Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Cocoklogi Perjodohan Zaman Patriarki dan Akibatnya bagi Psikologis Anak

22 Mei 2021   00:18 Diperbarui: 22 Mei 2021   14:51 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zaman selalu berganti, sementara pola pikir kita tentang budaya patriarki tidak akan pernah tergerus oleh apa pun. Karena budaya patriarki sudah menjadi bagian dari tekanan psikologis kita sepanjang hayat.

Setinggi apapun pola pikir kita, budaya patriarki akan tetap ada, sejauh adanya bisnis keluarga dalam dunia perjodohan.

Dunia perjodohan melahirkan cocologi. Orangtua suka mencocok-cocokan anaknya dalam bisnis keluarga. Pernikahan berada pada jalur yang berbeda. Sementara koridor bisnis pun sudah ada pada jalurnya. Ibarat Busway selalu berjalan mengikuti alurnya di kota metropolitan Jakarta. Begitupun dengan perjodohan.

Jodoh bukan ditentukan oleh Tuhan. Melainkan jodoh itu berawal dari perjumpaan yang intens, pengertian dan adanya chemestri dalam menyelusuri labirin keseharian yang penuh dengan intrik kehidupan.

Dramatisasi cocologi perjodohan semacam gaya atau tren kebudayaan kita. Di setiap pelosok pasti ada cocologi perjodohan.

Nah, untuk meminimalisir cocologi perjodohan, sebaiknya orangtua dan anak membangun komunikasi yang lebih nyaman dalam urusan pernikahan anaknya. Tujuan dari komunikasi yang baik adalah untuk menghindari bentrokan emosioanl antara orangtua dan anaknya di kemudian hari.

Kebebasan hakiki adalah jodoh yang didapatkan dengan pencarian sendiri pula. Untuk itu, tak ada epilogi yang romantis untuk menutupi artikel receh ini, selain berterima kasih kepada anda yang sudah meluangkan waktu untuk membaca hingga akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun