Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Stigmatisasi Dunia Kerja terhadap Mahasiswa Drop Out

29 Mei 2021   03:03 Diperbarui: 29 Mei 2021   18:48 3348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hantu Terberat Mahasiswa Drop Out (DO) di Dunia Kerja Itu Benar-benar Kerasa Loh, Sobat

Ngak percaya? Yuk, dengarin coretan hatiku sebagai mahasiswa drop out yang sudah makan garam di dunia kerja.

Apa itu drop out?

Drop out biasanya disematkan bagi mahasiswa yang tidak menyelesaikan kuliahnya. Entah satu dan lain hal yang memicu seseorang untuk mengundurkan diri ataupun muntaber (mundur tanpa berita) dari kampusnya, kita pun tidak tahu alasannya.

Ada yang DO karena kelurga, bisa juga untuk menyelamatkan pendidikan adik-adiknya.

Mengapa hal itu bisa terjadi?

Segala sesuatu itu tidak bisa diprediksi dengan pasti. Karena apa yang kita miliki saat ini, esok dan lusa belum tentu masih ada dalam genggaman tangan kita.

Nah, begitu pun dengan kisah hidupku sebagai mahasiswa DO dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang.

Sebelum menyelesaikan pendidikan non-formal sebagai seorang seminaris di Malang selama 3 tahun, saya sudah membuat rencana.

Salah satu rencana terbesar saya adalah ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. 

Saya pun mulai mencari berbagai macam referensi terkait apa saja yang harus dipersiapkan oleh seorang Maba (Mahasiswa Baru).

Berbagai hal telah saya pelajari, semua itu saya lakukan sebagai bekal sebelum menginjakkan kaki di perguruan tinggi.

Tahun 2017, saya mulai duduk di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang. Cinta mulai bersemi dengan ilmu kuno yang sebagian besar orang menganggapnya sebagai ilmu atheis. 

Ya, gegara logika dalam ilmu filsafat membuat siapa saja yang pertama kali bersentuhan dengan ilmu filsafat pasti memasuki ranah geger budaya (culture shock).

Apa alasannya?

Alasan mendasar bagi mereka yang beranggapan bahwasan ilmu filsafat adalah bagian dari atheisme adalah iman kepercayaan kita dijungkir balik. Layaknya badai seroja yang beberapa bulan lalu menerpa kampung halamanku Nusa Tenggara Timur.

Padahal belajar ilmu filsafat itu tidak mengajarkan kita untuk menjadi atheis, tergantung metodologi (kerangka berpikir) epistemologi seseorang.

Ya karena filsafat itu berasal dari keresahan dan menganut pikiran bebas sejauh dipertangung jawabkan kebenarannya.

Krisis identitas

Saya terlalu fokus dan asyik dengan filsafat karena sudah terlanjur jatuh cinta. Keteledoran saya memicu keresahan dalam diri saya untuk mempertanyakan keberadaan diri saya sendiri.

Untuk apa saya belajar ilmu filsafat? Toh, di dunia kerja pun ilmu itu tidak berguna! Pikirku. 

Semakin lama saya belajar ilmu filsafat, saya semakin tak karuan dengan kecemasan akan hari esok yang lebih baik.

Krisis identitas pun mulai mengejar keseharianku. Saya terlena dan jatuh dalam pelukan krisis identitas itu sendiri.

Selain itu ilmu teologi selalu berusaha untuk menetralisir rasa kegelisahan saya, namun tidak mempan juga. Akhirnya, memasuki semester 4, saya dengan mantap menghadap sekertariat dan mengutarakan niat saya untuk berhenti kuliah.

Akan tetapi, tidak mudah saya mengambil keputusan secepat itu. Saya pun dibimbing oleh beberapa pembimbing spiritual saya, sembari mengajukan surat pengunduran ke pimpinan tertinggi dan tembusan ke Roma.

Hari-hari saya jalani dengan perasaan koplo. Layaknya koplo lagu dangdut, saat itu tujuan saya satu yakni ingin pergi jauh dari kehidupan seminaris. Percuma saya hidup dalam dunia putih, jika magnetik dunia hitam lebih besar dalam diriku. 

Eits, dunia hitam adalah kehidupan yang lebih bebas daripada kehidupan di seminaris yang segalanya sudah tertata rapi dan teratur dari berak hingga berdoa di kapel dan berjibaku dengan teks-teks kuno filsafat yang sangat menguras emosi.

Awal tahun 2019 saya dengan kepala tegak menemui sekertariat dan meminta untuk resign (mengundurkan diri) dari Kampus yang belakangan ini saya sesali.

Faktor apa saja yang membuat saya tak berarti?

Pertama, setelah resmi dan menyangdang status mahasiswa gagal alias drop out (DO) saya mulai bersentuhan dengan dunia kerja.

Di awal-awal saya berjibaku dengan dunia kerja, semuanya berjalan dengan normal. Seolah-olah tak ada masalah dalam kehidupanku.

Saya membawa sesuatu peristiwa dalam koridor "happy-happy ajalah." Toh masa depan masa panjang dan usia masih muda pula. Untuk apa saya terlalu cemas dengan hari esok?

Itulah gambaran pikiran saya di kala itu.

Berkelana

Saya mulai berkelana dari satu kota menuju kota lainnya. Saya pun tidak tahu dengan jalan hidupku. Mau pulang kampung juga, saya masih takut dan tidak ingin menambah beban orangtua. Gegara saya memutuskan untuk berhenti kuliah pun tanpa sepengetahuan mereka.

Bahkan belakangan ini, ayah saya baru beritahu bahwa beliau pernah merasa jantungan, ketika mendengar berita tak sedap dari orang-orang di kampung halamanku yang memandang kegagalan sebagai bencana terbesar dalam kehidupan.

Hidup tetap berjalan, cuy. Saya pun memutuskan untuk mencari tantangan di kota metropolitan Jakarta.

Pengalaman sadisme di dunia kerja

Memegang rekor sebagai mahasiswa drop out dari kampung halamanku, tentunya beban di pundak saya semakin berat. 

Ketika saya merasa tidak kuat untuk memikul beban tersebut, rasanya saya ingin menyerah. Namun, sayang banget, usia saya masih muda.

Pengalaman sadisme di dunia kerja adalah ketika melakukan interview, tim rekruiter yang menaruh sikap skeptis (ragu) akan kemampuan saya.

Sebagai mahasiswa drop out, tentu saya tidak mempunyai pilihan lain. Selain terus mengasah skill dan belajar sepanjang waktu, bahkan hari-hariku dihabiskan untuk belajar banyak hal.

Bagaimana perasaan kamu, jika ditolak untuk bekerja di mana-mana?

Cukup diam dan renungi sendiri ya sobatku. Karena saya pun tak sanggup untuk menceritakannya kepadamu. Terlalu sadisme menyandang status sebagai mahasiswa drop out.

Sebagai mahasiswa drop out semua pekerjaan bisa saya lakukan, mulai dari bersihin kotoran manusia hingga sesekali merasakan nikmatinya duduk di bawah ruang ber-AC. Semua telah ku lalui hanya karena cinta.

Salah satu quote novel perdana saya "Terjebak" jangan menyerah karena cinta. Berjuang untuk terus mencintai."

Kata-kata itu lahir dari pergumulan hidup yang sangat panjang di dunia kerja sebagai seorang mahasiswa drop out yang dikacangin.

Sobatku yang sementara kuliah, nikmatilah masa-masa kuliahmu. Jangan mudah menyerah, karena ketika kamu memasuki dunia kerja, kamu akan merasakannya.

Memang kuliah tidak menjanjikan kekayaan materi. Seenggaknya dengan bekal ijazah S1, kamu bisa memiliki pekerjaan tetap. Tidak seperti saya!

Solusi

Setelah melalui berbagai pertimbangan dan pengalaman jatuh bangun, dikacangin, disumpahin, diraguin, akhirnya saya memutuskan untuk kembali kuliah. Namun, bidang yang saya gelutin pun tidak sama dengan bidang filsafat, melainkan di bidang broadcasting.

Mudah-mudahan suatu saat saya bisa mengukir dan bertemu dengan mereka yang pernah hadir dan meninggalkan luka dalam kehidupan saya sebagai seorang drop out yang tidak pernah ada setitik kebaikan pun. Inilah stigmatisasi bagi saya dan mereka yang menyandang status sebagai drop out.

Pesan

Apa yang saya alami adalah pelajarin bagi adik-adik yang sementara kuliah. Manfaatkan kesempatan dan jangan membuang-buang kesempatan. Karena penyesalan selalu datang dari belakang. Jika penyesalan datang lebih awal itu dinamakan pendaftaran.

Barangkali celoteh saya sangat subjektif. Anggap ini adalah genjotan kisah humaniora yang merupakan masalah universal di muka bumi ini.

Kegagalan adalah pelajaran berharga untuk hari ini, esok dan lusa. Agar di hari yang akan datang menjadi momentum yang tepat untuk berkisah pada rumput-rumput yang sedang bergoyang.


Terakhir, izinkan saya untuk mengutip lirik lagu "Badai Pasti Berlalu" karya almarhum Chrisye

Awan hitam
Di hati yang sedang gelisah
Daun-daun berguguran


Satu-satu jatuh ke pangkuan
Ku tenggelam sudah
Ke dalam dekapan


Semusim yang lalu
Sebelum ku mencapai
Langkahku yang jauh
Kini semua bukan milik ku
Musim itu tlah berlalu


Matahari sudah berganti
Gelisah ku menanti tetes embun pagi
Tak kuasa ku memandang matahari


Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu
Badai pasti berlalu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun