" plus dengan ponsel yang disediakan oleh klub, terpaksalah saya harus berriang gembira dengan WA.
Sebagaimana sebelumnya, WA isinya tetap sama saja: posting pengisi hari dan pelipur lara dari semua rekan. Bejibun enggak karuan.
Seiring dengan semakin berkembangnya fitur WA, maka urusan kerjaan mulai merambah ke WA. Meski saya tetap setia dengan email kala itu (dan hingga saat ini).
Hingga kemudian ponsel (bekas) fasilitas dari klub itu rusak. Baterenya melemah -- drop keras yang mana batere akan langsung habis dari sisa 40%, saluran pengisi daya/charger & charging--nya rusak, dan tanpa sengaja terjatuh hingga layarnya retak.