Padahal redaksional atau pun pemikirannya kurang lebih sama, yakni sebagai Penulis, kita pun sama-sama mewariskan pemikiran kita kepada generasi bangsa.
Atau pun dalam bahasa kerennya Mama-mama di kampung saya menyebutnya sebagai "MANUSIA KONSEPTUALIS."
Apa itu manusia konseptualis? Manusia dalam hal ini, kita sebagai Penulis akan mati secara raga, tetapi konsep pemikiran kita akan hidup sepanjang abad.
Namun, realita selalu berkata lain, yakni Penulis Indie benar-benar menjerit dengan karyanya sendiri.
Maka, tak ada alasan lain lagi bagi saya untuk melabeli kenyataan ini sebagai bentuk "STIGMATISASI" di lingkungan penerbitan.
Diskursus ini pun sudah pasti akan menuai pro dan kontra. Tergantung intensi atau tujuan setiap Penulis menerbitkan buku untuk apa.
Sekali lagi, saya tegaskan pemikiran ini adalah pengalaman saya! Hehe.....Jadi, biarkan saya sedikit curhatlah. Ngak apa-apa kan sobat Sastrawan?
Setelah melalui kisah tujuh turunan di atas, saya pun berani memberikan tips bagi siapa pun yang nantinya mau menerbitkan buku.
Tentu saja, tips ini pun saya dapatkan sewaktu mewakili Penerbit YAYASAN PUSAKA THAMRIN DAHLAN (YPTD) JAKARTA, dalam mengikuti 'DIKLAT PENERBIT BUKU TINGKAT DASAR' yang diselenggarakan oleh IKATAN PENERBIT INDONESIA (IKAPI) dan DINAS PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF DKI JAKARTA 2021.
Pertama: Penulis wajib melakukan riset, sebelum memutuskan untuk menulis buku
Kedua; Tentukan penerbit dari sejak awal menulis. Tujuannya Penulis bisa sesuaikan dengan redaksional atau pun bahasa dari penerbit tersebut.