Mohon tunggu...
Freddy
Freddy Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Bisnis - Pembicara - Penulis - Aktivis

Better is not enough. The best is yet to come

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Underdog

25 Mei 2019   12:19 Diperbarui: 24 Juli 2021   14:06 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.alexnoudelman.com 

That's when we do best. When we are the underdog and people doubt us. We can just rise above that.

Angela Morales

Underdog memiliki arti : tidak diunggulkan atau diremehkan. Dipandang sebelah mata, dianggap sebagai pihak yang tidak mungkin mengalami kemenangan. Kondisi yang semua orang tidak inginkan, karena ego kita cenderung ingin selalu dianggap berhasil & selalu ingin dipandang sukses.

Berapa banyak diantara kita yang pernah mengalami kondisi dimana diri atau perusahaan tempat kita bekerja mendapat perlakuan diremehkan seperti itu? Kemudian bagaimana sebagian besar dari kita bersikap setelah mendapat perlakuan dicemooh atau diremehkan? Emosi pasti. Bedanya ada yang menyembunyikan emosinya, ada yang menjadi patah semangat, ada juga yang secara terang terangan menunjukkan kemarahannya dan menghardik orang yang telah meremehkan kita.

Lalu bagaimana baiknya kita bersikap?

Faktanya bahwa kita diremehkan karena memang kondisi kita atau perusahaan kita bekerja, berada dibawah mereka yang meremehkan. Ini adalah fakta yang tidak bisa kita pungkiri. Kalau kondisi kita atau perusahaan kita lebih besar dan lebih kuat, tidak mungkin yang kecil berani meremehkan kita. Jadi kita juga tidak perlu langsung bersikap "mentang-mentang" seperti kita lebih besar, dan menghamburkan sumber daya yang terbatas, yang notabene dibawah mereka yang meremehkan. Kata nenek saya, "Jangan membangunkan macan yang sedang tidur, biarkan saja mereka bersikap arogan dan meremehkan, yang penting kita tidak demikian".

Jadi berarti kita harus menerima kalau kita diremehkan?

Terima saja kenyataan bahwa mereka yg meremehkan seringkali memang lebih besar dan kuat dari kita. Tapi, saya tidak meminta kita untuk menyerah. Menerima kondisi tidak sama dengan menyerah, melainkan kita harus berjuang untuk memenangkannya. Kita tidak perlu langsung berkecil hati kalau diremehkan, jangan pula lantas berguling-guling di lantai sambil merengek.

Kalau saya sendiri lebih cenderung suka berada dalam posisi diremehkan. Bukan karena saya sangat sabar atau pendendam. Melainkan diremehkan juga mengandung fakta lain bahwa kita atau perusahaan kita tidak dipandang sebagai ancaman. Dengan demikian tingkat kewaspadaan mereka juga menurun terhadap gerak gerik kita. Ini lah yang kita butuhkan untuk bermanuver lebih bebas. Bukankah manuver di saat lawan lengah merupakan senjata paling ampuh dan bisa mematikan lawan? 

Saya pernah mengalaminya dan telah membuktikan bahwa menjadi underdog itu tidak sepenuhnya berarti dunia kita serta merta menjadi runtuh. Bahkan saya menikmati kenangan indah dari kondisi yang awalnya menjadi pihak underdog yang lalu berbuah kemenangan. Rasanya berbeda dengan di saat kita memang sudah diyakini semua orang menang, dan ternyata kita memang menang. Tidak ada unsur kejutannya dalam hidup kan...

Memasuki Tahun Ajaran Baru saat saya duduk di kelas 2 SMA, setelah selesai memilih perwakilan kelas untuk duduk di Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMA dimana saya bersekolah, selanjutnya MPK bertugas melakukan pemilihan Ketua OSIS SMA yg demokratis. Namun sayangnya saat itu hanya ada 1 (satu) calon tunggal dan kuat untuk kandidat Ketua OSIS : H. Semua siswa SMA di sekolah saya yakin H akan memenangkan pemilihan ini, sehingga tidak ada yang berani menantang dominasi H dalam kontes Pemilihan Ketua Umum OSIS SMA. Pertimbangan semua orang :

1. H memiliki pergaulan (Sumber Daya) yg luas, mengenal dan dikenal hampir seluruh seluruh siswa SMA dari kelas 1 hingga kelas 3 

2. H telah aktif ikut organisasi (Track Record) OSIS sejak SMA kelas 1

3. Ketua OSIS SMA Periode sebelumnya, M telah memberikan tanda-tanda secara tersirat mendukung H menjadi pengganti dirinya sebagai Ketua OSIS untuk periode setelah dirinya.

Dengan ketiga pertimbangan tersebut, siapa yang berani menantang H?. "Buang-buang energi dan memalukan diri sendiri saja kalau berani maju melawan H" kata semua siswa di SMA saya.

Saya sendiri dari masa SD sampai kelas 1 SMA tergolong siswa yang sangat biasa saja, hanya berteman dengan sebagian kecil siswa (itupun karena pernah sekelas dulu nya entah di SD atau SMP), bukan tipe cowok gaul banget.  Kebetulan saya mengenal baik Ketua MPK yang merupakan sahabat baik saya di SMP. Karena pemilihan Ketua OSIS harus dilakukan secara demokratis, maka sahabat saya, Ketua MPK sibuk memutar otak dan berkeliling dari satu kelas ke kelas merayu siswa lain untuk bersedia ikut serta dalam pemilihan Ketua OSIS Periode tersebut.

Hingga hari terakhir pendaftaran kandidat Ketua OSIS, Ketua MPK akhirnya menyerah, lalu secara tidak sengaja curhat kepada saya, meminta saya sebagai sahabatnya berkenan ikut serta dalam kontes pemilihan Ketua OSIS, demi nama baiknya. "Jangan sampai gua dikenang sebagai satu-satunya Ketua MPK yang tidak berhasil melakukan pemilihan Ketua OSIS secara demokratis. Soalnya dari jaman dulu hingga tahun kemarin, semuanya demokratis ada lebih dari 1 (satu) calon. Tolong yah gua dibantu". Atas nama pertemanan, saya mendaftar di hari terakhir.

Singkat kata saya menjadi penantang kandidat favorit dan berada di posisi Underdog. Sebagian besar siswa bahkan tidak mengenal saya. Saya menyadari fakta bahwa sumber daya saya kalah telak dan juga belum memiliki pengalaman dalam organisasi sama sekali. Bagi sebagian besar siswa, saya hanya mempermalukan diri sendiri karena sudah pasti kalah, namun bagi saya, saya sudah membantu sahabat baik saya. Apalah artinya malu karena kalah bertarung dibandingkan nilai persahabatan.

Setelah mendaftar, proses selanjutnya Ketua MPK membawa saya dan H berkunjung ke seluruh kelas dari kelas 1 sampai kelas 3 SMA untuk diperkenalkan sebagai kandidat Ketua OSIS. Saat Ketua MPK memperkenalkan H, semua siswa bertepuk tangan. Sebaliknya saat memperkenalkan saya, sebagian besar siswa melongo mungkin sambil bertanya : siapa dia?..

Dari perasaan tahan malu demi teman, karena hampir tidak ada yg memberikan apresiasi saat Ketua MPK memperkenalkan saya ke seluruh kelas, saya menjadi banyak berpikir. Saya tidak mau kalah. Saya mau diapreasiasi. Saya mau ditepuktangan juga saat nama saya disebut. Sejak itu saya berubah dari menyerah pada nasib kalah menjadi seorang pejuang dari posisi underdog.

Saya bergerilya dari satu kelas ke kelas lain. Saya melakukan survey apa pendapat masing2 siswa terhadap organisasi OSIS? Apa kekurangan dimata mereka? Apa harapan mereka kpd OSIS dan Ketua OSIS yang baru kelak? Semua saya rangkum dan susun dalam rencana kerja. Yg kurang, saya berikan solusi perbaikan. Yang menjadi harapan, saya jadi prioritas kerja. Yang sudah baik, saya pertahankan dalam program kerja.

Saya percaya H juga akan pasti berusaha membuat program kerja yang baik. Namun memang seringkali berada dalam posisi yang diunggulkan membuat kita menjadi lemah dan lengah. Karena merasa diunggulkan dan pasti menang, H hanya meneruskan program kerja lama, tanpa ada penambahan program. 

Di hari pemilihan, saya memenangkan persaingan pemilihan Ketua OSIS dengan kemenangan telak.

Menjadi Underdog bukan akhir dari segalanya. Bukan juga penghambat kita dalam menggapai kesuksesan. Banyak perusahaan yg sukses bermula dari posisi Underdog. Sebaliknya banyak perusahaan yang pernah berjaya menjadi lengah dalam berinovasi, akhirnya jatuh. Kasus Nokia dan Blackberry adalah dua dari sekian kasus dimana perusahaan yang berjaya akhirnya harus mengalami nasib gulung tikar. Mengapa? Karena kejayaan membuat kita menjadi sombong, dan kesombongan membuat kita menjadi lengah.

Jadi sekali lagi, jangan lantas marah atau putus asa kalau kita diremehkan. Ingat, diremehkan memiliki dua kondisi :

1. Fakta bahwa posisi dan sumber daya mereka yang meremehkan lebih baik daripada kita.

2. Mereka yg meremehkan akan menjadi lengah terhadap kita karena tidak menganggap kita sebagai pesaing yang berpotensi menjatuhkan mereka. Sehingga kita lebih leluasa bergerak. 

Sekali lagi, kalau saat ini ada diantara kita yang berada dalam posisi underdog, jangan lantas menyerah. Ingat banyak orang yang sukses mengawalinya dari posisi diremehkan. Beberapa diantaranya :

1. J.K. Rowling, penulis novel Harry Potter. Sebelum novel tersebut laris manis, J.K Rowling telah mendapat penolakan dari 12 penerbit. Bahkan karena merasa kasihan, J.K Rowling pernah ditawari bekerja menjadi pegawai kantor daripada menjadi penulis. Namun ia tetap yakin pada dirinya bahwa kelak ia akan menjadi penulis besar, dan ia berhasil membuktikannya.

2. Steve Jobs, dengan ipod nya. Saat awal ide ipod dikemukakan Steve Jobs, orang-orang menertawakannya dan menganggap ipod tidak mungkin bisa berhasil melawan dominasi Walkman milik Sony yang telah begitu kuat di pasar. Namun saat ipod diluncurkan, walaupun harganya lebih mahal dari Walkman, akhirnya ipod berhasil mendominasi pasar mengalahkan Walkman.

3. Houtman Zainal Arifin, Vice President Citibank Indonesia. Houtman mengawali karirnya sebagai Office Boy di Citibank, lalu menjadi petugas fotokopi, staf hingga akhirnya berhasil menduduki posisi puncak bagi orang Indonesia di perusahaan bank multinasional. Diremehkan banyak orang tidak membuat Houtman lantas putus asa dalam menggapai cita-citanya menduduki posisi puncak di bank multinasional.

Salam semangat selalu,

Freddy Kwan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun