Mohon tunggu...
Fraya Fitria25
Fraya Fitria25 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo, perkenalkan saya adalah mahasiswi jurusan Sosiologi Agama, yang masih aktif berkuliah di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fenomena Fatherless dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Anak

10 Juni 2024   16:56 Diperbarui: 10 Juni 2024   17:25 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fatherless adalah tekanan emosional yang diakibatkan dari kehilangan sosok ayah, baik secara fisik maupun psikis. Sedangkan Fatherless Country menurut Psikolog UGM, Diana Setiyawati, SPsi, MHSc, PhD, Psikolog, adalah suatu negara dengan masyarakatnya minim peran atau keterlibatan sosok ayah dalam kehidupan anak. 

Makna fatherless berbeda dengan kehilangan ayah karena meninggal atau disebut yatim. Fatherless lebih diartikan sebagai kondisi ketika seorang ayah tidak dapat hadir baik secara fisik maupun psikologi di dalam perkembangan anak. Padahal, tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran dari kedua orangtuanya dalam pengasuhan.

Akhir-akhir ini, berita sedang ramai oleh pembahasan mengenai fenomena fatherless. Indonesia menjadi negara fatherless ketiga di dunia. Hal tersebut menjadi bukti bahwasannya banyak anak Indonesia yang kekurangan sosok ayah dalam hidupnya. Fenomena ini memang sudah lama marak di Indonesia, namun jarang orang yang menyadari dan peduli terhadap permasalahan ini. 

Bukti tidak adanya peran ayah dalam rumah tangga  ditandai dengan masyarakat Indonesia yang memiliki kecenderungan tidak adanya peran atau keterlibatan sosok ayah yang hangat dalam kehidupan sehari-hari anak di rumah. 

Mereka beranggapan bahwa peran ayah hanyalah mencari nafkah, tanpa harus mengurusi masalah rumah seperti menyangkut kebutuhan anak di`rumah termasuk masalah akademik dan perilaku moralistik. 

Sedangkan peran mengurus anak dan mengurus rumah tangga sepenuhnya adalah peran ibu. Pengungkapan asumsi tersebut didukung dengan sebuah dalil yang diyakini bahwa anak adalah urusan ibu dan hanya ibulah yang paham tentang apa yang dibutuhkan anak. 

Keyakinan tersebut tidak hanya didominasi oleh masyarakat Indonesia saja, melainkan sudah menjadi suatu pandangan yang bersifat universal sebagaimana diyakini di berbagai budaya masyarakat di dunia.

Ada banyak sekali penyebab fatherless di Indonesia, diantaranya adalah tingginya angka perceraian, terjadinya perselisihan dalam rumah tangga yang berlangsung secara terus menerus, adanya budaya patriarki yang beranggapan bahwa tugas suami hanyalah mencaari nafkah. 

Peran ayah dan ibu dalam pertumbuhan anak, sangatlah penting. Hal ini terjadi karena keduanya memiliki peran dan fungsi masing-masing. Ibu dengan sisi feminism,yang dominan pada sisi emosi, mengajak anak untuk mengasah emosi. Empati, dan kasih sayangnya. 

Sedangkan sosok ayah yang dominan pada logika, dan mengajarkan anak untuk dapat membuat keputusan dengan pertimbangan akal yang baik serta melakukan problem solving yang logis. 

Melansir dari Association of Child Psychotherapy, sosok ayah memberikan kontribusi vital bagi perkembangan emosional anak.Jika dibandingkan dengan ibu, cara berinteraksi ayah kepada anaknya akan lebih komunikatif dengan penggunaan kosakata yang beragam. Selain itu, pola pertanyaan 5W+1H yang biasanya dilontarkan sang ayah dapat membuat anak memiliki kemampuan berkomunikasi yang lebih bertanggung jawab dan logis.

Ayah adalah penyeimbang dari sisi kelembutan yang dimiliki oleh seorang ibu. Dan unsur-unsur maskulinitas itu penting, karena sifat ini tidak bisa digantikan oleh peran ibu. 

Secara tidak sadar kita sering mengaitkan penjagaan bayi dengan ibu dan wanita, tetapi sebenarnya peranan ayah juga tidak kalah pentingnya. Keluarga yang bahagia dan sejahtera memerlukan keseimbangan peranan keduanya. Jarang sekali ayah dilabel sebagai sumber utama kasih sayang anak-anak. 

Akibat kurangnya peranan ayah, sang anak akan mendapati banyak risiko negatif, diantaranya gangguan kelakuan sosial, peningkatan masalah psikologi, dan kurang keyakinan diri sendiri.  Anak yang mengalami fatherless akan merasakan dampaknya hingga ia dewasa,terutama secara psikologis. Berikut adalah dampak fatherless pada anak:

1. Rendahnya penghargaan atas diri sendiri atau self-esteem.

2. Anak mudah merasa minder atau tidak percaya diri.

3. Merasa takut, cemas, dan tidak bahagia.

4. Merasa tidak aman secara fisik dan emosional.

5. Memiliki kemampuan akademik yang buruk. 

6. Memiliki hubungan yang rumit dengan pasangan. 

7. Masalah perilaku dan gangguan kejiwaan.

8. Berpotensi melakukan kenakalan remaja.

9. Sulit berkomunikasi dan memecahkan masalah.

 

Fenomena ini tentunya bertentangan dengan fakta bahwa seharusnya ayah juga turut memberikan kontribusi penting bagi perkembangan anak. Karena pengalaman yang dialami ketika bersama dengan ayahnya, secara tidak langsung akan mempengaaruhi bagaimana karakter seorang anak ketika dewasa, bahkan hingga ia mati. Perkembangan kognitif, kompetensi sosial dari anak-anak yang ada sejak dini, tentunya dipengaruhi oleh kelekatan, hubungan emosional, serta ketersediaan sumber daya yang diberikan oleh ayah mereka.

 

Dalam keluarga, peran antar anggota keluarga seakan sudah dibagi, seperti peran ibu yang menjadi ibu rumah tangga, maka ia harus mengatur segala keperluan rumah tangga, seperti menyiapkan makanan, mencuci, mengurus anak, mengurus suami, dsb. Sedangkan peran ayah yaitu mencari nafkah, melindungi keluarga, dan juga turut serta mendidik dan memperhatikan perkembangan anak. 

Dari peran tersebut, secara tidak langsung sifat ayah adalah tegas, berani dan berwibawa, sedangkan sifat dari ibu adalah lemah lembut dan sabar. Bukan tanpa alasan tugas tersebut sudah dibagi sejak awal. 

Karena tujuan dari pembagian tugas tersebut adalah kehidupan rumah tangga menjadi lebih tertata dan terarah, serta dapat lebih mudah mencapai tujuan yang dimiliki oleh keluarga tersebut. Namun apabila salah satu dari mereka tidak menjalankan tugas yang telah mereka sepakati, hal tersebut akan membuat keseimbangan suatu keluarga perlahan runtuh. 

Apabila seorang suami sekaligus ayah tidak menjalankan tugasnya dengan baik, yaitu turut serta dalam mendidik dan memantau perkembangan anaknya, anak tersebut bisa saja kekurangan kasih sayang dari ayahnya, dan ketika ia beranjak dewasa, ia mencari perhatian dari ayahnya menggunakan cara lain, misal melakukan kenakalan remaja, bahkan bisa saja melakukan seks bebas hingga hamil. 

Banyak adanya persoalan pada remaja yang dimulai dari ketidak berjalannya fungsi pada keluarganya. Salah satu alasannya adalah tidak optimalnya peran ayah dalam menjalankan peran. 

Kekosongan peran ayah bisa menjadi permasalahan yang utama dan berakibat fatal dalam kehidupan rumah tangga. permasalahan ini mengakibatkan terpisahnya hubungan dan kedekatan antara ayah dan anak.

Walaupun mereka tinggal dalam satu atap, dan frekuensi pertemuan mereka yang cenderung bersifat kuantitas maupun kualitas sangat jarang, sehingga ayah tidak dapat menjalankan peran penting dalam terlibat dalam pertumbuhan anak. 

Dalam Islam sendiri, peran Ayah sangatlah penting. Ia tidak hanya sebagai seorang imam, tetapi juga pendidik. Yang namanya pendidik berarti bisa mencakup segala hal, baik pikiran, emosi, maupun perilakunya. 

Jadi, baik dan buruknya keluarga, terutama anaknya, itu bisa dilihat dari bagimana kepala keluarga mereka. Oleh sebab itu, seorang ayah punya tanggung jawab besar bagi keluarganya, terutama anaknya. 

Namun, apabila kasus fatherless ini terjadi karena adanya perceraian diantara kedua orang tuanya, maka hendaknya kedua orang tuanya tetap berkomitmen bagaimana meluangkan waktu untuk anaknya. 

Anak tetap diberi kesempatan untuk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, silaturahmi antara ayah dan anak tetap dijaga agar tetap melahirkan hubungan yang harmonis sehingga berpengaruh pada keberadaan jiwa anak. Karena apabila silaturrahmi antara anak dan ayah tersebut rusak, dikhawatirkan sang anak akan mengalami stress dan berpengaruh besar terhadap psikologis anak sehingga membuat ia kurang konsentrasi dan akhirnya prestasinya menurun. 

Selain itu, saat anak hidup dengan ibu saja, maka ia dituntut untuk memiliki keterampilan yang dimiliki oleh ibunya, guna mendongkrak kepercayaan dirinya, keyakinan bahwa ia dapat mengatasi permasalahan apapun yang terjadi dalam mendidik anak, dan kemampuan dasar dalam mengelola diri secara penuh. 

Selain itu dukungan keluarga besar yang proporsional pun dapat memenuhi kekosongan peran ayah, misalnya sosok laki-laki di rumah dapat digantikan dengan sosok kakek atau paman. Dalam situasi ini, dukungan dari orang terdekat sangatlah dibutuhkan.

Referensi:

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun