Membaca industri sepakbola tanah air saat ini, tentu saja ada banyak kisah, entah yang menyenangkan, maupun drama yang sangat memilukan.
Terutama pasca tragedi Kanjuruhan di bumi Aremania tahun lalu. Selain sekelumit kisah penghentian Liga 2 dan 3 kompetisi 2022/2023.
Di tengah problematikan tersebut, sejatinya sepakbola tanah air sedang menunjukkan tren perkembangan.
Namun, perkembangan industri sepakbola kebangaan masyarakat Indonesia ini, terbentur dengan ragam persepsi di antara suporter, pengelola PSSI, dan semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Akibatnya, pemerintah mau tak mau harus mengambil jalan tengah dengan menghentikan Liga 2 dan 3.
Ada pun beberapa alasan di balik keputusan pemerintah tersebut, di antaranya; pemerintah menginginkan kekondusifan antar suporter, pengelola klub, dan berbagai pihak. Meski ada konsekuensinya.
Kedua; pemerintah memberi ruang kepada semua pihak untuk kembali mengoreksi diri.
Ketiga: pemerintah menginginkan pengelolaan klub yang lebih profesional.
Keempat; pemerintah juga menginginkan Menpora dan PSSI tegas dalam memberikan sanksi kepada suporter dan klubnya yang menciptakan masalah.
Sepakbola Indonesia di Bawah Campur Tangan Politik
Sejatinya semua bidang sudah ada tupoksinya. Masalahnya, kecenderungan terbesar kita adalah ingin menguasai atau mengintervensi bidang lain yang bukan kapasitas diri kita.
Akibatnya, terjadilah kekacauan. Kerugian terbesarnya adalah sepakbola kita terjebak.
Lebih parahnya, kita sendirilah yang menyebabkan banyak orang, terutama pemain di Liga 2 dan 3 kehilangan harapan hidup. Termasuk karyawan dan semua pihak yang berada di dalamnya.
Jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah ini adalah setiap instansi fokus dengan koridor atau jalur kerjanya.
Sepakbola Indonesia di Bawah Bayang-Bayang Negara Anggota ASEAN Lainnya
Tak bisa dipungkiri, sejak terjadi kerusuhan di Kanjuruhan dan berdampak pada macetnya sepakbola Indonesia (Liga 2 dan 3), industri sepakbola kita bukannya terus berkembang, justru berjalan di tempat.
Sementara negara-negara ASEAN, seperti Thailand dan Vietnam lari meninggalkan sepakbola kita dengan torehan prestasi.
Kita juga menyadari bahwasannya, problematika di negara kita begitu kompleks, tidak seperti kedua negara di atas.
Karena pengelolaan talenta muda yang tidak merata di setiap pelosok negeri. Padahal, kekayaan sumber daya manusia di bidang olahraga tak pernah suram.
Namun, tendensi sentralisasi pengelolaan sepakbola di daerah tertentu, menyebabkan tiada terakomodir talenta-talenta terbaik di negeri ini.
Masalah ini setidaknya diminimalisir dengan pembinaan sepakbola yang merata di setiap daerah dengan pengawasan ketat dari Kemenpora dan PSSI. Selain memberi jarak seluas sanudera bidang politik untuk masuk ke industri sepakbola nasional.
Karena rakyat Indonesia sudah tak nyaman dengan oknum-oknum yang berniat merusak citra sepakbola tanah air, terlebih mafia sepakbola.
Endingnya, Skuad Garuda bisa memberikan penampilan terbaik dan jauh bermakna, bila tim kebanggaan kita berprestasi dan mengharumkan sepakbola Indonesia di mata dunia.
Salam olahraga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H